"Janganlah kamu berhati lemah dalam mengejar mereka (musuhmu). Jika kamu merasa kesakitan, maka sesungguhnya mereka pun menderita kesakitan (pula), sebagaimana kamu menderitanya, sedang kamu mengharap dari Allah apa yang tidak mereka harapkan. Dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (an-Nisa’:104)"

Rabu, 10 November 2010

KHAIRUDDIN BARBAROSSA, SUPREMASI ISLAM DI LAUTAN

Pada tahun 1947, dari seorang pengrajin tembikar yang bersahaja di Pulau Mitylene (milik Kristen Yunani) lahirlah seorang anak yang kelak ditakdirkan membangun kembali supremasi kekuatan Islam di pantai selatan Laut Tengah, setelah ia menjadi pengikut Nabi Muhammad SAW. Anak tersebut menjadi seorang muslim ketika berusia 21 tahun dan mendapatkan nama baru ‘Horush’. Dia lebih dikenal sebagai ‘Boba Horus’ karena janggutnya berwarna merah. Karena itu ia dipanggil ‘Barbarossa’ oleh pelaut-pelaut negara Kristen karena bagi mereka ia telah menjadi ‘teror lautan’. Dia adalah ‘Si Janggut Merah”, Khairuddin Barbarossa.
Dari sumber yang lain disebutkan bahwa kata Barbarossa (Berambut Merah)  adalah pengucapan yang salah dari kata “Baba Arouj” (Horush). Sedangkan menurut Encyclopedia Britanica, “Catatan sejarah kontemporer Arab yang diterbitkan oleh S.Rang dan F.Davis di tahun 1837, dengan tegas menyatakan bahwa Barbarossa adalah nama yang diberikan oleh orang-orang Kristen kepada Khairuddin. Pendiri keluarga ini adalah Yaqub, seorang Roumaliot, yang mungkin berasal dari Albania dan mendiami Pulau Mitylene setelah ditaklukan oleh Turki. Dia (Yaqub) berputra empat orang : Elias, Arouj, Isaac, dan Khirz.” Arouj dan Khirz disebut juga Horush dan Khairuddin. Sejarah menyebutkan bahwa Barbarossa bersaudara lahir dari seseorang ayah Muslim.
Nama keluarga Barbarossa berkibar di lautan.  Keluarga ini menjadi pusat perhatian karena prestasi kelautan mereka. Dalam petualangannya, anak tertua keluarga itu dibantu oleh adiknya yang akhirnya lebih terkenal daripada dirinya. Keluarga ini merupakan terror bagi armada laut Kristen Genoa dan Spanyol. Keluarga Barbarossa-lah yang memungkinkan Kekhilafahan Turki tidak hanya memperluas wilayahnya ke seluruh Afrika Utara sampai ke pantai Lautan Atlantik, tetapi juga membangun supremasi kelautan mereka di Laut Tengah. Berbagai usaha juga dilakukan untuk merebut Semenanjung Iberia. Barbarossa bersaudara adalah orang yang menolong kekhilafhan Turki mengadakan pengawasan menyeluruh terhadap Marokko, Fez, Aljazair, Tunisia dan Tripoli.
Khairuddin Barbarossa adalah seorang yang berbakat dan berkemampuan besar. Pengetahuannya tentang strategi kelautan membuatnya menjadi momok bagi kekuatan-kekuatan kelautan musuh di Laut Tengah. Ia diangkat sebagai laksamana armada laut Turki oleh Sulaiman, khalifah Utsmani ketika itu.
Khairuddin Barbarossa segera menjadikan Khilafah Utsmaniyyah sebagai raja laut di Laut Tengah. “Semenjak saat itu, kekuatan Utsmani di pantai barat Afrika merupakan armada gabungan yang begitu hebatnya sehingga tak satu pun negara Eropa dapat menandinginya.”
Khairuddin Barbarossa memiliki semangat perjuangan yang tinggi. Beliau memiliki azzam untuk merebut kembali Semenanjung Iberia yang telah lama lepas. Untuk itu ia berusaha keras sampai titik darah penghabisan. Perjalanan hidupnya yang singkat diisi dengan usaha yang tidak kenal lelah untuk mencapai tujuannya itu. Dalam upayanya ini ia ditantang oleh kekuatan laut yang paling kuat pada masa itu, yaitu Spanyol dan Genoa. Seandainya umurnya masih panjang untuk beberapa tahun lagi, insyaallah ia dapat memenuhi cita-citanya itu.
Dalam ekspedisi lautnya, Barbarossa juga menyerbu ke pantai Italia. Di tahun 922 Hijriyah pertempuran laut meletus antara Perancis dan Spanyol. Barbarossa datang membantu Perancis untuk merebut Pulau Corfu dan kepulauan-kepulauan di Laut Aegean yang dikuasai Vanesia. Dengan usaha ini kekuasaan Utsmaniyyah meluas sampai ke Laut Aegean dan pantai Italia.
Keberhasilan Khairuddin Barbarossa selalu menjadi kekhawatiran kerajaan Kristen. Paus akhirnya mengadakan “Persekutuan Suci” dengan Spanyol, Hungaria, dan Venesia sebagai konspirasi melawan khilafah Utsmaniyyah, dengan tujuan tunggal, yaitu menghancurkan kekuatan laut Utsmaniyyah di Laut Tengah. Armada gabungan mereka yang kuat di bawah pimpinan laksamana kenamaan Mendosa dari Spanyol menantang armada Turki Utsmani di Laut Tengah. Pertempuran bersejarah pun meletus. Armada pasukan Salib terpaksa mundur dengan kerugian yang besar. Khairuddin Barbarossa memenangkan pertempuran laut yang mengesankan itu. Direbutnya juga beberapa pulau di Laut Tengah.
Sebagaimana tekadnya, Khairuddin Barbarossa berencana menaklukan Semenanjung Iberia dengan merebut Jibraltar. Beliau ingin menguasai Spanyol melalui rute yang pernah dijalani penakluk Islam Tariq bin Ziyad. Dengan bermarkas di Jibraltar, ia merencanakan serangan yang akan dilancarkan ke jantung semenanjung itu. Hanya sayangnya, rencanannya tertunda untuk waktu yang cukup lama akibat urusan lain. Sementara itu, orang-orang Spanyol melakukan persiapan penuh guna menghadapi serangan Khairuddin Barbarossa di tanah mereka sendiri, Jibraltar, yang telah mereka bentengi dengan baik.
Akhirnya, tibalah hari yang sangat menentukan. Pada tanggal 20 Agustus 1540, Khairuddin Barbarossa menyerang Jibraltar. Kota ini telah dibentengi dengan ketat ; orang-orang Spanyol mengerahkan semua pasukan mereka untuk menghadapi pasukan kaum Muslimin. Mereka bahkan menarik pulang Don Bernardo dan Mendosa dari Sicilia untuk menggantikan Admiral Don Alvaro de Bazon. Barbarossa melancarkan serangan itu dengan armada berkekuatan 16 kapal, diawaki oleh 100 pelaut dan 2.000 prajurit. Dalam waktu kurang dari 10 hari, ia menginjakkan kakinya di pantai Jibraltar.
Orang-orang Spanyol hampir tidak dapat menghadapi serangan gencar khilafah Utsmaniyyah itu dan terpaksa mengurung diri di dalam kota. Mereka tidak mampu menghadapi pasukan Barbarossa di medan perang terbuka. Meskipun akhirnya pengepungan itu terpaksa dihentikan karena kekurangan perbekalan dan kurangnya dukungan di darat, namun usaha tersebut telah mencatat nama Khairuddin Barbarossa dengan tinta emas perjuangan kaum Muslimin.
Khairuddin Barbarossa  meninggal tahun 1546. Tekadnya untuk menaklukkan Semenanjung Iberia tetap tak terwujudkan, tetapi ia memperoleh “tempat abadi” di dalam sejarah peperangan laut sebagai orang yang telah menghantarkan Khilafah Turki Utsmaniyyah sebagai negara berkekuatan maritim yang paling hebat di zamannya.
Selama masa kepemimpinannya dalam armada perang khilafah Utsmaniyyah, kurang lebih 14 tahun, wibawa dan kekuatan negara berdiri kukuh dan merupakan babak keemasan dalam sejarah Islam. Sejarawan mana pun akan mengabadikan nama Khairuddin Barbarossa, Si janggut Merah, sebagai pahlawan Islam yang gagah berani di lautan. Bahkan, untuk beberapa waktu lamanya, armada Turki senantiasa melepas tembakan salvo sebagai tanda penghormatan untuk mengingat Khairuddin Barbarossa setiap kali berlayar meninggalkan Tanduk Emas. Wallahu ‘alam bis showab! 

Senin, 01 November 2010

Cara Menolak Thaghut

Pertama dan terakhir kewajiban seorang Muslim adalah Tauhid; dan pilar pertama Tauhid adalah kufur bi thaghut, atau menolak thaghut. Tidak diragukan lagi, seseorang tidak bisa menjadi seorang Muslim kecuali dia menolak semua bentuk thaghut, apakah itu dalam bentuk konsep, objek nyata atau seseorang (seperti penguasa yang tidak menerapkan hukum Islam, atau ulama yang membolehkan apa yang Allah larang).

At-Thaghut  telah didefenisikan oleh para Shahabat dan ulama terdahulu yang mengikuti Najhu us Salaf (di jalan orang-orang salaf) sebagai berikut: “Sesuatu yang disembah, ditaati, atau diikuti selain daripada Allah.”
Imam Malik bin Anas r.h. berkata:
“At-Thaghut adalah sesuatu yang disembah di samping Allah swt.”  (Diriwayatkan oleh Al-Jaami’ li Ahkam Al-Qur’an oleh Imam al-Qurthubi)
Imam Ibnu Qayim r.h. berkata:
At -haghut adalah seseorang yang menghormati seseorang melibihi batasan yang seharusnya, apakah seseorang itu menyembah, menaati atau mengikuti.” (Diriwayatkan dalam Thalaathatul Usul)

Syeikhul Islam, Muhammad bin Abdul Wahhab r.h. berkata:
“Dan Thaghut, secara umum, adalah sesuatu yang disembah selain daripada Allah, dan dia setuju untuk disembah, diikuti atau ditaati.”
(Risalatun fii Ma’naa at-Thaghut oleh Syeikh Muhammad bin Abdul Wahaab)

Seseorang bisa menghabiskan separuh hidupnya untuk membicarakan Islam, Jihad, Haji, Shalat, Dakwah, Qur’an, Sunnah, Shiyaam dan sebagainya, tetapi jika dia tidak menolak thaghut ini tidak ada gunanya. Ini karena menolak thaghut adalah syarat pertama untuk menjadi Muslim. Ini mancakup bagian pertama dalam kalimat Tauhid:

1.     Laa ilaaha (an- Nafie – menolak thaghut dan Tuhan-tuhan palsu)
2.     Illallah (Al-Ithbaat – menetapkan untuk beriman)
At Takhalii qablat Tahalii adalah sesuatu yang sangat masyhur di antara ‘ulaama dan tullabul ‘ilm yang berarti: ‘manolak sebelum menetapkan’. Seseorang tidak bisa menetapkan beriman kepada Allah dan beriman kepada Rasul-Nya, kitab-Nya sampai dia menolak semua bentuk kekufuran, syirik, bid’ah.

Kunci untuk memahami Kalimah Tauhid
Allah swt. berfirman:
“…barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus…” (QS Al Baqarah 2: 256)
Memahami kalimah  adalah kondisi pertama dari Tauhid dan sebuah kewajiban bagi setiap kaum Muslimin. Allah swt. telah menginformasikan kepada kita pada ayat di atas bahwa hanya dengan menolak thaghut kemudian beriman kepada Allah, selanjutnya akan mencapai sukses di akhirat. Rasulullah saw. bersabda: 
“Seseorang yang mati dan memahami laa ilaaha illaallah akan masuk surga.” (HR Muslim)

Selanjutnya, rahasia untuk memahami kalimat adalah dalam menolak thaghut. Ini adalah sesuatu yang sangat penting bagi kita untuk mempalajari bagaimana cara untuk menolak thaghut – jika kita ingin mempunyai pemahaman yang tepat untuk memahami Laa ilaaha illallah.

Bagaimana Menolak Thaghut

1.    Mendeklarasikan Thaghut itu Batil
Cara pertama menolak thaghut memerlukan keyakinan  bahwa semua tawaghit adalah batal dan tidak berguna sedikit pun untuk ditaati atau pun disembah. Sebagian orang mungkin tidak menyembah thaghut, tetapi mereka tidak mempercayai bahwa itu adalah sesuatu yang salah secara mutlak. Thaghut adalah kufur sebagaimana seorang Muslim membutuhkan untuk percaya bahwa Islam satu-satunya yang benar sedangkan agama yang lain adalah salah, dan bahwa Allah adalah satu-satunya Tuhan yang benar dan semua Tuhan yang lain adalah batil. Allah swt. berfirman:
“Dan (ingatlah), ketika Kami memberikan tempat kepada Ibrahim di tempat Baitullah (dengan mengatakan): "Janganlah kamu memperserikatkan sesuatu pun dengan Aku dan sucikanlah rumah-Ku ini bagi orang-orang yang thawaf, dan orang-orang yang beribadat dan orang-orang yang ruku' dan sujud.”(QS Al Hajj 22: 62)  
2.    Menjauh dari Thaghut 
Allah swt. berfirman telah mengutus Rasul kepada seluruh umat manusia dengan risalah yang sama: menyembah dan menaati Allah semata, dan manjauhi thaghut:
“Dan sungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu", maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah kamu dimuka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul).”  (QS An Nahl 16: 36)

Perintah untuk manjauh mempunyai implikasi yang besar daripada ‘tidak mendukung’. Ini karena sebuah perintah untuk menjauhi adalah lebih besar daripada perintah untuk tidak melakukan (dalam ushul fiqh). Seperti contoh, Allah swt. memerintahkan kita untuk menjauhi alkohol; untuk alasan yang lebih besar adalah tidak dibolehkan untuk membawa sebotol bir. Sama halnya dengan Allah memerintahkan kita untuk menjauhi thaghut. Jika mendekati thaghut saja tidak dibolehkan, apalagi untuk membiarkan seseorang untuk menjadi asistennya, sekutu, menteri ataupun mufti, selanjutnya, Rasulullah saw. bersabda:
“Siapa saja yang menyembah (menaati atau mengikuti) tawaghit adalah tawaghit.” (HR Muslim no. 182)
Berdasarkan hadits ini, kita bisa mengambil sebuah prinsip: seseorang yang menyembah, mengikuti, atau menaati thaghut adalah thaghut.
Umar bin Khattab berkata: “Thaghut adalah syaitan.” Untuk membuat prinsip di atas menjadi lebih mudah dipahami dan lebih tidak bisa disangkal. Istilah thaghut bisa diganti dengan syaitan. Bukanlah itu adalah kufur akbar, atau bahkan syirik, untuk menjadi mufti syaitan dari syaitan (yang bisa berbentuk jin dan manusia)? Bukankah itu murtad untuk bergabung dengan tentara atau polisi syaitan? Bukankah kufur untuk menjadi representatif dari syaitan? Hanya seseorang yang tidak mempunyai pemahaman yang baik saja tentang laa ilaaha ilallah yang akan menjawab tidak.

Ini adalah sesuatu yang mengejutkan bagi orang-orang Murji’ah (orang yang memisahkan iman dari perbuatan) yang membuat beberapa keringanan untuk para mufti thaghut dan memberikan mereka ‘manfaat yang meragukan’ tetapi tidak membuat sebuah keringan bagi ulama haq yang mempunyai walaa’ dengan kaum Muslimin dan mempunyai baraa’ah kepada Kuffar. Mereka menghabiskan berjam-jam untuk berbicara tentang ‘kabaikan’ dari mufti thaghut dan orang-orang yang bersekutu dengan penguasa murtad, namun mereja tidak bisa menemukan sebuah hal baik pun untuk mengatakan tentang orang-orang yang menaati perintah Allah dan menjauhi thaghut. Pada puncaknya, mereka mempunyai keberanian untuk menyalahkan dan mengkritik orang-orang, mentakfir atas orang-orang yang membenarkan keberadaan thaghut, kemudian mendukungnya dengan membuat fatwa. Irjaa ini, penyimpangan dan kemunafikan perlu dihilangkan dari umat Muslim.

Seseorang yang men-takfir kepada pendukung, mufti, atau menteri syaitan (thaghut) tidak akan pernah disalahkan oleh seorang Muwahid (seseorang yang memiliki tauhid yang lurus).

3.    Mendeklarasikan kebencian kepada Thaghut
Kita harus mendeklarasikan bahwa semua thaghut adalah musuh kita sebagaimana mereka adalah musuh-musuh Allah. Jika seseorang tidak mendeklarasikan bahwa mereka adalah batil, menjauhi mereka dan mendeklarasikan kebencian kepada mereka, berarti dia tidak menolak thaghut. Secara alami, jika seseorang memahami bahwa thaghut adalah musuhnya, dia tidak akan bersekutu dengannya atau menjadi mufti dari rezim kufur-nya. Allah swt. berfirman:
“Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia; ketika mereka berkata kepada kaum mereka: "Sesungguhnya kami berlepas diri daripada kamu dari daripada apa yang kamu sembah selain Allah, kami ingkari (kekafiran)mu dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja…” (QS Al-Mumtahanah 60: 4)

Yaa Allah swt ! Berikanlah kerbekahanmu kepada Ibrahim a.s. dan juga atas keluarga Ibrahim! Sungguh mereka adalah Muwahidin yang benar, mereka menjauh dari thaghut dan mendeklarasikan kebencian terhadap mereka.

Anbiyaa’ dan Salihiin tidak mentolerir ulama untuk berada pada pintu penguasa tiran. Selanjutnya, tidak dibolehkan untuk berada di pintu penguasa thaghut yang telah bersekutu dengan orang-orang yang memerangi kaum Muslimin dan menolak syari’ah.
4.     Membenci Thaghut 
5.     Setelah kita mendeklarasikan thaghut adalah batil, menjauh darinya dan mendeklarasikannya untuk menjadi musuh kita, kita seharusnya kemudian membenci thaghut. Dalam Islam, tidak ada konsep “menyukai musuh”. Faktanya, ini telah dilarang untuk mencintai musuh kita dan melakukannya adalah sebuah kebodohan

10 Pembatal Keislaman

Diantara 10 perkara yang bisa membatalkan seseorang dari keislaman adalah; syirik, tidak mengkafirkan orang musyrik, memperolok-olok agama Allah, sayang pada orang kafir dan memusuhi saudara Islam Banyak orang mengira, setelah mengucapkan dua kalimah Syahadat predikat “Islam” langsung bersandar pada seseorang. Padahal, predikat itu bisa hilang alias batal jika tidak berhati-hati dalam menjaga amalan dalam hidupnya. Di bawah ini ada 10 amalan yang bisa menjadikannya pembatal keislaman seseorang; 
Syirik dalam beribadah kepada Allah SWT

Syirik adalah termasuk dosa besar. Karena dia menyamakan Allah (sebagai khalik) dengan manusia atau benda (sebagai makhluk). Allah berfirman, “Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa orang yang menyekutukan Dia dengan sesuatu, dan mengampuni dosa-dosa lainnya bagi yang Dia kehendaki.” (An-Nisa’: 116)

Menjadikan suatu benda (makluk) sebagai perantara antara dirinya dengan Tuhannya

Orang-orang seperti ini, biasanya selalu menempatkan benda-benda atau makhluk ciptaan Allah sebagai perantara antara dirinya dengan Allah. Misalnya dengan berdo’a atau memohon ampun dan meminta syafaat melalui benda itu. Baik melalui benda mati atau benda hidup. Termasuk manusia atau hewan sekalipun. Meminta kaya dengan keris atau jimat. Meminta diberi panjang umur, cepat mendapat jodoh melalui makam-makan orang yang sudah mati.

Di beberapa kota di Indonesia, bahkan dikenal adat berebut kotoran hewan atau berebut air bekas cucian keris warisan raja-raja agar mendapatkan barakah. Perbuatan seperti ini sama halnya menundukkan benda setara dengan Tuhannya. Sikap seperti ini merupakan salah satu pembatal keislaman.

Tidak mengkafirkan orang musyrik dan membenarkan madzab mereka.

Sikap Islam sudah jelas, orang musyrik adalah kafir. Sayangnya, perkembangan dunia sekarang ini justru terbalik. Hanya karena ingin sebutan kaum moderat atau entah karena kedekatan hubungan, sebagian kalangan Islam segan menyebut istilah musyrik dan kafir bagi orang yang keluar dari Islam. Sikap seperti ini merupakan salah satu pembatal keislaman.

Lebih mengutamakan hukum thoghut daripada hukum Allah dan petunjuk RasulNya

Saydina Umar al-Khattab mengatakan, taghut adalah syaitan. Jabir menjelaskan bahwa taghut itu adalah tukang-tukang tenung yang turun padanya syaitan-syaitan. Menurut Ibnu Qayyim Al-Jauzi, taghut ialah setiap apa yang melampaui oleh seseorang hamba di dalam penyembahan, ikut dan taat, pada hukum selain yang diperintahkan dalam kitabullah dan Sunnah Rasulullah. Siapa yang berhukum kepada taghut mereka kufur dengannya.

Imam Malik berkata, taghut ialah apa yg disembah selain Allah SWT.

Tidak menyukai, bahkan membenci sunnah Rasulullah SAW

Allah berfirman, Yang demikian itu adalah karena sesungguhnya mereka mengikuti apa yang menimbulkan kemurkaan Allah dan (karena) mereka membenci (apa yang menimbulkan keridhaanNya; sebab itulah Allah menghapus (pahala) amal-amal mereka.”

Mengejek atau memperolok dinullah (agama Allah), al-Islam, baik menyangkut pahala-Nya atau tentang berbagai ketentuan hukum-Nya

Kasus seperti ini sering terjadi. Entah bagi orang yang tidak mengerti agama atau yang mengenal sekalipun. Belakangan, sifat seperti itu justru terjadi pada orang-orang yang mengenal ilmu agama secara baik. Kebanyakan, orang-orang seperti ini adalah orang yang tidak memilik rasa percaya diri (PD) pada agamanya.

Karena bernafsu agar orang lain menyebutnya pluralisme atau eklusif, terkadang untuk agamanya sendiri mereka main-main dan memperolokkannya. Bahkan kalau perlu menjual agamanya demi kedekatan dengan orang lain yang sudah jelas berbeda agama dan hukum-hukumnya. Perlakuan seperti ini sudah membatalkan keislaman.

Allah berfirman, “Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang yang mereka lakukan itu), tentulah mereka akan menjawab, “Sesungguhnya kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja.” Katakanlah, “Apakah dengan Allah, ayat-ayatNya dan RasulNya kamu selalu berolok-olok?” “Tidak usah kamu minta maaf, karena kafir sesudah beriman...” (QS. At-Taubah: 65-66).

Mempelajari, terpikat dan mengamalkan ilmu sihir (guna-guna)

Amalan seperti adalah amalan yang paling dibenci Allah. Karena itu dengan alasan apapun, jika seorang Muslim melakukannya, yakinlah, amalan itu telah membatalkan keislaman Anda.

Membantu dan menolong orang-orang Musyrik untuk memusuhi orang-orang Islam (kaum Muslimin)

Sejak hidup hingga mati, sikap Rasulullah Muhammad cuma satu. “Keras terhadap kaum kafir dan lembut terhadap Muslimin.” Tetapi, sebagaian dari kita (kaum Muslimin) ada yang justru menjadi ‘duri dalam daging’. Mereka hidup dan mengaku sebagai Muslim, tapi amalannya digunakan justru untuk memusuhi saudara-saudaranya seiman.

Banyak kasus tokoh-tokoh Islam --bahkan sebagaian disebut ulama-- justru paling suka mengecam dan memojokkan kaum Muslimin dan hidupnya menjadi pembela orang-orang ghoirul Islam. Biasanya, mereka paling peka jika melihat sedikit kesalahan Muslimin dan menjadi pelindung orang ghoirul Islam.

Orang-orang seperti itu, kata Allah, sudah termasuk golongan dari mereka alias keluar dari Islam. “Dan barangsiapa diantara kamu mengambil mereka (Yahudi dan Nasrani) menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk ke dalam golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang zalim.” (QS. Al-Maidah: 51)

Menurut Qathlani, ciri-ciri orang yang seperti ini adalah; kaum Muslimin yang suka menyerahkan urusan Islam kepada orang musyrik dan mereka yang suka membela kedzaliman orang musyrik.

Rasulullah bersabda, “Mencaci maki sesama muslim adalah perbuatan yang fasik, dan membunuh orang muslim adalah perbuatan kafir.” (HR. Muslim)

“Barangsiapa yang berkumpul dengan orang-orang musyrik dan tinggal bersama nya maka sesungguhnya ia seperti mereka.” (HR. Abu Daud)

Berkeyakinan bahwa sebagaian manusia diperbolehkan tidak mengikuti syari’at Muhammad SAW

Kelompok seperti ini belakangan semakin hari semakin meningkat jumlahnya. Mereka merupakan kelompok orang yang hobi mengutak-atik agama Allah menurut selera akal mereka. Mereka, mendudukkan wahyu di atas akal mereka. Hujah yang sering mereka kemukakan adalah, “Muhammad adalah manusia biasa, karenanya, dia bisa salah.” Pernyataan itu kemudian mereka belokkan dengan bahasa lain; diperbolehkan tidak mengikuti syari’at Muhammad SAW. Dan mereka merusak sunnah-sunnah Nabi.

“Barangsiapa menghendaki selain Islam sebagai agama, maka tak akan diterima agama itu daripada-Nya, dan ia di akhirat tergolong orang-orang yang merugi.” (Q.S: Ali Imron:85)

Berpaling dari Dinullah (agama Allah) atau dari hal-hal yang menjadi syarat utama seorang Muslim

Syarat seorang Muslim sejati adalah melaksanakan ajaran agama Allah sesuai al-Qur’an dan Sunnah nya. Tetapi sebagaian orang --karena kesombongannya—mereka melakukan rekayasa akal dengan cara ‘menyelewengkan’ pesan Allah dalam al-Qur’an dan Sunnah-nya.

Mereka, biasanya bangga akan akalnya. Karenanya, mereka merasa, apa-apa yang sudah jelas diperintahkan oleh al-Qur’an tidak perlu dikerjakan jika tidak cocok dengan akalnya. Kesombongan mereka dihadapan Allah paling utama ketika mereka berusaha merubah al-Qur’an dan Sunnah karena dianggap tidak sesuai dengan akalnya.

Orang-orang seperti ini, biasanya mudah membuat dan merekayasa hukum Allah untuk disesuaikan dengan akalnya. Entah hukum soal menikah, waris, talak, haji dan sebagainya.

“..dan janganlah kamu menukar ayat-ayat-KU dengan harga sedikit. Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.” (Q.S: al-Maidah: 44).

Sumber: Fath al-Majid dan buku “Memurnikan Laa Ilaaha Illallah”, Muhammad Said al-Qathlani, Muhammad Bin Abdul Wahab dan Muhammad Qutb, (GIP).

Tauhid Rubbubiyyah, Mulkiyyah dan Uluhiiyah


Ustadz Ibnu Katsir dalam Mukhtashar Tafsir Ibn Katsir, jilid 3, hal 696, menjelaskan, “Ayat satu sampai tiga dari surat An-Nas, yaitu Qul A’udzu birabbinnas, malikinnas, ilaahinnas, menegaskan tiga aspek ketauhidan yang paling fundamental, yaitu Tauhid Rububiyyah, Mulkiyyah, dan Uluhiyyah”.
Tauhid Rububiyyah terambil dari kalimat Rabbinnas. Maknanya, yakin hanya Allah satu-satunya yang Maha Pencipta, Pemilik, Pengendali alam raya, dan dengan kekuasaan-Nya Ia menghidupkan dan mematikan.
Allah-lah yang menciptakan kamu, kemudian memberimu rizki, kemudian mematikanmu, kemudian menghidupkanmu (kembali)… (Q.S. Ar-Rum 30 : 40)

Tauhid Mulkiyyah terambil dari kalimat Malikinnas. Maknanya, yakin hanya Allah swt. raja atau penguasa yang sesungguhnya, penguasa yang paling berhak menentukan aturan hidup. Aturan hidup-Nya termaktub dalam Al Qur’an dan sunah Rasul. Jadi, kalau kita mau mempelajari dan mengamalkan aturan hidup itu, berarti kita telah melaksanakan Tauhid Mulkiyyah.
Allah swt. mengecam orang-orang yang tidak mengimplementasikan Tauhid Mulkiyyah dalam kehidupannya,

“Apakah hukum jahiliyyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” (Q.S. Al Maidah 5: 50)

Ustadz Sayyid Qutub menjelaskan, yang dimaksud hukum jahiliyyah adalah aturan hidup atau hukum produk manusia yang berseberangan atau bertentangan dengan nilai-nilai Qur’ani. Misalnya, saat pembagian waris kita lebih suka menggunakan hukum waris adat ketimbang hukum waris Islam, padahal hukum waris adat banyak yang bertentangan dengan ajaran Islam. Ini kan pelanggaran terhadap tauhid mulkiyyah.

Adapun hukum atau aturan buatan manusia yang tidak bertentangan atau sejalan dengan nilai-nilai Islam, tentu tidak disebut hukum jahiliyyah, dan kita pun wajib menaatinya untuk kemashlahatan. Misalnya kita harus menghentikan kendaraan bila lampu merah menyala, aturan ini harus kita taati karena tidak menyalahi aturan Islam dan bermanfaat untuk kemaslahatan. Saat ujian kita tidak boleh nyontek, ini aturan yang wajib ditaati karena senafas dengan ajaran Islam yang menekankan kejujuran dalam segala hal.

Tauhid Uluhiyyah terambil dari kalimat Ilaahinnas. Maknanya, suatu keyakinan bahwa hanya Allah swt. yang paling berhak untuk diibadahi.

“Dan tidaklah Kami mengutus seorang rasul sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepada mereka bahwa tiada Tuhan selain Aku, maka beribadahlah hanya kepada-Ku.” (Q.S. Al Anbiya 21: 25)
Kalau kita cermati, sesungguhnya kaum jahiliyyah yang menentang dakwah Rasul memiliki tauhid rububiyyah, mari simak ayat berikut,

“Dan sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka: “Siapakah yang menjadikan langit dan bumi serta menundukkan matahari dan bulan?” Tentu mereka akan menjawab “Allah”, maka bagaimana mereka (dapat) dipalingkan (dari jalan yang benar). (Q.S. Al-Ankabut 29: 61)

Menurut ayat ini, mereka yakin kalau Allah itu yang menciptakan langit dan bumi serta mengatur peredaran alam semesta. Ini indikator tauhid rububiyyah, namun mereka tidak memiliki tauhid uluhiyyah. Orang yang punya tauhid rububiyyah belum tentu memiliki tauhid uluhiyyah.

Mari kita proyeksikan analisis ini pada kehidupan kita. Kalau kita bertanya, “Apa kamu yakin Allah yang menciptakan dan memberi rizki serta kehidupan kepadamu?” Jawabnya, “Ya saya yakin.” Ini adalah tauhid rububiyyah. Tapi kenyataannya, yang disembah bukan Allah, tapi kedudukan dan harta. Artinya, tidak jarang orang meninggalkan shalat karena sibuk rapat, menyogok supaya dapat tender, menghalalkan segala cara demi kedudukan, dll.

Kalau sudah begini, berarti yang menjadi Tuhannya bukan Allah, tapi harta dan kedudukan. Dahulu, Tuhan orang-orang jahiliah adalah berhala, dan orang sekarang Tuhannya adalah kedudukan dan harta. Ini merupakan gambaran bahwa banyak umat Islam yang memiliki tauhid rububiyyah namun tidak punya tauhid uluhiyyah. Sungguh tragis! Nah, ayat satu sampai tiga dari surat An-Nas mengingatkan bahwa tauhid rububiyyah, mulkiyyah, dan uluhiyyah harus kita miliki seluruhnya agar ketauhidan itu sempurna.

Kesimpulannya, Tauhid Rububiyyah maknanya suatu keyakinan bahwa hanya Allah swt. satu-satunya Yang Maha Pencipta dan Pengatur. Tauhid Mulkiyyah maknanya suatu keyakinan bahwa hanya Allah swt. yang memiliki hak untuk memberikan aturan atau hukum dalam hidup ini, aturan-Nya itu termaktub dalam Al Qur’an dan Sunah. Dan Tauhid Uluhiyyah maknanya suatu keyakinan bahwa hanya Allah swt. yang paling berhak diibadahi dan diberi loyalitas. Wallahu A’lam.

Senin, 06 September 2010

Ketika Iblis Lebih Sopan Dari Banyak Ulama

Segala puji hanya milik Allah Rabbal ‘Alamin, shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada penutup para nabi. wa ba’du:
Ketika bashirah telah tertutup dan akal sehat telah tiada serta kecintaan kepada dunia telah menjalar, maka pengetahuan agama menjadi tidak berguna dan malah menjadi bencana serta sumber penyesatan yang membinasakan, sehingga menjadikan orangnya lebih lancang dan lebih kafir dari iblis laknatullah.
Itulah realita banyak da’i dan sarjana universitas yang berlebel Islam pada masa sekarang dimana mereka itu telah meninggalkan prinsip tauhid dan jihad dan malah menjadi pengusung jalur demokrasi. Seharusnya mereka itu menjadi pelopor umat dalam dakwah tauhid dan jihad untuk menegakkan kalimat Allah dan menggerakkan umat untuk menyingkirkan para thaghut yang telah mengotori bumi Allah dengan kebejatan dan yang telah merampas kebebasan umat Islam, namun ternyata para da’i dan sarjana itu malah bergandeng tangan dengan para perusak itu menggagahi umat dan mengotori kehormatan agama Allah, bahkan dengan dalih agama.
Diantara mereka berdalih dengan jabatan Nabi Yusuf ‘alaihissalam pada raja yang kafir sebagai menteri pangannya untuk melegalkan jabatan sebagai menteri atau anggota parlemen pada pemerintahan thaghut masa sekarang. Jadi menurut mereka jabatan menteri atau legislatif sekarang ini adalah boleh dan sah-sah saja karena Nabi Yusuf ‘alaihissalam juga menempatinya pada raja yang kafir di Mesir.
Kita bertanya kepada mereka: Apakah Nabi Yusuf ‘alaihissalam saat menjadi menteri di raja yang kafir itu, beliau menerapkan atau memakai undang-undang raja (thaghut) ataukah memakai hukum Allah?
Kalau mereka menjawab: Beliau memakai hukum Allah ta’ala.
Maka kita bertanya: Kalau para da’i kalian yang menjadi menteri atau anggota Parlemen, apakah yang diikuti dan dijalankannya hukum Allah ta’ala ataukah undang-undang buatan?
Mereka pasti menjawab: Memakai undang-undang buatan.
Maka kita katakan: Kalau begitu kenapa kalian menyamakan posisi Nabi Yusuf ‘alaihissalam yang tidak memakai hukum thaghut dengan posisi mereka yang memakai hukum thaghut, bukankah ini qiyas yang tidak sama?!!!
Kemudian kalau mereka malah menjawab: “Bahwa Nabi Yusuf ‘alaihissalam itu memang memakai hukum raja (thaghut).”
Maka kita katakan: Kalian mendustakan Al Qur’an dan bahkan kalian kafir melebihi kekafiran iblis laknatullah.
Pertama “Kalian mendustakan Al Qur’an” karena kalian mendustakan firman Allah ta’ala :

مَا كَانَ لِيَأْخُذَ أَخَاهُ فِي دِينِ الْمَلِكِ

“Tidak mungkin dia (Yusuf) membawa saudaranya ke dalam undang-undang raja.” [Yusuf: 76]
Sedangkan orang yang mendustakan Al Qur’an adalah orang kafir, sebagaimana firman-Nya :

فَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّن كَذَبَ عَلَى اللَّهِ وَكَذَّبَ بِالصِّدْقِ إِذْ جَاءهُ أَلَيْسَ فِي جَهَنَّمَ مَثْوًى لِّلْكَافِرِينَ

“Maka siapakah yang lebih zalim daripada orang yang membuat-buat kebohongan terhadap Allah dan mendustakan kebenaran yang telah datang kepadanya? Bukankah di neraka Jahannam ada tempat tinggal bagi orang-orang kafir?.” [Az Zumar : 32]
Dan diantara kebenaran yang telah datang itu adalah pemberitahuan Allah bahwa Yusuf ‘alaihissalam tidak memakai hukum raja (thaghut) dan justru ia memakai hukum Allah ta’ala, yaitu bahwa si pencuri itu dijadikan budak selama satu tahun sebagaimana itu adalah syari’at Nabi Ya’qub ‘alaihissalam. Yusuf ‘alaihissalam berkata saat saudara-saudaranya meminta agar saudaranya itu digantikan dengan salah seorang dari mereka :

قَالَ مَعَاذَ اللّهِ أَن نَّأْخُذَ إِلاَّ مَن وَجَدْنَا مَتَاعَنَا عِندَهُ إِنَّآ إِذًا لَّظَالِمُونَ

“Dia (Yusuf) berkata :”Aku memohon perlindungan kepada Allah dari menahan (seseorang), kecuali orang yang kami temukan harta kami padanya, jika kami (berbuat) demikian, berarti kami orang yang zalim.” [Yusuf : 79]
Kemudian pernyataan kami bahwa kalian ini lebih kafir dari iblis laknatullah adalah dikarenakan iblis saat bersumpah di hadapan Allah akan menyesatkan semua manusia, namun ia mengecualikan hamba-hamba Allah yang mukhlashin (terpilih), yaitu bahwa mereka tidak akan bisa dia sesatkan.

قَالَ فَبِعِزَّتِكَ لَأُغْوِيَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ، إِلَّا عِبَادَكَ مِنْهُمُ الْمُخْلَصِينَ

“(Iblis) berkata: ”Demi kemuliaan-Mu, pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-hamba Mu yang terpilih di antara mereka.” [Shaad : 82-83]
Yaitu iblis tidak akan bisa menjerumuskan hamba-hamba Allah yang terpilih ke dalam dosa apalagi ke dalam kekafiran dan kemusyrikan. Sedangkan Yusuf ‘alaihissalam itu adalah termasuk hamba-hamba Allah yang terpilih, sebagaimana firman-Nya ta’ala :

كَذَلِكَ لِنَصْرِفَ عَنْهُ السُّوءَ وَالْفَحْشَاء إِنَّهُ مِنْ عِبَادِنَا الْمُخْلَصِين

Demikianlah, Kami palingkan darinya keburukan dan kekejian. Sungguh dia (Yusuf) termasuk hamba Kami yang terpilih.” [Yusuf : 24]
Sedangkan kalian dengan menyatakan bahwa Yusuf ‘alaihissalam itu memakai hukum raja berarti telah menuduh beliau melakukan kekafiran dan kemusyrikan, karena tahakum (merujuk hukum) kepada hukum buatan (thaghut) adalah kekafiran, sebagaimana firman-Nya perihal orang yang berpaling dari hukum Allah ta’ala kepada hukum buatan (thaghut):

أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ يَزْعُمُونَ أَنَّهُمْ آمَنُواْ بِمَا أُنزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنزِلَ مِن قَبْلِكَ يُرِيدُونَ أَن يَتَحَاكَمُواْ إِلَى الطَّاغُوتِ وَقَدْ أُمِرُواْ أَن يَكْفُرُواْ بِهِ

“Apakah kamu tidak memperhatikan kepada orang-orang yang mengklaim bahwa mereka itu beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelummu, akan tetapi mereka ingin merujuk hukum kepada thaghut, padahal mereka sudah diperintahkan untuk kafir terhadapnya.” [An Nisa: 60]
Juga vonis kafir yang Allah ta’ala berikan bagi orang yang berpaling dari memutuskan dengan hukum Allah dan malah memakai hukum buatan :

وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَا أَنزَلَ اللّهُ فَأُوْلَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ

“Dan barangsiapa tidak memutuskan dengan apa yang telah Allah turunkan, maka mereka itulah orang-orang yang kafir.” [Al Maidah : 44]
Juga vonis musyrik yang Allah ta’ala sematkan bagi orang yang mengikuti satu hukum buatan (thaghut):

وَإِنْ أَطَعْتُمُوهُمْ إِنَّكُمْ لَمُشْرِكُونَ

“Dan bila kalian mematuhi mereka, maka sesungguhnya kalian benar-benar orang musyrik.” [Al An’am : 121]
Jadi kalian mengetahui bahwa kenapa iblis laknatullah lebih sopan daripada kalian…?!!!
Terus kami bertanya kepada kalian : Apakah Nabi Yusuf saat memangku jabatan menteri itu beliau mengikrarkan sumpah atau janji setia kepada undang-undang raja (thaghut)?
Kalau kalian menjawab: Tidak,” Maka kami bertanya lagi: Kalau para menteri atau anggota parlemen demokrasi sekarang saat menjabat jabatan-jabatannya itu mengikrarkan sumpah atau janji setia kepada UUD dan undang-undang thaghut atau tidak?
Bila kalian menjawab –dan memang harus menjawab-: ya, mengikrarkan.”
Maka kami katakan: Kalau demikian halnya, kenapa kalian menyamakan posisi Yusuf ‘alaihissalam yang tidak bersumpah setia kepada thaghut dengan menteri dan anggota parlemen kalian yang mengikrarkan sumpah dan janji setia kepada thaghut?!!! Bukankah ini penyamaan dua hal yang berbeda, dan kemana akal kalian?!!! Apa sudah lenyap bersama rupiah dan mobil mewah …?!!!
Kalau kalian menjawab: Bahwa Yusuf ‘alaihissalam bersumpah setia kepada hukum raja (thaghut).”
Maka kami katakan: Kalian lebih bejat dari iblis, karena janji setia atau sumpah setia kepada hukum buatan itu adalah kemurtaddan, sebagaimana firman-Nya ta’ala :

إِنَّ الَّذِينَ ارْتَدُّوا عَلَى أَدْبَارِهِم مِّن بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمُ الْهُدَى الشَّيْطَانُ سَوَّلَ لَهُمْ وَأَمْلَى لَهُمْ ، ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا لِلَّذِينَ كَرِهُوا مَا نَزَّلَ اللَّهُ سَنُطِيعُكُمْ فِي بَعْضِ الْأَمْرِ

“Sesungguhnya orang-orang yang berbalik (kepada kekafiran), setelah petunjuk itu jelas bagi mereka, setanlah yang merayu mereka dan memanjangkan angan-angan mereka. Yang demikian itu, karena sesungguhnya mereka telah mengatakan kepada orang-orang yang tidak senang kepada apa yang diturunkan Allah: “Kami akan mematuhi kalian dalam sebagian urusan.” [Muhammad: 25-26]
Padahal Yusuf ‘alaihissalam termasuk hamba Allah yang terpilih yang dikecualikan iblis dari bisa disesatkan.
Segala puji bagi Allah yang telah memberikan kesehatan akal pikiran….
Kalau kalian bertanya: Jadi bagaimana posisi Yusuf ‘alaihissalam yang menjadi menteri di raja kafir itu sebenarnya?
Ketahuilah bahwa Yusuf ‘alaihissalam diangkat menjadi menteri oleh raja yang kafir dengan keleluasaan penuh tanpa batas setelah beliau mentakwil mimpi si raja, diketahui kejujurannya dan setelah beliau berbicara dengan raja tentang suatu hal:

وَقَالَ الْمَلِكُ ائْتُونِي بِهِ أَسْتَخْلِصْهُ لِنَفْسِي فَلَمَّا كَلَّمَهُ قَالَ إِنَّكَ الْيَوْمَ لَدَيْنَا مِكِينٌ أَمِينٌ

“Dan raja berkata: “Bawalah dia (Yusuf) kepadaku, agar aku memilih dia (sebagai orang yang dekat) kepadaku.” Ketika dia (raja) telah bercakap-cakap dengan dia (Yusuf), dia (raja) berkata: “Sesungguhnya kamu (mulai) hari ini menjadi orang yang berkedudukan tinggi di lingkungan kami dan dipercaya.” [Yusuf : 54]
Apakah materi pembicaraan Yusuf ‘alaihissalam dengan raja itu? Apakah cerita cinta isteri Al Aziz kepadanya dan keterpesonaan para wanita terhadapnya? Apakah cerita semacam itu layak dilontarkan seorang rasul kepada seorang tokoh penting yaitu si raja? Ataukah kita mesti menafsirkan materi pembicaraan itu dengan husnudhdhan kepada Yusuf ‘alaihissalam karena posisinya sebagai rasulullah? Ya, ini yang semestinya kita lakukan, dimana kita harus memastikan materi pembicaraan rasulullah kepada si raja itu adalah penjelasan inti dakwah rasul, sebagaimana firman-Nya ta’ala :

وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَّسُولاً أَنِ اعْبُدُواْ اللّهَ وَاجْتَنِبُواْ الطَّاغُوتَ

“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus seorang rasul pada setiap umat, (mereka menyerukan): ”Ibadahlah kalian kepada Allah dan jauhilah thaghut itu.”” [An Nahl :36]
Jadi beliau itu mengajak si raja untuk bertauhid, yaitu ibadah hanya kepada Allah ta’ala dan menjauhi segala thaghut, sebagaimana Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam menyurati dan mengajak para raja untuk masuk Islam dengan tunduk kepada ajaran Allah ta’ala. Dan ternyata si raja itu walaupun dia tidak menerima ajakan Yusuf ‘alaihissalam untuk bertauhid, akan tetapi dia tidak mempermasalahkan prinsip Yusuf ‘alaihissalam itu dan malah mempersilahkan berbuat sesuka hati dengan memberikan kepadanya kedudukan yang tinggi tanpa batas lagi tidak diikat oleh hukumnya lagi diberikan kepercayaan seluas-luasnya untuk mengurusi ekonomi negerinya: “Sesungguhnya kamu (mulai) hari ini menjadi orang yang berkedudukan tinggi di lingkungan kami dan dipercaya.” [Yusuf : 54]
Jadi beliau ini seolah negara di dalam negara, dan apakah para menteri zaman ini dan para anggota parlemen bisa melaksanakan tugasnya di luar UUD dan UU yang berlaku di negeri ini dan mereka seluas-luasnya memakai hukum Islam?!!!… Mana mungkin … Mimpi kali …!!!
Kemudian tamkin (kedudukan leluasa tanpa batas dari raja) yang didapatkan Yusuf ‘alaihissalam itu sebenarnya adalah tamkin dari Allah ta’ala:

وَكَذَلِكَ مَكَّنِّا لِيُوسُفَ فِي الأَرْضِ يَتَبَوَّأُ مِنْهَا حَيْثُ يَشَاء

“Dan demikianlah Kami memberikan kedudukan kepada Yusuf di negeri ini (Mesir), untuk tinggal di mana saja yang dia kehendaki.” [Yusuf : 56]
Dengan tamkin dari Allah ta’ala ini Yusuf bisa leluasa kemana saja pergi di negeri Mesir, sedangkan ciri-ciri dan sifat-sifat orang yang diberikan tamkin di muka bumi itu adalah :

الَّذِينَ إِن مَّكَّنَّاهُمْ فِي الْأَرْضِ أَقَامُوا الصَّلَاةَ وَآتَوُا الزَّكَاةَ وَأَمَرُوا بِالْمَعْرُوفِ وَنَهَوْا عَنِ الْمُنكَرِ

“(Yaitu) orang-orang yang jika Kami beri kedudukan di bumi, mereka mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan memerintahkan berbuat yang ma’ruf dan melarang dari yang mungkar.” [Al Hajj : 41]
Jadi Yusuf ‘alaihissalam memerintahkan berbuat yang ma’ruf, melarang dari yang mungkar, mendirikan shalat dan menunaikan zakat. Sedangkan perbuatan ma’ruf tertinggi adalah tauhid dan perbuatan mungkar terburuk adalah syirik. Berarti Yusuf ‘alaihissalam menjaharkan tauhid dan mendakwahkannya dengan leluasa, bagaimana tidak, sedangkan pada saat beliau ditindas dan pada kondisi dipenjara saja beliau menjaharkan tauhid, sebagaimana ucapannya kepada kawan-kawannya di sel :

إِنِّي تَرَكْتُ مِلَّةَ قَوْمٍ لاَّ يُؤْمِنُونَ بِاللّهِ وَهُم بِالآخِرَةِ هُمْ كَافِرُونَ، وَاتَّبَعْتُ مِلَّةَ آبَآئِي إِبْرَاهِيمَ وَإِسْحَقَ وَيَعْقُوبَ مَا كَانَ لَنَا أَن نُّشْرِكَ بِاللّهِ مِن شَيْءٍ ذَلِكَ مِن فَضْلِ اللّهِ عَلَيْنَا وَعَلَى النَّاسِ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لاَ يَشْكُرُون، يَا صَاحِبَيِ السِّجْنِ أَأَرْبَابٌ مُّتَفَرِّقُونَ خَيْرٌ أَمِ اللّهُ الْوَاحِدُ الْقَهَّارُ، مَا تَعْبُدُونَ مِن دُونِهِ إِلاَّ أَسْمَاء سَمَّيْتُمُوهَا أَنتُمْ وَآبَآؤُكُم مَّا أَنزَلَ اللّهُ بِهَا مِن سُلْطَانٍ إِنِ الْحُكْمُ إِلاَّ لِلّهِ أَمَرَ أَلاَّ تَعْبُدُواْ إِلاَّ إِيَّاهُ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لاَ يَعْلَمُونَ

“Sesungguhnya aku telah meninggalkan millah kaum yang tidak beriman kepada Allah, dan mereka itu tidak beriman kepada hari akhirat, dan aku mengikuti millah nenek moyangku: Ibrahim, Ishaq dan Ya’qub. Tidak pantas bagi kami (para nabi) mempersekutukan apapun dengan Allah, itu adalah dari karunia Allah kepada kami dan kepada manusia (semuanya); tetapi kebanyakan manusia tidak bersyukur. Wahai kedua penghuni penjara! Manakah yang baik, tuhan yang bermacam-macam itu ataukah Allah Yang Maha Esa lagi Maha Perkasa? Apa yang kalian sembah selain Dia hanyalah nama-nama yang kalian buat-buat, baik oleh kalian sendiri ataupun oleh nenek moyang kalian. Allah tidak menurunkan suatu keterangan pun tentang hal (nama-nama) itu. Keputusan itu hanyalah milik Allah. Dia telah memerintahkan agar kalian tidak menyembah selain Dia. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” [Yusuf : 37-40]
Bila saja dalam kondisi tertindas beliau menjaharkan tauhid dan keberlepasan dari syirik, maka apalagi saat sudah diberikan tamkin dari Allah kemudian si raja pun tidak mempermasalahkannya…..
Jadi jelaslah di dalam kisah Yusuf ‘alaihissalam ini tidak ada dalil bagi para du’at kaum musyrikin yang melegalkan syirik..
Paling masalahnya adalah hukum bekerja di raja (penguasa) atau pemerintah yang kafir bagi orang yang bebas merdeka menjaharkan tauhid dan menampakkan keberlepasan dari thaghut dan syirik, sedang ini adalah kaitan dengan syari’at yang dibolehkan di dalam syari’at Yusuf ‘alaihissalam dan diharamkan di dalam syari’at Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa Sallam. Dimana Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam melarang umatnya bila penguasanya durjana (muslim memiliki tauhid tapi aniaya) dan zalim, beliau melarangnya menjadi polisi, arif (orang yang menjadi perantara antara penguasa dengan rakyatnya, semacam RT, RW, Kades dll), pemungut zakat dan pemegang perbendaharaan, maka bagaimana halnya kalau pemimpinnya kafir ?!!! maka lebih haram lagi.
Uraian ini atas dasar bahwa si raja itu kafir, namun ada sebagian ulama yang mengatakan bahwa dia itu muslim, maka ini lebih jelas lagi.
Semoga uraian ini bisa memuaskan pencari kebenaran, dan adapun lalat-lalat maka yang dia cari hanyalah kotoran, sehingga bila masalah ini sudah dibersihkan dari kotoran syubhat maka dia akan lari mencari kotoran syubhat. Tapi yakinlah bahwa setiap syubhat itu pasti ada jawabannya di dalam nash wahyu, sebagaimana janji-Nya :

وَلَا يَأْتُونَكَ بِمَثَلٍ إِلَّا جِئْنَاكَ بِالْحَقِّ وَأَحْسَنَ تَفْسِيرًا

“Dan mereka (orang-orang kafir itu) tidak datang kepadamu (membawa) sesuatu yang aneh, melainkan Kami datangkan kepadamu yang benar dan penjelasan yang paling baik.” [Al furqan : 33]

Wallahu a’lam
Pertiga akhir Sya’ban 1431 H
Mu’taqal NKB PMJ
Abu Sulaiman

Senin, 10 Mei 2010

7 STRATEGI AL-QAIDAH

7 TAHAPAN AL-QAIDA MENUJU PENEGAKKAN KHILAFAH TAHUN 2020

Oleh : Fahmi Suwaidi

Para pioner-pioner Al-Qaida telah mengidentifikasi beberapa masalah yang melanda umat Islam saat ini sehingga keadaan umat Islam kritis dan hampir tak berdaya, diantaranya yaitu:

۩ Keadaan umat Islam sekarang tidak sesuai Al-Qur’an dan As-Sunnah. Kehidupannya sangat jauh dan bahkan bertentangan dengan syari’at Islam.
۩ Pemerintahan negara- negara yang berpendudukan Islam tidak diatur dengan hukum Alloh tetapi dengan hukum kafir sekuler dan diatur oleh perpanjangan boneka kafir.
۩ Kekayaan negara-negara Islam telah dirampas oleh musuh Islam dan para munafiqin.
۩ Tidak (belum) ada yang berusaha menyelesaikan masalah umat.
۩ Adanya rekayasa untuk membuat umat Islam lemah dan terbelakang dari segi pendidikan, teknologi, budaya, kekayaan, dan seluruh segi kehidupan.
۩ Berbagai partai, ormas, dan jama’ah Islam yang ada telah gagal membuat perubahan.
۩ Arogansi musuh bertambah parah dan ketamakan mereka semakin menjadi-jadi

Setelah mereka (para pioner Al-Qaida) merumuskan masalah tersebut maka mereka menyimpulkan siapa yang menjadi dalang atau penyebab utama terjadinya kekacauan bahkan hingga menyebabkan kehancuran umat ini. Tidak lain adalah kaum Yahudi dan Nasrani Protestan Anglo Saxon (WASP-White Anglo Saxon Protestan). Hal ini mereka kaji dari penelusuran sejarah dan ayat-ayatAl-Qur’an.

Untuk melawan hegemoni dari persekutuan antara Yahudi dan WASP dengan menggunakan kekuatan militer. Kekuatan ini menurut mereka harus memiliki lembaga sendiri.

Lalu dibentuklah organisasi baru dengan nama Al-Jabhah Al-Islamiyyah li Muharobati Al-Yahudi wal Amirikan (FrontPerlawanan Islam Internasional Untuk Memerangi Yahudi dan Amerika).

Fokus pertama utama organisasi ini adalah mengumpulkan informasi tokoh-tokoh dan organisasi-organisasi yang sejalan dengan visi misi mereka.

Lalu mereka menjalin hubungan hingga membuat kamp-kamp pelatihan militer atau tadrib. Para pemuda dari berbagai penjuru dunia mulai berdatangan ke Afghanistan.

Tujuan tadrib waktu itu tidak hanya untuk menetap dan berjihad di Afghan tetapi setelah berlatih para mujahidin tersebut disebar ke penjuru dunia untuk menjalankan misi oganisasi tersebut.

Dari markas inilah muncul sebuah nama “Qoidatul Jihad Al-Mubarak“. Tujuan strategi Al-Qaida jelas yaitu mengembalikan Islam melalui penegakan Daulah Islam dan Khilafah Islamiyyah dengan Jihad.

Untuk itu para pemikir senior Al-Qaida mempelajai berbagai gerakan sejak dua abad silam. Mulai dari Syeikh Muhammad bin Abdul Wahhab di Nejd dan Hijaz, Sanusiyah di Libya, Mahdiyyah di Sudan hingga jihad Islam modern memerangi imperialis Barat.

Tidak hanya itu harokah-harokah seperti Ikhwanul Muslimin, Hizbut Tahrir, Jama’ah Islamiyyah di India dan Pakistan, Jamaluddin Afghani beserta muridnya Muhammad Abduh pun mereka pelajari. Kajian ini tidak hanya secara teori saja tetapi langsung diaplikasikan lalu membandingkan kegagalan dan kesuksesannya, kurang dan lebihnya. Hal ini terkait dengan latar belakang Al-Qaida yang terdiri dari berbagai suku, kabilah, negara, harokah, dan jama’ah. Dan inilah yang memberikan kontribusi besar bagi Al-Qaida.

Dari penelusuran berbagai gerakan yang telah ada Al-Qaida mencatat berbagai faktor kegagalan yang pernah terjadi

Ada empat faktor penyebab kegagalan :

1. Masing-masing gerakan memiliki persepsi berbeda dalam mengidentifikasi masalah.Menyebabkan semua kemampuan yang dikerahkan tidak optimal untuk dapat mencapai tujuan.
2. Berbagai gerakan tidak memiliki perencanaan yang rinci dengan tujuan, sarana, dan metode yang jelas.
3. Berbagai gerakan belum berani maju memimpin umat menggantikan pemerintahan kafir (sekuler-imperialiskomunis-sosialis-DEMOCRACY).
4. Berbagai gerakan belum mampu mengoptimalkan sumber daya manusia dan alam yang ada.

Keempat faktor itu menghasilkan poin-poin gerakan seperti berikut :

• Mujahiddin pembela negara, tempat-tempat suci, dan umat Islam adalah pemimpin yang sah secara syari.

• Pemimpin-pemimpin negara yang ada (yang tidak mau berhukum dengan syari’at) adalah perampas kekuasaan yang bersekutu dengan pasukan kafir.

• Dunia Islam saat ini telah bertentangan dengan syari’at Islam. Hal ini terjadi karena umumnya mereka besandar pada hukum buatan manusia dan bepaling dari syari’at Alloh dan juga meninggalkan jihad. Penyebab Allah menurunkan adzab.

• Harus ada perencanaan yang rinci dan gamblang, tujuan, sarana, metode yang jelas serta tetap memperhatikan kondisi umat secara lokal maupun global.

• Perubahan manusia yang beradab harus dimulai dari perubahan pemikiran dan keyakinan.

• Dan jihad adalah jalan satu-satunya.

• Jihad akan selalu tumbuh berkembang dan subur dengan gerakan yang berdasar kajian yang teratur

Dari keseluruhan poin-poin tersebut maka Al-Qaida merencanakan strategi besar yang disusun secara bertahap dalam beberapa fase.

Dan inilah 7 fase menuju kemenangan dan kejayaan umat Islam dan penegakkan Daulah Islam hingga [insya Alloh] kekhilafahan
[minimal sebagai pengusung Khilafah Islamiyyah atau Ashabu Raayati Suud-Pasukan Panji Hitam] :

7 fase menuju kemenangan

1.Fase Penyadaran : Fase ini dimulai awal 2000 dan berakhir tahun 2003. Tujuannya adalah memaksa Amerika dan sekutunya la’natullah ‘alaihim keluar dari kandangnya agar mudah untuk dijangkau alias dihancurkan.

2.Fase Membuka Mata : Fase ini diencanakan berlangsung pada tahun 2003 hingga 2006. Tujuannya adalah membuat umat sadar akan kondisinya dan menguak kedok kejahatan kaum kafirin yang dikawal oleh Amerika dan semua sekutunya.

3.Fase Kebangkitan dan Berdiri : Fase ini dilaksanakan sekitar tahun 2007-2010. Tujuannya untuk menambah personil yang sipa terjun ke bebagai medan di seluruh dunia.

4.Fase Pemulihan Keadaan : Fase ini betujuan untuk menjatuhkan kekuasaan rezim-rezim tiran yang mencengkeram negara-negara Islam dengan melakukan kontak kuat secara langsung. Fase ini direncakan sekitar tahun 2010-2013.

5.Fase Memproklamasikan Negara : Pada fase ini memfokuskan untuk mendirikan Daulah Islam dengan menggabungkan berbagai organisasi jihad dunia dan Al-Qoida yang direncakan pada tahun 2013-2016.

6.Fase Konfrontasi Total : Perang besar-besaran antara dua kubu. Kubu Mukminin dan Kubu Kafirin wa Bathilin. Perang anatar yang Haq dan yang Bathil. Perang dari sleuruh segi dan meluas ke seluruh penjuru negeri. Dengan perencanaan yang akan tejadi pada tahun 2016.

7.Fase Kemenangan Mutlaq [insya Alloh] :
Dimulai dari Fase Konfrontasi Total yang diyakini oleh para konseptor Al-Qoida akan berjalan singkat 3 atau 9 tahun. Yaitu dari tahun 2016 hingga 2019 atau 2025.

Semoga Allah melindungi dan merahmati para mujahidin dan para ulama muwahiddin yang terus menyuarakan jihad dan berupaya menegakkan khilafah Islam, membongkar kebathilan system syaithon dari komunis hingga demokrasi. Sumber: buku Masterplan Al Qaeda 2020 terbitan Jazeera.
(http://muslimdaily.net)

Minggu, 02 Mei 2010

Kebodohan mereka saat ini

Barangkali masih ada orang yang bersikeras mengatakan,“Jangan samakan kami dengan kaum kafir Qurasiy. Sebab kami ini beragama Islam, kami cinta Islam, kami cinta Nabi, dan kami senantiasa meyakini Allah lah penguasa jagad raya ini, tidak sebagaimana mereka yang bodoh dan dungu itu!” Allahu akbar, hendaknya kita tidak terburu-buru menilai orang lain bodoh dan dungu sementara kita belum memahami keadaan mereka. Saudaraku, cermatilah firman Allah ta’ala,

قُلْ لِمَنِ الْأَرْضُ وَمَنْ فِيهَا إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ (84) سَيَقُولُونَ لِلَّهِ قُلْ أَفَلَا تَذَكَّرُونَ (85) قُلْ مَنْ رَبُّ السَّمَاوَاتِ السَّبْعِ وَرَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ (86) سَيَقُولُونَ لِلَّهِ قُلْ أَفَلَا تَتَّقُونَ (87) قُلْ مَنْ بِيَدِهِ مَلَكُوتُ كُلِّ شَيْءٍ وَهُوَ يُجِيرُ وَلَا يُجَارُ عَلَيْهِ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ (88) سَيَقُولُونَ لِلَّهِ قُلْ فَأَنَّى تُسْحَرُونَ (89)

“Katakanlah; ‘Milik siapakah bumi beserta seluruh isinya, jika kalian mengetahui ?’ Maka niscaya mereka akan menjawab, ‘Milik Allah’. Katakanlah,’Lalu tidakkah kalian mengambil pelajaran ?’ Dan tanyakanlah; ‘Siapakah Rabb penguasa langit yang tujuh dan pemilik Arsy yang agung ?’ Niscaya mereka menjawab,’Semuanya adalah milik Allah’ Katakanlah,’Tidakkah kalian mau bertakwa’ Dan tanyakanlah,’Siapakah Dzat yang di tangannya berada kekuasaan atas segala sesuatu, Dia lah yang Maha melindungi dan tidak ada yang sanggup melindungi diri dari azab-Nya, jika kalian mengetahui ?’ Maka pastilah mereka menjawab, ‘Semuanya adalah kuasa Allah’ Katakanlah,’Lantas dari jalan manakah kalian ditipu?.’” (QS. Al-Mu’minuun: 84-89)
Nah, ayat-ayat di atas demikian gamblang menceritakan kepada kita tentang realita yang terjadi pada kaum musyrikin Quraisy dahulu. Meyakini tauhid rububiyah tanpa disertai dengan tauhid uluhiyah tidak ada artinya. Maka sungguh mengherankan apabila ternyata masih ada orang-orang yang mengaku Islam, rajin shalat, rajin puasa, rajin naik haji akan tetapi mereka justru berdoa kepada Husain, Badawi, Abdul Qadir Al-Jailani. Maka sebenarnya apa yang mereka lakukan itu sama dengan perilaku kaum musyrikin Quraisy yang berdoa kepada Laata, ‘Uzza dan Manat. Mereka pun sama-sama meyakini bahwa sosok yang mereka minta adalah sekedar pemberi syafaat dan perantara menuju Allah. Dan mereka juga sama-sama meyakini bahwa sosok yang mereka jadikan perantara itu bukanlah pencipta, penguasa jagad raya dan pemeliharanya. Sungguh persis kesyirikan hari ini dengan masa silam. Sebagian orang mungkin berkomentar, “Akan tetapi mereka ini ‘kan kaum muslimin” Syaikh Shalih Al-Fauzan menjawab,“Maka kalau dengan perilaku seperti itu mereka masih layak disebut muslim, lantas mengapa orang-orang kafir Quraisy tidak kita sebut sebagai muslim juga ?! Orang yang berpendapat semacam itu tidak memiliki pemahaman ilmu tauhid dan tidak punya ilmu sedikitpun, karena sesungguhnya dia sendiri tidak mengerti hakikat tauhid” (lihat Syarh Kitab Kasyfu Syubuhaat, Syaikh Shalih Al-Fauzan)