"Janganlah kamu berhati lemah dalam mengejar mereka (musuhmu). Jika kamu merasa kesakitan, maka sesungguhnya mereka pun menderita kesakitan (pula), sebagaimana kamu menderitanya, sedang kamu mengharap dari Allah apa yang tidak mereka harapkan. Dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (an-Nisa’:104)"

Rabu, 13 Januari 2010

Pesan As-syahid Syekh Abu Mush'ab Al Zarqawi

Jihad & Ujian 

Jihad pada hakikatnya adalah membersihkan dan memurnikan jiwa hanya untuk robb dan pencipta jiwa tersebut, dengan melaksanakan perintah-perintah-Nya, dan menjemput janji-janji-Nya. Pembersihan dan pemurnian jiwa ini tidak akan tercapai kecuali kalau jalan yang ditempuh tersebut harus dipenuhi dengan berbagai kengerian dan ujian. Makanya, Alloh SWT berfirman:
“…apabila Alloh menghendaki niscaya Allah akan membinasakan mereka tetapi Allah hendak menguji sebagian kamu dengan sebagian yang lain. Dan orang-orang yang gugur pada jalan Alloh, Alloh tidak akan menyia-nyiakan amal mereka. Alloh akan memberi pimpinan kepada mereka dan memperbaiki keadaan mereka. dan memasukkan mereka ke dalam surga yang telah diperkenalkan-Nya kepada mereka.” (QS. Muhammad [47]:6)
“…seandainya Alloh menghendaki, tentu mereka tidak saling perang, akan tetapi Alloh melakukan apa yang Dia kehendaki.” (QS. Al-Baqoroh [2]: 253)
Mengenai ayat ini, Ibnu Katsîr berkata, “Artinya, pasti akan ada yang namanya ujian, yang dengan itu nampaklah siapa wali Alloh. Dengan ujian itu pula musuh-Nya akan terhinakan. Akan diketahui mana yang mukmin dan bersabar, serta mana yang munafik dan jahat.
Ayat ini ditujukan tentang peristiwa perang Uhud, ketika Alloh menguji kaum mukminin. Di sanalah tampak keimanan, kesabaran, dan kekokohan mereka, serta keteguhan untuk mentaati Alloh dan rosul-Nya. Dengan kejadian ini pula, tabir kaum munafik tersingkap, dan ketahuan bagaimana mereka sebenarnya menentang dan tidak suka berjihad, kelihatan sudah bagaimana pengkhianatan mereka kepada Alloh dan rosul-Nya SAW.
“Wahai hamba-hamba Alloh…Renungkanlah firman Alloh SWT beikut ini :
“Dan di antara manusia ada orang yang menyembah Alloh dengan berada di tepi; jika memperoleh kebajikan, tetaplah ia dalam keadaan itu, dan jika ia ditimpa oleh suatu bencana, berbaliklah ia ke belakang. Rugilah ia di dunia dan di akhirat…” (QS. Al-Hajj [22]:11)
Al Baghowî meriwatkan dalam tafsirnya, dari Ibnu Abbas rh, “Ada seorang lelaki badui yang beriman kepada Rosululloh SAW. Jika setelah masuk Islam dia mendapatkan anak dan banyak keturunan serta harta, ia berkata: “Ini adalah agama yang bagus,” lantas ia pun beriman dan teguh beriman. Tetapi ketika ia tidak mendapatkan anak, kuda piaraan dan hartanya tidak berkembang, dan tertimpa paceklik, ia berkata: “Ini adalah agama yang jelek,” setelah itu ia keluar dari agama Rosululloh SAW dan berbalik kafir serta menentang Islam.”
Sayyid Quthb rh. berkata, “Jiwa-jiwa kita pasti menerima penempaan berupa bala’. Sejauh mana tekad kita untuk berperang membela yang benar, pasti sejauh itu pula akan diuji dengan ketakutan-ketakutan, suasana-suasana mencekam, kelaparan,kurangnya harta dan nyawa serta buah-buahan. Ujian seperti ini harus dijalani, supaya orang-orang yang mengaku beriman kelak mampu melaksanakan tugas-tugas akidah, sehingga akidah itu benar-benar tertancap kuat dalam diri mereka sebanding dengan beban yang harus ia emban, yang dengan itu mereka tidak akan lagi bisa melepaskan akidah tersebut begitu berbentur dengan musibah pertama.
Jadi, beban-beban di sini adalah harga mahal yang harus dibayar untuk memperkuat akidah dalam diri pemiliknya sebelum ia sendiri menguatkan akidah tersebut dalam jiwa orang lain. Dan setiap kali mereka merasakan kepedihan di atas jalan tersebut, setiap kali mereka berkorban demi akidah tersebut, akan semakin kuat akidah tersebut menancap dalam diri mereka dan mereka menjadi manusia yang paling berhak menyandangnya.
Lagipula, orang lain tidak akan faham sebesar apa nilai akidah tersebut, sebelum ia menyaksikan bagaimana para penyandangnya ditimpa bala’ kemudian mereka bersabar menanggungnya. Bala’ juga harus ada dalam rangka mempersolid dan memperkuat pegangan para pemilik akidah.
Jadi, memang peristiwa-peristiwa dahsyat datang, tetapi di dalamnya mengandung kekuatan dan energi, akan membuka jendela-jendela dan saluran-saluran dalam hati, yang semua itu tidak akan diketahui seorang mukmin selain dengan terjun dalam berbagai peristiwa mencekam.”
Demikian perkataan beliau rh.

Imam Syâfi‘î rh. pernah ditanya: “Mana yang lebih baik bagi orang beriman: diuji ataukah diberi kekuasaan (tamkîn)?” Beliau menjawab, “Kamu ini bagaimana, engkau kira dia akan diberi kekuasaan sebelum diuji?”
Dari Sufwan bin ‘Amrû Sufwan bin ‘Amrû Sufwan bin ‘Amrû Sufwan bin ‘Amrû ia berkata, Aku menjadi gubernur di Himsh, suatu ketika aku berjumpa dengan seorang kakek tua yang alisnya sudah berjuntai ke mata, ia adalah salah seorang penduduk Damaskus. Ketika sedang mengendarai hewan tunggangannya karena ingin berangkat perang, ku katakan kepadanya: “Wahai paman, Alloh telah memberimu udzur,” Maka kakek itu menyingkap kedua alisnya lalu berkata,
“Wahai keponakanku, Alloh telah memerintahkan kita berperang, baik dalam keadaan ringan ataupun berat.”
"Sungguh, orang yang dicintai Alloh, pasti Dia uji:"
"Sabarlah menghadapi kengerian berhari-hari, kelak akan
tampak hasilnya, Sabar hanya dimiliki orang-orang yang mulia"
"Sebentar lagi Alloh kan bukakan setelah kesabaran itu"
:Ketenangan-ketenangan setelah kele-lahan untuk orang sabar seperti-mu"

Sayyid Quthb rh. berkata, “Sesungguhnya iman bukan sekedar kata-kata yang diucapkan. Iman adalah kenyataan yang penuh beban berat, amanah yang melelahkan, jihad yang membutuhkan kesabaran, kesunggu-han yang menuntut daya tahan me-nanggung beban. Tidak cukup orang mengatakan, “Kami beriman,” lantas mereka dibiarkan begitu saja melon-tarkan pengakuan ini; sebelum ia menghadapi ujian lalu ia teguh meng-hadapinya. Setelah itu, barulah ia ke-luar dalam keadaan steril unsur-unsur dalam jiwanya, dan bersih hatinya. Sama seperti api yang membakar emas untuk memisahkan unsur-unsur tak berguna yang terikut di sana. Dan inilah asal kata iman dari sisi bahasa. Lain lagi dengan makna, cakupan dan petunjuknya.
Fitnah ujian juga diberikan kepada hati. Ujian terhadap iman adalah perkara baku dan sunnah yang pasti berjalan di dalam timbangan Alloh SWT.
“Dan sungguh Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, dan kelak Alloh akan tahu siapakah orang-orang yang jujur dan orang-orang yang dusta.” (QS. Al-Ankabut [29]: 3)

Ciri-ciri Negara Kafir

Al-Allamah asy-Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baaz Rahimahulloh berkata bahwa setiap Negara yang tidak berhukum dengan Syari’at Alloh dan tidak tunduk kepada hukum Alloh serta tidak ridha dengannya, maka ia adalah Negara jahiliyyah, kafir dzalim, fasiq. Dengan penegasan ayat-ayat yang muhkam, wajib atas orang Islam membenci Negara itu dan memusuhinya karena Alloh, serta haram atas mereka mencintai dan loyal kepadanya, sampai ia beriman kepada Alloh saja dan menerapkan syari’at-Nya. (lihat Kitab Naqdul Qaumiyyah Al-’Arabiyyah 51 dan Majmu wa Maqaalaat Mutanawi’ah I/309).


Sedangkan Al-Allamah asy-Syaikh Prof. DR. Shalih bin Fauzan bin Abdullah al-Fauzan Hafidzhahulloh menjelaskan: ” yang dimaksud negeri Islam adalah negeri yang dipimpin oleh Pemerintahan yang menerapkan Syari’at Islam, bukan negeri yang di dalamnya banyak kaum muslimin dan dipimpin oleh Pemerintahan yang menerapkan bukan Syari’at Islam, negeri seperti ini bukanlah negeri Islam ”. (lihat Kitab Al-Muntaqaa min Fatwa Fadhilatush Asy-Syaikh Shalih al-Fauzan II/254).

Para ulama yang tergabung di dalam Al-Lajnah Ad-Da’imah, Kerajaan Saudi Arabia (KSA) ketika ditanya tentang Negara yang dihuni oleh mayoritas kaum muslimin tetapi tidak berhukum dengan hukum Islam, mengatakan: ” Apabila pemerintahan itu berhukum dengan selain apa yang diturunkan Alloh, maka itu bukan pemerintahan Islam ”. (Fatwa Al-Lajnah Ad-Da’imah I/789 No. 7796).

Berikut ini sebagian ciri-ciri Negara kafir, diantaranya adalah:
1. Berhukum Dengan Selain Hukum Alloh Azza wa Jalla.Setiap Negara yang tidak berhukum dengan hukum Alloh Ta’ala tetapi berhukum dengan undang-undang (hukum manusia), maka status bagi Negara itu adalah sebagaimana firman Alloh: ” Barangsiapa yang tidak memutuskan dengan apa yang diturunkan Alloh, maka mereka itu adalah orang-orang Kafir ”. (QS. Al-Maidah: 44).
Ketika suatu Negara yang mayoritas rakyatnya beragama Islam kemudian memilih berpedoman kepada undang-undang Negara Sekuler, maka kemungkinan permasalahan yang akan terjadi di tengah masyarakat adalah penghalalan yang haram atau perubahan hukum Islam sesuai logika para penguasa. Syaikhul Islam Al-Imam Ibnu Taimiyyah Rahimahulloh berkata: ” Orang dikala menghalalkan sesuatu yang disepakati keharamannya atau mengharamkan sesuatu yang disepakati kehalalannya atau merubah syari’at yang sudah di sepakati, maka dia kafir murtad dengan kesepakatan para Fuqaha ”.Diantara contoh penghalalan yang haram yaitu riba (bank, asuransi, koperasi, pegadaian, pasar uang, pasar modal, rentenir), ritual kemusyrikan, dan sebagainya yang telah terjadi di negeri-negeri yang menerapkan sistim demokrasi

2. Memberikan Loyalitas kepada Negara Kafir.Alloh berfirman: ” Jika kalian berselisih tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Alloh (Al-Qur’an) dan Rasul-Nya (As-Sunnah), jika kalian memang beriman kepada Alloh dan hari akhir ” (QS. An-Nisaa’: 59).
Al-Imam asy-Syaikh Ibnu Katsir Rahimahulloh berkata: ” Firman Alloh ini menunjukan bahwa orang yang tidak merujuk hukum dalam kasus persengketaannya kepada Kitabulloh dan As-Sunnah serta tidak kembali kepada keduanya dalam hal itu, maka dia bukan orang yang beriman kepada Alloh dan hari akhir ”.

4. Jaminan Perlindungan Kebebasan.Di Negara jahiliyah seseorang meminta berkah di kuburan, membuat sesajen/tumbal, mengkultuskan Seseorang, mengeluarkan pendapat atau pikiran atau sikap meskipun menyimpang dari Islam adalah hak orang tersebut yang dilindungi oleh undang-undang Negara jahiliyah dengan dalih pamungkas adalah melindungi HAM. Dan Negara jahiliyah akan berkata ” Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap sesuai dengan hati nuraninya. Dan setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat ”.Sedangkan Alloh Azza wa Jalla memperingatkan: ” barangsiapa menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya dan mengikuti jalan yang bukan jalannya orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu ”. (QS. An-Nisaa’: 115). Pelestarian budaya kemusyrikan atau penyembah berhala, kuburan, thoghut juga tidak luput mendapat jaminan penghormatan, dikatakan: ” Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban ”. Sedangkan Alloh Azza wa Jalla mengancam tidak akan memberi pengampunan bagi siapapun yang melakukan kemusyrikan, sebagaimana firman-Nya: ” Sesungguhnya Alloh tidak akan mengampuni dosa Syirik ”. (QS. An-Nisaa’: 48).

5. Menganut Sistem Demokrasi.Negara kafir secara tegas mengatakan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan Menurut Undang-undang Dasar. Sehingga untuk menegakkan kedaulatan dan kekuasaan, maka keputusannya diserahkan kepada rakyat. Sedangkan Alloh Ta’ala berfirman: ” Dan apa yang kalian perselisihkan di dalamnya tentang sesuati, maka putusannya (diserahkan) kepada Alloh ”. (QS. Asy-Syura’: 10). Dan juga ” Dia tidak mengambil seorangpun sebai sekutun-Nya dalam menetapkan hukum”. (QS. Al-Kahfi: 26). Di dalam sistem demokrasi rakyat memegang peranan yang utama, Dengan demikian sesungguhnya demokrasi adalah suatu sistem untuk melawan kekuasaan Alloh Ta’ala Rabbul Izzati di muka bumi dan diantara formulanya adalah menjadikan setiap rakyat memilki kebebasan memilih dengan mengabaikan hukum Alloh sedangkan dalam firman-Nya: ” Putuskanlah diantara mereka menurut apa yang telah Alloh turunkan ”. (QS. Al-Maidah: 49).

Wajib hukumnya menjatuhkan pemerintahan kafir yang berkuasa dan menggantinya dengan pemerintahan yang menjalankan Al-Qur’an dan As-Sunnah.• Para Ulama dan Du’at harus Mensosialisasikan secara luas kepada seluruh kaum muslimin bahwa wajibnya hidup di bawah pemerintahan islam, wajibnya berhukum dengan syari’ah dan haramnya berhukum kepada pengadilan-pengadilan positif. Dan jihad fi sabilillah merupakan satu-satunya wasilah tamkin dan taghyir yang menyampaikan kepada kekuasaan politik (negara Islam) dengan benar dan kokoh. Cara-cara lain mungkin saja menyampaikan kepada kekuasaan politik namun pasti tidak akan kokoh dan secara syar’i belum tentu dibenarkan.•




Selasa, 12 Januari 2010

Siapakah Thogut

Thoghut adalah setiap yang disembah selain Alloh Subhanahu wa Ta’ala, ia rela dengan peribadatan yang dilakukan oleh penyembah atau pengikutnya, atau rela dengan keta’atan orang yang menta’atinya dalam hal maksiat kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala dan RasulNya.

Bentuk thoghut itu amat banyak, tetapi pemimpin mereka ada lima, yaitu:
  1. Setan.
    Thoghut ini selalu menyeru beribadah kepada selain Alloh Subhanahu wa Ta’ala. Dalil-nya adalah firman Alloh Subhanahu wa Ta’ala, yang artinya: “Bukankah Aku telah memerintahkan kepadamu hai Bani Adam supaya kamu tidak menyembah setan? Sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagi kamu.” (QS: Yaasiin: 60)
  2. Penguasa zhalim yang mengubah hukum-hukum Alloh Subhanahu wa Ta’ala.
    Seperti peletak undang-undang yang tidak sejalan dengan Islam. Dalilnya adalah firman Alloh Subhanahu wa Ta’ala yang mengingkari orang-orang musyrik. Mereka membuat peraturan dan undang-undang yang tidak diridhai oleh Alloh Subhanahu wa Ta’ala. Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman, yang artinya: “Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Alloh yang mensyari’atkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Alloh?” (QS: Asy-Syuuraa: 21)
  3. Hakim yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Alloh Subhanahu wa Ta’ala.
    Jika ia mempercayai bahwa hukum-hukum yang diturunkan Alloh Subhanahu wa Ta’ala tidak sesuai lagi, atau dia membolehkan diberlakukannya hukum yang lain. Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman, yang artinya: “Dan barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir”. (QS: Al-Maa’idah: 44)
  4. Orang yang mengaku mengetahui ilmu ghaib selain Alloh Subhanahu wa Ta’ala.
    Dalam hal ini Allah Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman, yang artinya: “Katakanlah, ‘Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Alloh’.” (Qs: An-Naml: 65)
  5. Seseorang atau sesuatu yang disembah dan diminta pertolongan oleh manusia selain Alloh Subhanahu wa Ta’ala, sedang ia rela dengan yang demikian.
    Dalilnya adalah firman Alloh Subhanahu wa Ta’ala, yang artinya: “Dan barangsiapa di antara mereka mengatakan, ‘Sesungguhnya aku adalah Tuhan selain Alloh’. Maka orang itu Kami beri balasan dengan Jahannam, demikian Kami memberikan pembalasan kepada orang-orang zhalim.” (QS: Al-Anbiyaa’: 29)
Setiap mukmin wajib mengingkari thaghut sehingga ia menjadi seorang mukmin yang lurus. Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman, yang artinya: “Karena itu, barangsiapa yang ingkar kepada thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Alloh Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS: Al-Baqarah: 256)
Ayat ini merupakan dalil bahwa ibadah kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala sama sekali tidak bermanfa’at, kecuali dengan menjauhi beribadah kepada selain-Nya. Rasululloh ShallAllahu’alaihi wa Sallam menegaskan hal ini dalam sabdanya, yang artinya: “Barangsiapa mengucapkan, ‘Laa ilaaha illallah’, dan mengingkari apa yang disembah selain Alloh, maka haram atas harta dan darahnya”. (HR: Muslim)
(Sumber Rujukan: Al Firqotun Naajiyah, Syaikh Muhammad Jamil Zainu)