"Janganlah kamu berhati lemah dalam mengejar mereka (musuhmu). Jika kamu merasa kesakitan, maka sesungguhnya mereka pun menderita kesakitan (pula), sebagaimana kamu menderitanya, sedang kamu mengharap dari Allah apa yang tidak mereka harapkan. Dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (an-Nisa’:104)"

Rabu, 10 November 2010

KHAIRUDDIN BARBAROSSA, SUPREMASI ISLAM DI LAUTAN

Pada tahun 1947, dari seorang pengrajin tembikar yang bersahaja di Pulau Mitylene (milik Kristen Yunani) lahirlah seorang anak yang kelak ditakdirkan membangun kembali supremasi kekuatan Islam di pantai selatan Laut Tengah, setelah ia menjadi pengikut Nabi Muhammad SAW. Anak tersebut menjadi seorang muslim ketika berusia 21 tahun dan mendapatkan nama baru ‘Horush’. Dia lebih dikenal sebagai ‘Boba Horus’ karena janggutnya berwarna merah. Karena itu ia dipanggil ‘Barbarossa’ oleh pelaut-pelaut negara Kristen karena bagi mereka ia telah menjadi ‘teror lautan’. Dia adalah ‘Si Janggut Merah”, Khairuddin Barbarossa.
Dari sumber yang lain disebutkan bahwa kata Barbarossa (Berambut Merah)  adalah pengucapan yang salah dari kata “Baba Arouj” (Horush). Sedangkan menurut Encyclopedia Britanica, “Catatan sejarah kontemporer Arab yang diterbitkan oleh S.Rang dan F.Davis di tahun 1837, dengan tegas menyatakan bahwa Barbarossa adalah nama yang diberikan oleh orang-orang Kristen kepada Khairuddin. Pendiri keluarga ini adalah Yaqub, seorang Roumaliot, yang mungkin berasal dari Albania dan mendiami Pulau Mitylene setelah ditaklukan oleh Turki. Dia (Yaqub) berputra empat orang : Elias, Arouj, Isaac, dan Khirz.” Arouj dan Khirz disebut juga Horush dan Khairuddin. Sejarah menyebutkan bahwa Barbarossa bersaudara lahir dari seseorang ayah Muslim.
Nama keluarga Barbarossa berkibar di lautan.  Keluarga ini menjadi pusat perhatian karena prestasi kelautan mereka. Dalam petualangannya, anak tertua keluarga itu dibantu oleh adiknya yang akhirnya lebih terkenal daripada dirinya. Keluarga ini merupakan terror bagi armada laut Kristen Genoa dan Spanyol. Keluarga Barbarossa-lah yang memungkinkan Kekhilafahan Turki tidak hanya memperluas wilayahnya ke seluruh Afrika Utara sampai ke pantai Lautan Atlantik, tetapi juga membangun supremasi kelautan mereka di Laut Tengah. Berbagai usaha juga dilakukan untuk merebut Semenanjung Iberia. Barbarossa bersaudara adalah orang yang menolong kekhilafhan Turki mengadakan pengawasan menyeluruh terhadap Marokko, Fez, Aljazair, Tunisia dan Tripoli.
Khairuddin Barbarossa adalah seorang yang berbakat dan berkemampuan besar. Pengetahuannya tentang strategi kelautan membuatnya menjadi momok bagi kekuatan-kekuatan kelautan musuh di Laut Tengah. Ia diangkat sebagai laksamana armada laut Turki oleh Sulaiman, khalifah Utsmani ketika itu.
Khairuddin Barbarossa segera menjadikan Khilafah Utsmaniyyah sebagai raja laut di Laut Tengah. “Semenjak saat itu, kekuatan Utsmani di pantai barat Afrika merupakan armada gabungan yang begitu hebatnya sehingga tak satu pun negara Eropa dapat menandinginya.”
Khairuddin Barbarossa memiliki semangat perjuangan yang tinggi. Beliau memiliki azzam untuk merebut kembali Semenanjung Iberia yang telah lama lepas. Untuk itu ia berusaha keras sampai titik darah penghabisan. Perjalanan hidupnya yang singkat diisi dengan usaha yang tidak kenal lelah untuk mencapai tujuannya itu. Dalam upayanya ini ia ditantang oleh kekuatan laut yang paling kuat pada masa itu, yaitu Spanyol dan Genoa. Seandainya umurnya masih panjang untuk beberapa tahun lagi, insyaallah ia dapat memenuhi cita-citanya itu.
Dalam ekspedisi lautnya, Barbarossa juga menyerbu ke pantai Italia. Di tahun 922 Hijriyah pertempuran laut meletus antara Perancis dan Spanyol. Barbarossa datang membantu Perancis untuk merebut Pulau Corfu dan kepulauan-kepulauan di Laut Aegean yang dikuasai Vanesia. Dengan usaha ini kekuasaan Utsmaniyyah meluas sampai ke Laut Aegean dan pantai Italia.
Keberhasilan Khairuddin Barbarossa selalu menjadi kekhawatiran kerajaan Kristen. Paus akhirnya mengadakan “Persekutuan Suci” dengan Spanyol, Hungaria, dan Venesia sebagai konspirasi melawan khilafah Utsmaniyyah, dengan tujuan tunggal, yaitu menghancurkan kekuatan laut Utsmaniyyah di Laut Tengah. Armada gabungan mereka yang kuat di bawah pimpinan laksamana kenamaan Mendosa dari Spanyol menantang armada Turki Utsmani di Laut Tengah. Pertempuran bersejarah pun meletus. Armada pasukan Salib terpaksa mundur dengan kerugian yang besar. Khairuddin Barbarossa memenangkan pertempuran laut yang mengesankan itu. Direbutnya juga beberapa pulau di Laut Tengah.
Sebagaimana tekadnya, Khairuddin Barbarossa berencana menaklukan Semenanjung Iberia dengan merebut Jibraltar. Beliau ingin menguasai Spanyol melalui rute yang pernah dijalani penakluk Islam Tariq bin Ziyad. Dengan bermarkas di Jibraltar, ia merencanakan serangan yang akan dilancarkan ke jantung semenanjung itu. Hanya sayangnya, rencanannya tertunda untuk waktu yang cukup lama akibat urusan lain. Sementara itu, orang-orang Spanyol melakukan persiapan penuh guna menghadapi serangan Khairuddin Barbarossa di tanah mereka sendiri, Jibraltar, yang telah mereka bentengi dengan baik.
Akhirnya, tibalah hari yang sangat menentukan. Pada tanggal 20 Agustus 1540, Khairuddin Barbarossa menyerang Jibraltar. Kota ini telah dibentengi dengan ketat ; orang-orang Spanyol mengerahkan semua pasukan mereka untuk menghadapi pasukan kaum Muslimin. Mereka bahkan menarik pulang Don Bernardo dan Mendosa dari Sicilia untuk menggantikan Admiral Don Alvaro de Bazon. Barbarossa melancarkan serangan itu dengan armada berkekuatan 16 kapal, diawaki oleh 100 pelaut dan 2.000 prajurit. Dalam waktu kurang dari 10 hari, ia menginjakkan kakinya di pantai Jibraltar.
Orang-orang Spanyol hampir tidak dapat menghadapi serangan gencar khilafah Utsmaniyyah itu dan terpaksa mengurung diri di dalam kota. Mereka tidak mampu menghadapi pasukan Barbarossa di medan perang terbuka. Meskipun akhirnya pengepungan itu terpaksa dihentikan karena kekurangan perbekalan dan kurangnya dukungan di darat, namun usaha tersebut telah mencatat nama Khairuddin Barbarossa dengan tinta emas perjuangan kaum Muslimin.
Khairuddin Barbarossa  meninggal tahun 1546. Tekadnya untuk menaklukkan Semenanjung Iberia tetap tak terwujudkan, tetapi ia memperoleh “tempat abadi” di dalam sejarah peperangan laut sebagai orang yang telah menghantarkan Khilafah Turki Utsmaniyyah sebagai negara berkekuatan maritim yang paling hebat di zamannya.
Selama masa kepemimpinannya dalam armada perang khilafah Utsmaniyyah, kurang lebih 14 tahun, wibawa dan kekuatan negara berdiri kukuh dan merupakan babak keemasan dalam sejarah Islam. Sejarawan mana pun akan mengabadikan nama Khairuddin Barbarossa, Si janggut Merah, sebagai pahlawan Islam yang gagah berani di lautan. Bahkan, untuk beberapa waktu lamanya, armada Turki senantiasa melepas tembakan salvo sebagai tanda penghormatan untuk mengingat Khairuddin Barbarossa setiap kali berlayar meninggalkan Tanduk Emas. Wallahu ‘alam bis showab! 

Senin, 01 November 2010

Cara Menolak Thaghut

Pertama dan terakhir kewajiban seorang Muslim adalah Tauhid; dan pilar pertama Tauhid adalah kufur bi thaghut, atau menolak thaghut. Tidak diragukan lagi, seseorang tidak bisa menjadi seorang Muslim kecuali dia menolak semua bentuk thaghut, apakah itu dalam bentuk konsep, objek nyata atau seseorang (seperti penguasa yang tidak menerapkan hukum Islam, atau ulama yang membolehkan apa yang Allah larang).

At-Thaghut  telah didefenisikan oleh para Shahabat dan ulama terdahulu yang mengikuti Najhu us Salaf (di jalan orang-orang salaf) sebagai berikut: “Sesuatu yang disembah, ditaati, atau diikuti selain daripada Allah.”
Imam Malik bin Anas r.h. berkata:
“At-Thaghut adalah sesuatu yang disembah di samping Allah swt.”  (Diriwayatkan oleh Al-Jaami’ li Ahkam Al-Qur’an oleh Imam al-Qurthubi)
Imam Ibnu Qayim r.h. berkata:
At -haghut adalah seseorang yang menghormati seseorang melibihi batasan yang seharusnya, apakah seseorang itu menyembah, menaati atau mengikuti.” (Diriwayatkan dalam Thalaathatul Usul)

Syeikhul Islam, Muhammad bin Abdul Wahhab r.h. berkata:
“Dan Thaghut, secara umum, adalah sesuatu yang disembah selain daripada Allah, dan dia setuju untuk disembah, diikuti atau ditaati.”
(Risalatun fii Ma’naa at-Thaghut oleh Syeikh Muhammad bin Abdul Wahaab)

Seseorang bisa menghabiskan separuh hidupnya untuk membicarakan Islam, Jihad, Haji, Shalat, Dakwah, Qur’an, Sunnah, Shiyaam dan sebagainya, tetapi jika dia tidak menolak thaghut ini tidak ada gunanya. Ini karena menolak thaghut adalah syarat pertama untuk menjadi Muslim. Ini mancakup bagian pertama dalam kalimat Tauhid:

1.     Laa ilaaha (an- Nafie – menolak thaghut dan Tuhan-tuhan palsu)
2.     Illallah (Al-Ithbaat – menetapkan untuk beriman)
At Takhalii qablat Tahalii adalah sesuatu yang sangat masyhur di antara ‘ulaama dan tullabul ‘ilm yang berarti: ‘manolak sebelum menetapkan’. Seseorang tidak bisa menetapkan beriman kepada Allah dan beriman kepada Rasul-Nya, kitab-Nya sampai dia menolak semua bentuk kekufuran, syirik, bid’ah.

Kunci untuk memahami Kalimah Tauhid
Allah swt. berfirman:
“…barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus…” (QS Al Baqarah 2: 256)
Memahami kalimah  adalah kondisi pertama dari Tauhid dan sebuah kewajiban bagi setiap kaum Muslimin. Allah swt. telah menginformasikan kepada kita pada ayat di atas bahwa hanya dengan menolak thaghut kemudian beriman kepada Allah, selanjutnya akan mencapai sukses di akhirat. Rasulullah saw. bersabda: 
“Seseorang yang mati dan memahami laa ilaaha illaallah akan masuk surga.” (HR Muslim)

Selanjutnya, rahasia untuk memahami kalimat adalah dalam menolak thaghut. Ini adalah sesuatu yang sangat penting bagi kita untuk mempalajari bagaimana cara untuk menolak thaghut – jika kita ingin mempunyai pemahaman yang tepat untuk memahami Laa ilaaha illallah.

Bagaimana Menolak Thaghut

1.    Mendeklarasikan Thaghut itu Batil
Cara pertama menolak thaghut memerlukan keyakinan  bahwa semua tawaghit adalah batal dan tidak berguna sedikit pun untuk ditaati atau pun disembah. Sebagian orang mungkin tidak menyembah thaghut, tetapi mereka tidak mempercayai bahwa itu adalah sesuatu yang salah secara mutlak. Thaghut adalah kufur sebagaimana seorang Muslim membutuhkan untuk percaya bahwa Islam satu-satunya yang benar sedangkan agama yang lain adalah salah, dan bahwa Allah adalah satu-satunya Tuhan yang benar dan semua Tuhan yang lain adalah batil. Allah swt. berfirman:
“Dan (ingatlah), ketika Kami memberikan tempat kepada Ibrahim di tempat Baitullah (dengan mengatakan): "Janganlah kamu memperserikatkan sesuatu pun dengan Aku dan sucikanlah rumah-Ku ini bagi orang-orang yang thawaf, dan orang-orang yang beribadat dan orang-orang yang ruku' dan sujud.”(QS Al Hajj 22: 62)  
2.    Menjauh dari Thaghut 
Allah swt. berfirman telah mengutus Rasul kepada seluruh umat manusia dengan risalah yang sama: menyembah dan menaati Allah semata, dan manjauhi thaghut:
“Dan sungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu", maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah kamu dimuka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul).”  (QS An Nahl 16: 36)

Perintah untuk manjauh mempunyai implikasi yang besar daripada ‘tidak mendukung’. Ini karena sebuah perintah untuk menjauhi adalah lebih besar daripada perintah untuk tidak melakukan (dalam ushul fiqh). Seperti contoh, Allah swt. memerintahkan kita untuk menjauhi alkohol; untuk alasan yang lebih besar adalah tidak dibolehkan untuk membawa sebotol bir. Sama halnya dengan Allah memerintahkan kita untuk menjauhi thaghut. Jika mendekati thaghut saja tidak dibolehkan, apalagi untuk membiarkan seseorang untuk menjadi asistennya, sekutu, menteri ataupun mufti, selanjutnya, Rasulullah saw. bersabda:
“Siapa saja yang menyembah (menaati atau mengikuti) tawaghit adalah tawaghit.” (HR Muslim no. 182)
Berdasarkan hadits ini, kita bisa mengambil sebuah prinsip: seseorang yang menyembah, mengikuti, atau menaati thaghut adalah thaghut.
Umar bin Khattab berkata: “Thaghut adalah syaitan.” Untuk membuat prinsip di atas menjadi lebih mudah dipahami dan lebih tidak bisa disangkal. Istilah thaghut bisa diganti dengan syaitan. Bukanlah itu adalah kufur akbar, atau bahkan syirik, untuk menjadi mufti syaitan dari syaitan (yang bisa berbentuk jin dan manusia)? Bukankah itu murtad untuk bergabung dengan tentara atau polisi syaitan? Bukankah kufur untuk menjadi representatif dari syaitan? Hanya seseorang yang tidak mempunyai pemahaman yang baik saja tentang laa ilaaha ilallah yang akan menjawab tidak.

Ini adalah sesuatu yang mengejutkan bagi orang-orang Murji’ah (orang yang memisahkan iman dari perbuatan) yang membuat beberapa keringanan untuk para mufti thaghut dan memberikan mereka ‘manfaat yang meragukan’ tetapi tidak membuat sebuah keringan bagi ulama haq yang mempunyai walaa’ dengan kaum Muslimin dan mempunyai baraa’ah kepada Kuffar. Mereka menghabiskan berjam-jam untuk berbicara tentang ‘kabaikan’ dari mufti thaghut dan orang-orang yang bersekutu dengan penguasa murtad, namun mereja tidak bisa menemukan sebuah hal baik pun untuk mengatakan tentang orang-orang yang menaati perintah Allah dan menjauhi thaghut. Pada puncaknya, mereka mempunyai keberanian untuk menyalahkan dan mengkritik orang-orang, mentakfir atas orang-orang yang membenarkan keberadaan thaghut, kemudian mendukungnya dengan membuat fatwa. Irjaa ini, penyimpangan dan kemunafikan perlu dihilangkan dari umat Muslim.

Seseorang yang men-takfir kepada pendukung, mufti, atau menteri syaitan (thaghut) tidak akan pernah disalahkan oleh seorang Muwahid (seseorang yang memiliki tauhid yang lurus).

3.    Mendeklarasikan kebencian kepada Thaghut
Kita harus mendeklarasikan bahwa semua thaghut adalah musuh kita sebagaimana mereka adalah musuh-musuh Allah. Jika seseorang tidak mendeklarasikan bahwa mereka adalah batil, menjauhi mereka dan mendeklarasikan kebencian kepada mereka, berarti dia tidak menolak thaghut. Secara alami, jika seseorang memahami bahwa thaghut adalah musuhnya, dia tidak akan bersekutu dengannya atau menjadi mufti dari rezim kufur-nya. Allah swt. berfirman:
“Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia; ketika mereka berkata kepada kaum mereka: "Sesungguhnya kami berlepas diri daripada kamu dari daripada apa yang kamu sembah selain Allah, kami ingkari (kekafiran)mu dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja…” (QS Al-Mumtahanah 60: 4)

Yaa Allah swt ! Berikanlah kerbekahanmu kepada Ibrahim a.s. dan juga atas keluarga Ibrahim! Sungguh mereka adalah Muwahidin yang benar, mereka menjauh dari thaghut dan mendeklarasikan kebencian terhadap mereka.

Anbiyaa’ dan Salihiin tidak mentolerir ulama untuk berada pada pintu penguasa tiran. Selanjutnya, tidak dibolehkan untuk berada di pintu penguasa thaghut yang telah bersekutu dengan orang-orang yang memerangi kaum Muslimin dan menolak syari’ah.
4.     Membenci Thaghut 
5.     Setelah kita mendeklarasikan thaghut adalah batil, menjauh darinya dan mendeklarasikannya untuk menjadi musuh kita, kita seharusnya kemudian membenci thaghut. Dalam Islam, tidak ada konsep “menyukai musuh”. Faktanya, ini telah dilarang untuk mencintai musuh kita dan melakukannya adalah sebuah kebodohan

10 Pembatal Keislaman

Diantara 10 perkara yang bisa membatalkan seseorang dari keislaman adalah; syirik, tidak mengkafirkan orang musyrik, memperolok-olok agama Allah, sayang pada orang kafir dan memusuhi saudara Islam Banyak orang mengira, setelah mengucapkan dua kalimah Syahadat predikat “Islam” langsung bersandar pada seseorang. Padahal, predikat itu bisa hilang alias batal jika tidak berhati-hati dalam menjaga amalan dalam hidupnya. Di bawah ini ada 10 amalan yang bisa menjadikannya pembatal keislaman seseorang; 
Syirik dalam beribadah kepada Allah SWT

Syirik adalah termasuk dosa besar. Karena dia menyamakan Allah (sebagai khalik) dengan manusia atau benda (sebagai makhluk). Allah berfirman, “Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa orang yang menyekutukan Dia dengan sesuatu, dan mengampuni dosa-dosa lainnya bagi yang Dia kehendaki.” (An-Nisa’: 116)

Menjadikan suatu benda (makluk) sebagai perantara antara dirinya dengan Tuhannya

Orang-orang seperti ini, biasanya selalu menempatkan benda-benda atau makhluk ciptaan Allah sebagai perantara antara dirinya dengan Allah. Misalnya dengan berdo’a atau memohon ampun dan meminta syafaat melalui benda itu. Baik melalui benda mati atau benda hidup. Termasuk manusia atau hewan sekalipun. Meminta kaya dengan keris atau jimat. Meminta diberi panjang umur, cepat mendapat jodoh melalui makam-makan orang yang sudah mati.

Di beberapa kota di Indonesia, bahkan dikenal adat berebut kotoran hewan atau berebut air bekas cucian keris warisan raja-raja agar mendapatkan barakah. Perbuatan seperti ini sama halnya menundukkan benda setara dengan Tuhannya. Sikap seperti ini merupakan salah satu pembatal keislaman.

Tidak mengkafirkan orang musyrik dan membenarkan madzab mereka.

Sikap Islam sudah jelas, orang musyrik adalah kafir. Sayangnya, perkembangan dunia sekarang ini justru terbalik. Hanya karena ingin sebutan kaum moderat atau entah karena kedekatan hubungan, sebagian kalangan Islam segan menyebut istilah musyrik dan kafir bagi orang yang keluar dari Islam. Sikap seperti ini merupakan salah satu pembatal keislaman.

Lebih mengutamakan hukum thoghut daripada hukum Allah dan petunjuk RasulNya

Saydina Umar al-Khattab mengatakan, taghut adalah syaitan. Jabir menjelaskan bahwa taghut itu adalah tukang-tukang tenung yang turun padanya syaitan-syaitan. Menurut Ibnu Qayyim Al-Jauzi, taghut ialah setiap apa yang melampaui oleh seseorang hamba di dalam penyembahan, ikut dan taat, pada hukum selain yang diperintahkan dalam kitabullah dan Sunnah Rasulullah. Siapa yang berhukum kepada taghut mereka kufur dengannya.

Imam Malik berkata, taghut ialah apa yg disembah selain Allah SWT.

Tidak menyukai, bahkan membenci sunnah Rasulullah SAW

Allah berfirman, Yang demikian itu adalah karena sesungguhnya mereka mengikuti apa yang menimbulkan kemurkaan Allah dan (karena) mereka membenci (apa yang menimbulkan keridhaanNya; sebab itulah Allah menghapus (pahala) amal-amal mereka.”

Mengejek atau memperolok dinullah (agama Allah), al-Islam, baik menyangkut pahala-Nya atau tentang berbagai ketentuan hukum-Nya

Kasus seperti ini sering terjadi. Entah bagi orang yang tidak mengerti agama atau yang mengenal sekalipun. Belakangan, sifat seperti itu justru terjadi pada orang-orang yang mengenal ilmu agama secara baik. Kebanyakan, orang-orang seperti ini adalah orang yang tidak memilik rasa percaya diri (PD) pada agamanya.

Karena bernafsu agar orang lain menyebutnya pluralisme atau eklusif, terkadang untuk agamanya sendiri mereka main-main dan memperolokkannya. Bahkan kalau perlu menjual agamanya demi kedekatan dengan orang lain yang sudah jelas berbeda agama dan hukum-hukumnya. Perlakuan seperti ini sudah membatalkan keislaman.

Allah berfirman, “Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang yang mereka lakukan itu), tentulah mereka akan menjawab, “Sesungguhnya kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja.” Katakanlah, “Apakah dengan Allah, ayat-ayatNya dan RasulNya kamu selalu berolok-olok?” “Tidak usah kamu minta maaf, karena kafir sesudah beriman...” (QS. At-Taubah: 65-66).

Mempelajari, terpikat dan mengamalkan ilmu sihir (guna-guna)

Amalan seperti adalah amalan yang paling dibenci Allah. Karena itu dengan alasan apapun, jika seorang Muslim melakukannya, yakinlah, amalan itu telah membatalkan keislaman Anda.

Membantu dan menolong orang-orang Musyrik untuk memusuhi orang-orang Islam (kaum Muslimin)

Sejak hidup hingga mati, sikap Rasulullah Muhammad cuma satu. “Keras terhadap kaum kafir dan lembut terhadap Muslimin.” Tetapi, sebagaian dari kita (kaum Muslimin) ada yang justru menjadi ‘duri dalam daging’. Mereka hidup dan mengaku sebagai Muslim, tapi amalannya digunakan justru untuk memusuhi saudara-saudaranya seiman.

Banyak kasus tokoh-tokoh Islam --bahkan sebagaian disebut ulama-- justru paling suka mengecam dan memojokkan kaum Muslimin dan hidupnya menjadi pembela orang-orang ghoirul Islam. Biasanya, mereka paling peka jika melihat sedikit kesalahan Muslimin dan menjadi pelindung orang ghoirul Islam.

Orang-orang seperti itu, kata Allah, sudah termasuk golongan dari mereka alias keluar dari Islam. “Dan barangsiapa diantara kamu mengambil mereka (Yahudi dan Nasrani) menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk ke dalam golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang zalim.” (QS. Al-Maidah: 51)

Menurut Qathlani, ciri-ciri orang yang seperti ini adalah; kaum Muslimin yang suka menyerahkan urusan Islam kepada orang musyrik dan mereka yang suka membela kedzaliman orang musyrik.

Rasulullah bersabda, “Mencaci maki sesama muslim adalah perbuatan yang fasik, dan membunuh orang muslim adalah perbuatan kafir.” (HR. Muslim)

“Barangsiapa yang berkumpul dengan orang-orang musyrik dan tinggal bersama nya maka sesungguhnya ia seperti mereka.” (HR. Abu Daud)

Berkeyakinan bahwa sebagaian manusia diperbolehkan tidak mengikuti syari’at Muhammad SAW

Kelompok seperti ini belakangan semakin hari semakin meningkat jumlahnya. Mereka merupakan kelompok orang yang hobi mengutak-atik agama Allah menurut selera akal mereka. Mereka, mendudukkan wahyu di atas akal mereka. Hujah yang sering mereka kemukakan adalah, “Muhammad adalah manusia biasa, karenanya, dia bisa salah.” Pernyataan itu kemudian mereka belokkan dengan bahasa lain; diperbolehkan tidak mengikuti syari’at Muhammad SAW. Dan mereka merusak sunnah-sunnah Nabi.

“Barangsiapa menghendaki selain Islam sebagai agama, maka tak akan diterima agama itu daripada-Nya, dan ia di akhirat tergolong orang-orang yang merugi.” (Q.S: Ali Imron:85)

Berpaling dari Dinullah (agama Allah) atau dari hal-hal yang menjadi syarat utama seorang Muslim

Syarat seorang Muslim sejati adalah melaksanakan ajaran agama Allah sesuai al-Qur’an dan Sunnah nya. Tetapi sebagaian orang --karena kesombongannya—mereka melakukan rekayasa akal dengan cara ‘menyelewengkan’ pesan Allah dalam al-Qur’an dan Sunnah-nya.

Mereka, biasanya bangga akan akalnya. Karenanya, mereka merasa, apa-apa yang sudah jelas diperintahkan oleh al-Qur’an tidak perlu dikerjakan jika tidak cocok dengan akalnya. Kesombongan mereka dihadapan Allah paling utama ketika mereka berusaha merubah al-Qur’an dan Sunnah karena dianggap tidak sesuai dengan akalnya.

Orang-orang seperti ini, biasanya mudah membuat dan merekayasa hukum Allah untuk disesuaikan dengan akalnya. Entah hukum soal menikah, waris, talak, haji dan sebagainya.

“..dan janganlah kamu menukar ayat-ayat-KU dengan harga sedikit. Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.” (Q.S: al-Maidah: 44).

Sumber: Fath al-Majid dan buku “Memurnikan Laa Ilaaha Illallah”, Muhammad Said al-Qathlani, Muhammad Bin Abdul Wahab dan Muhammad Qutb, (GIP).

Tauhid Rubbubiyyah, Mulkiyyah dan Uluhiiyah


Ustadz Ibnu Katsir dalam Mukhtashar Tafsir Ibn Katsir, jilid 3, hal 696, menjelaskan, “Ayat satu sampai tiga dari surat An-Nas, yaitu Qul A’udzu birabbinnas, malikinnas, ilaahinnas, menegaskan tiga aspek ketauhidan yang paling fundamental, yaitu Tauhid Rububiyyah, Mulkiyyah, dan Uluhiyyah”.
Tauhid Rububiyyah terambil dari kalimat Rabbinnas. Maknanya, yakin hanya Allah satu-satunya yang Maha Pencipta, Pemilik, Pengendali alam raya, dan dengan kekuasaan-Nya Ia menghidupkan dan mematikan.
Allah-lah yang menciptakan kamu, kemudian memberimu rizki, kemudian mematikanmu, kemudian menghidupkanmu (kembali)… (Q.S. Ar-Rum 30 : 40)

Tauhid Mulkiyyah terambil dari kalimat Malikinnas. Maknanya, yakin hanya Allah swt. raja atau penguasa yang sesungguhnya, penguasa yang paling berhak menentukan aturan hidup. Aturan hidup-Nya termaktub dalam Al Qur’an dan sunah Rasul. Jadi, kalau kita mau mempelajari dan mengamalkan aturan hidup itu, berarti kita telah melaksanakan Tauhid Mulkiyyah.
Allah swt. mengecam orang-orang yang tidak mengimplementasikan Tauhid Mulkiyyah dalam kehidupannya,

“Apakah hukum jahiliyyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” (Q.S. Al Maidah 5: 50)

Ustadz Sayyid Qutub menjelaskan, yang dimaksud hukum jahiliyyah adalah aturan hidup atau hukum produk manusia yang berseberangan atau bertentangan dengan nilai-nilai Qur’ani. Misalnya, saat pembagian waris kita lebih suka menggunakan hukum waris adat ketimbang hukum waris Islam, padahal hukum waris adat banyak yang bertentangan dengan ajaran Islam. Ini kan pelanggaran terhadap tauhid mulkiyyah.

Adapun hukum atau aturan buatan manusia yang tidak bertentangan atau sejalan dengan nilai-nilai Islam, tentu tidak disebut hukum jahiliyyah, dan kita pun wajib menaatinya untuk kemashlahatan. Misalnya kita harus menghentikan kendaraan bila lampu merah menyala, aturan ini harus kita taati karena tidak menyalahi aturan Islam dan bermanfaat untuk kemaslahatan. Saat ujian kita tidak boleh nyontek, ini aturan yang wajib ditaati karena senafas dengan ajaran Islam yang menekankan kejujuran dalam segala hal.

Tauhid Uluhiyyah terambil dari kalimat Ilaahinnas. Maknanya, suatu keyakinan bahwa hanya Allah swt. yang paling berhak untuk diibadahi.

“Dan tidaklah Kami mengutus seorang rasul sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepada mereka bahwa tiada Tuhan selain Aku, maka beribadahlah hanya kepada-Ku.” (Q.S. Al Anbiya 21: 25)
Kalau kita cermati, sesungguhnya kaum jahiliyyah yang menentang dakwah Rasul memiliki tauhid rububiyyah, mari simak ayat berikut,

“Dan sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka: “Siapakah yang menjadikan langit dan bumi serta menundukkan matahari dan bulan?” Tentu mereka akan menjawab “Allah”, maka bagaimana mereka (dapat) dipalingkan (dari jalan yang benar). (Q.S. Al-Ankabut 29: 61)

Menurut ayat ini, mereka yakin kalau Allah itu yang menciptakan langit dan bumi serta mengatur peredaran alam semesta. Ini indikator tauhid rububiyyah, namun mereka tidak memiliki tauhid uluhiyyah. Orang yang punya tauhid rububiyyah belum tentu memiliki tauhid uluhiyyah.

Mari kita proyeksikan analisis ini pada kehidupan kita. Kalau kita bertanya, “Apa kamu yakin Allah yang menciptakan dan memberi rizki serta kehidupan kepadamu?” Jawabnya, “Ya saya yakin.” Ini adalah tauhid rububiyyah. Tapi kenyataannya, yang disembah bukan Allah, tapi kedudukan dan harta. Artinya, tidak jarang orang meninggalkan shalat karena sibuk rapat, menyogok supaya dapat tender, menghalalkan segala cara demi kedudukan, dll.

Kalau sudah begini, berarti yang menjadi Tuhannya bukan Allah, tapi harta dan kedudukan. Dahulu, Tuhan orang-orang jahiliah adalah berhala, dan orang sekarang Tuhannya adalah kedudukan dan harta. Ini merupakan gambaran bahwa banyak umat Islam yang memiliki tauhid rububiyyah namun tidak punya tauhid uluhiyyah. Sungguh tragis! Nah, ayat satu sampai tiga dari surat An-Nas mengingatkan bahwa tauhid rububiyyah, mulkiyyah, dan uluhiyyah harus kita miliki seluruhnya agar ketauhidan itu sempurna.

Kesimpulannya, Tauhid Rububiyyah maknanya suatu keyakinan bahwa hanya Allah swt. satu-satunya Yang Maha Pencipta dan Pengatur. Tauhid Mulkiyyah maknanya suatu keyakinan bahwa hanya Allah swt. yang memiliki hak untuk memberikan aturan atau hukum dalam hidup ini, aturan-Nya itu termaktub dalam Al Qur’an dan Sunah. Dan Tauhid Uluhiyyah maknanya suatu keyakinan bahwa hanya Allah swt. yang paling berhak diibadahi dan diberi loyalitas. Wallahu A’lam.