"Janganlah kamu berhati lemah dalam mengejar mereka (musuhmu). Jika kamu merasa kesakitan, maka sesungguhnya mereka pun menderita kesakitan (pula), sebagaimana kamu menderitanya, sedang kamu mengharap dari Allah apa yang tidak mereka harapkan. Dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (an-Nisa’:104)"

Selasa, 21 Juni 2016

Kaum Sekularis di Bulan Ramadhan

Islam datang untuk mengeluarkan manusia dari sempitnya dunia menuju lapangnya dunia dan akhirat. Artinya, seorang muslim yang benar imannya tidak pernah beranggapan apalagi berkeyakinan bahwa dunia merupakan segala-galanya apalagi final.
Sedangkan seorang yang berfaham sekular adalah seorang hamba dunia. Ia sangat berkeyakinan bahwa dunia merupakan tempat final untuk mencapai puncak kesuksesan. Bila ia gagal dalam hidupnya di dunia berarti ia telah gagal total, seolah dirinya telah terjerembab ke dalam jurang neraka dengan penderitaan sejatinya. Sebaliknya, bila ia mencapai keberhasilan di dunia ia menyangka dirinya telah mencapai surga yang kebahagiaannya bersifat hakiki. Ini semua lantaran ia sangka bahwa sesudah dunia tidak ada apa-apa lagi. ”It’s now or never, ” begitulah prinsip hidupnya.
وَقَالُوا مَا هِيَ إِلَّا حَيَاتُنَا الدُّنْيَا نَمُوتُ وَنَحْيَا وَمَا يُهْلِكُنَا إِلَّا الدَّهْرُ وَمَا لَهُمْ بِذَلِكَ مِنْ عِلْمٍ إِنْ هُمْ إِلَّا يَظُنُّونَ
“Dan mereka berkata, “Kehidupan ini tidak lain hanyalah kehidupan di dunia saja, kita mati dan kita hidup dan tidak ada yang membinasakan kita selain masa”, dan mereka sekali-kali tidak mempunyai pengetahuan tentang itu, mereka tidak lain hanyalah menduga-duga saja”.(QS Al-Jatsiyah ayat 24)
Seorang yang berlogika seperti di atas mustahil bisa mendapatkan segenap kebaikan dan hikmah Ramadhan. Mengapa? Sebab bulan agung dan berkah ini hanya diperuntukkan bagi orang yang beriman. Sedangkan mereka yang tidak berimansulit untukmerasakan keistimewaannya. Coba lihat bagaimana Nabi menjelaskan dan menggambarkan keagungan bulan Ramadhan dalam berbagai pesan beliau.
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا كَانَ أَوَّلُ لَيْلَةٍ مِنْ شَهْرِ رَمَضَانَ صُفِّدَتْ الشَّيَاطِينُ وَمَرَدَةُ الْجِنِّ وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ النَّارِ فَلَمْ يُفْتَحْ مِنْهَا بَابٌ وَفُتِّحَتْ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ فَلَمْ يُغْلَقْ مِنْهَا بَابٌ وَيُنَادِي مُنَادٍ يَا بَاغِيَ الْخَيْرِ أَقْبِلْ وَيَا بَاغِيَ الشَّرِّ أَقْصِرْ وَلِلَّهِ عُتَقَاءُ مِنْ النَّارِ وَذَلكَ كُلُّ لَيْلَةٍ
Barsabda Rasulullah saw: “Bila tiba malam pertama bulan Ramadhan para syaithan dibelenggu, maksudnya jin. Dan pintu-2 Neraka ditutup dan tak satupun yang dibuka dan pintu-2 surga dibuka dan tak satupun yang ditutup dan ada penyeru yang menyerukan: ”Wahai para pencari kebaikan, sambutlah(songsonglah) dan wahai para pencari kejahatan, tolaklah(hindarilah).” Dan Allah memiliki perisai dari api neraka. Dan yang demikian terjadi setiap malam.” (HR Tirmidzi)
Coba perhatikan hadits di atas. Ia sarat dengan ungkapan mengenai perkara akhirat dan alam ghaib. Bagaimana mungkin seorang sekularis akan bisa menerima isi hadits di atas? Hanya seorang yang memang benar-benar beriman akan adanya akhirat dan alam ghaib-lah yang bisa menerima dan akhirnya meyakini kandungan hadits di atas. Namun seorang sekularis pastilah akan mentertawakan dan mengingkari kandungan hadits tersebut. Atau paling jauh ia akan memaksakan penafsiran simbolis dan liberal atas kandungannya.
Itulah sebabnya kita masih sering mendengar pendapat yang seolah melecehkan kegagalan ummat Islam untuk bisa berproduktivitas di bulan Ramadhan setara dengan produktivitasnya di bulan-bulan lainnya. Inilah pendapat seorang sekularis. Mereka masih saja memaksakan cara pandang dunia terhadap sebuah momen yang tolok ukur kemuliaannya tidak bisa ditakar dengan cara demikian.
Oleh karenanya Allah ta’aala sebutkan apa sesungguhnya target keberhasilan orang-orang yang berpuasa di bulan Ramadhan.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
”Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa, ” (QS Al-Baqarah ayat 183)
Allah ta’aala inginkan kita mencapai ketaqwaan di bulan Ramadhan. Allah ta’aala tidak menuntut kita agar terpengaruh dengan dunia ini dan terus berlomba meraih kesuksesan dunia di saat pintu-pintu surga sedang dibuka lebar-lebar dan pintu-pintu neraka ditutup rapat-rapat. Alangkah sayangnya, bilamana pada momen begitu besar peluang meraih keberhasilan ukhrowi kemudian manusia masih saja tenggelam dalam perlombaan merebut dunia…!
وَابْتَغِ فِيمَا آَتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الْآَخِرَةَ وَلَا تَنْسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (keni`matan) duniawi.” (QS Al-Qoshosh ayat 77)
Semoga Allah ta’aala jauhkan kita dari masuk ke dalam golongan sekularis. Golongan yang bahkan ketika bulan penuh berkah dan rahmat Allah ta’aala datang mereka masih saja tertipu dan terlena dengan dunia. Sehingga mereka tidak berusaha memanfaatkan peluang emas hujan rahmat Allah ta’aala berupa bulan Ramadhan ini untuk menjadikan hidupnya lebih bermakna dan terarah.
Bagi kalangan sekularis bulan Ramadhan pada akhirnya sama saja dengan bulan-bulan lainnya. Celakalah orang yang tidak mendapat ampunan Allah ta’aala di bulan yang agung ini. Wa na’udzubillahi min dzalika.

Para Pemimpin Yang Sebaiknya Ditolak

Di antara Nubuwwah (prediksi Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam) ialah persoalan para pemimpin yang sebaiknya ditolak. Dalam hadits tersebut digambarkan bahwa suatu ketika di masa yang akan datang bakal muncul para pemimpin yang dikenal di tengah masyarakat namun tidak disetujui karena sikap dan perilakunya yang zalim dan fasiq. Kemudian Nabi shollallahu ’alaih wa sallam memberi tahu kita bagaimana sikap yang semestinya ditegakkan bila para pemimpin seperti itu muncul. Untuk lebih jelasnya inilah tex hadits itu secara lengkap:
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ سَتَكُونُ أُمَرَاءُ
فَتَعْرِفُونَ وَتُنْكِرُونَ فَمَنْ عَرَفَ بَرِئَ وَمَنْ أَنْكَرَ سَلِمَ
وَلَكِنْ مَنْ رَضِيَ وَتَابَعَ قَالُوا أَفَلَا نُقَاتِلُهُمْ قَالَ لَا مَا صَلَّوْا
Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam bersabda: “Akan muncul pemimpin-pemimpin yang kalian kenal, tetapi kalian tidak menyetujuinya. Orang yang membencinya akan terbebaskan (dari tanggungan dosa). Orang yang tidak menyetujuinya akan selamat. Orang yang rela dan mematuhinya tidak terbebaskan(dari tanggungan dosa).” Mereka bertanya: ”Apakah kami perangi mereka?” Nabi shollallahu ’alaih wa sallam bersabda: ”Tidak, selagi mereka masih sholat.” (HR Muslim 3445)
Dengan jelas Nabi shollallahu ’alaih wa sallam menyatakan bahwa orang yang membenci para pemimpin yang zalim dan fasiq itu akan terbebaskan dari tanggungan dosa. Orang yang tidak menyetujui mereka akan selamat. Berarti hadits ini menegaskan sikap yang semestinya dimiliki seorang mukmin ketika berhadapan dengan pemimpin yang memiliki penyimpangan akhlak. Berbeda sekali dengan anggapan sebagian orang yang mengatakan bahwa di dalam ajaran Islam bagaimanapun perilaku seorang pemimpin ummat harus tetap mematuhinya dan menganggapnya sebagai ulil amri minkum (pemegang urusan di kalangan orang-orang beriman). Hadits ini jelas membantah anggapan naif tersebut.
Lalu dengan tegas Nabi shollallahu ’alaih wa sallam memperingatkan mereka yang rela dan mematuhi para pemimpin zalim dan fasiq itu. Beliau mengatakan bahwa ”Orang yang rela dan mematuhinya tidak terbebaskan(dari tanggungan dosa).” Di sinilah ajaran Islam memandang bahwa urusan menyerahkan loyalitas dan kepatuhan bukanlah perkara ringan. Sebab tidak saja si pemimpin berdosa karena kezaliman dan kefasikannya. Tetapi rakyat ikut menanggung dosa juga bila mereka tetap rela atas kezaliman dan kefasikan pemimpin tersebut, apalagi kemudian mematuhinya. Sehingga Allah melarang seorang beriman untuk mentaati siapapun dan apapun tanpa ilmu dan kesadaran akan mana yang benar dan mana yang batil.
وَلا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ
وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولا
”Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.” (QS Al-Israa 36)
Namun suatu hal yang memang Nabi shollallahu ’alaih wa sallam juga anjurkan ialah agar ummat jangan berfikiran untuk memeranginya selagi si pemimpin tersebut masih sholat. Menarik untuk diperhatikan ialah pandangan Imam Nawawi mengomentari potongan hadits ini ”Apakah kami perangi mereka?” Nabi shollallahu ’alaih wa sallam bersabda: ”Tidak, selagi mereka masih sholat.” Beliau menulis sebagai berikut:
وَأَمَّا قَوْله : ( أَفَلَا نُقَاتِلهُمْ ؟ قَالَ : لَا ، مَا صَلَّوْا )
فَفِيهِ مَعْنَى مَا سَبَقَ أَنَّهُ لَا يَجُوز الْخُرُوج عَلَى الْخُلَفَاء
بِمُجَرَّدِ الظُّلْم أَوْ الْفِسْق مَا لَمْ يُغَيِّرُوا شَيْئًا مِنْ قَوَاعِد الْإِسْلَام .
Maknanya ialah tidak dibenarkan keluar dari kepemimpinan khilafah hanya semata berdasarkan kezaliman dan kefasiqan selama para pemimpin itu tidak merubah sesauatupun dari kaedah-kaedah Al-Islam.
Ulama salaf ini dengan jelas sekali menggaris-bawahi bahwa selagi pemimpin masih menegakkan secara formal sistem kekhalifahan dan tidak merubah sesuatupun dari kaedah kaedah ajaran Al-Islam, maka tidak dibenarkan bagi seorang mukmin meninggalkan atau keluar dari kepemimpinan tersebut, walaupun akhlaq pemimpinnya zalim dan fasiq.

Saudaraku, permasalahan kita ummat Islam dewasa ini adalah bahwa bukan saja negeri-negeri Islam dipimpin oleh sebagian besar pemimpin yang berkepribadian zalim dan fasiq, tetapi sudah jelas mereka tidak menegakkan sistem kekhalifahan dan bahkan nyata benar bahwa kaedah-kaedah Islam telah banyak yang dirubah, baik oleh sang pemimpin tertinggi maupun oleh kepemimpinan kolektif kolaborasi lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif.
Untuk membuktikan kebenaran sinyalemen di atas tidaklah sulit. Karena dalam realitas keseharian terlalu banyak contoh kasus yang membenarkannya daripada membantahnya. Sungguh benarlah kita dewasa ini sedang menjalani masa fitnah sebagaimana telah disinyalir Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam.
بَادِرُوا فِتَنًا كَقِطَعِ اللَّيْلِ الْمُظْلِمِ يُصْبِحُ الرَّجُلُ مُؤْمِنًا وَيُمْسِي
كَافِرًا وَيُمْسِي مُؤْمِنًا وَيُصْبِحُ كَافِرًا يَبِيعُ دِينَهُ بِعَرَضٍ مِنْ الدُّنْيَا
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Bersegeralah beramal sebelum datangnya fitnah seperti sepenggalan malam yang gelap gulita, seorang laki-laki diwaktu pagi masih mukmin dan diwaktu sore telah kafir, dan diwaktu sore masih beriman dan paginya sudah menjadi kafir, ia menjual agamanya demi kesenangan dunia.“(HR Ahmad 8493)
رَبَّنَا أَفْرِغْ عَلَيْنَا صَبْرًا وَثَبِّتْ أَقْدَامَنَا
وَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ
“Ya Rabb kami, tuangkanlah kesabaran atas diri kami, dan kokohkanlah pendirian kami dan tolonglah kami terhadap orang-orang kafir”. (QS Al-Baqarah 250)

Ihsan Tandjung – Senin, 20 Rajab 1435 H / 19 Mei 2014 15:00 WIB