"Janganlah kamu berhati lemah dalam mengejar mereka (musuhmu). Jika kamu merasa kesakitan, maka sesungguhnya mereka pun menderita kesakitan (pula), sebagaimana kamu menderitanya, sedang kamu mengharap dari Allah apa yang tidak mereka harapkan. Dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (an-Nisa’:104)"

Selasa, 26 April 2016

MEREKALAH TERORIS SESUNGGUHNYA

Oleh: Abu Usamah JR
Editing: Tim Millah Ibrahim
======+++=====
Tatkala umat ini tengah memasuki era akhir zaman yang penuh fitnah, terjadilah seperti apa yang dikabarkan oleh Rasulullah 14 abad yang lalu. Di mana umat ini laksana hidangan makanan di atas nampan yang diperebutkan oleh manusia dari segala penjuru. Mewabahnya penyakit al wahn (cinta dunia takut mati) itulah yang menjadi pangkal datangnya hukuman dari Allah kepada umat ini berupa kondisi tersebut. Izzah umat ini tercabut di hadapan musuh-musuhnya, timbullah keberanian dari kaum kafir untuk memerangi kaum muslimin.
Dan sudah hampir seratus tahun umat ini dalam keadaan demikian, yaitu seumpama hidangan yang menjadi rebutan. Berbagai upaya dilakukan oleh musuh-musuh Islam untuk menghancurkan umat ini. Dan salah satu dari upaya tersebut adalah dirancangnya sebuah makar dengan grand design bernama perang melawan terorisme. Ini grand design yang sepintas cukup cantik dan populer karena yang menjadi target penghancuran adalah pelaku kejahatan bernama teroris. Tapi di balik kemasan indah tersebut tersimpan misi licik yang sesungguhnya, yaitu perang terhadap Islam dan kaum muslimin.
Fakta bahwa isu perang melawan terorisme pada hakikatnya adalah perang terhadap Islam dan kaum muslimin adalah fakta yang tak terbantahkan. Di mana tidak ada satupun kelompok perlawanan bersenjata di dunia ini yang disebut teroris kecuali dia pasti adalah kelompok Islam. Adapun segala bentuk tindakan kriminal dari penyerangan sampai genocide terhadap kaum muslimin oleh kaum kafir tidak pernah disebut tindakan terorisme. Bahkan upaya mempertahankan dan membela diri kaum muslimin dari kejahatan kaum kafir tidak pernah dibenarkan oleh dunia dan akan disebut tindakan terorisme. Inilah wajah sebenarnya dari isu perang melawan terorisme yang hari ini di bawah komando setan besar bernama Amerika Serikat.
Hakikat isu perang melawan teroris adalah perang terhadap kaum muslimin secara nyata juga bisa dilihat di negeri berpenduduk muslim terbesar bernama Indonesia. Tatkala kaum muslimin menjadi korban pembantaian kaum Nasrani seperti di Ambon, Tobelo dan Poso, tidak pernah penguasa kafir negeri ini yang menyebut bahwa itu adalah tindakan terorisme. Namun sebaliknya tatkala kaum muslimin bangkit melawan kedzaliman tersebut, maka dengan sigap aparat kafir negeri ini akan menyebutnya sebagai tindakan terorisme dan menindaknya dengan keras dan sadis. Dan fakta lainnya adalah tidak ada satupun individu atau kelompok di luar Islam yang disebut sebagai teroris.
Inilah sebagian fakta tindakan teror oleh kaum nasrani di indonesia tapi tidak disebut sebagai tindakan terorisme:
1. Pengeboman/peledakan Mall Alam Sutera pada tanggal 9 Juli 2015 dan tanggal 28 Oktober 2015. Pelaku bernama Leopard Wisnu Kumala (29 tahun ), agama Kristen. Bahan peledak Triaceton Triperoxide (TATP), daya kecepatan ledakan 5.400 meter/detik, kategori high explosive. Pelaku meletakkan bom sebanyak empat buah pada bulan juli dan oktober 2015. Korban 1 orang mengalami luka parah. Meskipun faktanya demikian namun karena pelaku bukan seorang muslim maka Polisi tidak menyebutnya sebagai teroris dan tidak dijerat dengan undang-undang anti terorisme.
2.Penyerangan terhadap jama’ah sholat Iedul Fitri di Tolikara, Papua, pada 17 juli 2015 oleh massa kristen GIDI (Gereja Injil Di Indonesia ). Dalam penyerangan tersebut sebuah masjid ludes terbakar, puluhan rumah dan toko milik kaum muslimin turut menjadi korban tindakan teroris tersebut. Penyerangan dipimpin oleh Pendeta Martin Jingga. Namun karena pelakunya adalah massa Kristen maka tidak disebut teroris. Bahkan para pelaku penyerangan yang terluka dan dirawat di Rumah Sakit dikunjungi serta diberi santunan oleh Menteri Sosial dan oleh Gubernur Papua. Sementara itu para pemimpin organisasi penyerangan, yaitu GIDI diundang sebagai tamu kehormatan ke istana negara oleh presiden Jokowi.
3. Penyerangan Mapolsek Sinak, kabupaten Puncak, Papua pada 27 desember 2015. Korban tewas 3 orang anggota polisi, pelaku juga merampas 7 pucuk senjata. Karena diduga kuat pelaku penyerangan adalah OPM (Organisasi Papua Merdeka ) sebuah organisasi sparatis Kristen, maka tidak disebut tindakan terorisme. Bahkan dengan cepat Kapolda Papua menyebut penyerangan tersebut kriminal murni bukan tindakan terorisme dan tidak terkait dengan organisasi teroris.
Bandingkan dengan penangkapan terhadap aktifis Islam di Mojokerto, Solo dan Tasikmalaya pada hari yang hampir bersamaan dengan penyerangan Mapolsek Sinak. Hanya dengan barang bukti pipa paralon dan paku serta merta polisi menetapkan mereka sebagai teroris, hal tersebut dikarenakan para tersangka adalah muslim yang berjenggot dan istrinya mengenakan cadar.
Maka dengan secuil fakta tersebut terungkaplah motif sesungguhnya dari isu perang terhadap teroris yang dikomandani oleh Amerika dan diikuti oleh penguasa kafir dan murtad di dunia ini. Bahwa hakikatnya adalah perang terhadap Islam dan kaum muslimin.
Jika para penguasa kafir dan murtad memiliki definisi sendiri tentang siapa teroris, maka Al-Qur’an juga memiliki definisi tersendiri tentang siapa teroris. Dan sebagai kaum muslimin yang mengaku berpedoman dengan Al-Qur’an,maka petunjuk alqur’an tentang definisi teroris yang kita ikuti adalah definisi alqur’an.
Allah ‘azza wa jalla berfirman,
“Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik, atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). Yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka didunia, dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar”. (QS Al-Maidah :33).
Kesimpulan dari ayat diatas adalah, bahwa teroris adalah siapa saja yang memerangi Allah dan Rasul-Nya serta membuat kerusakan di muka bumi. Dan bentuk nyata dari memerangi Allah di antaranya adalah:
1. Melenyapkan hukum Allah dari kehidupan dan menggantinya dengan hukum buatan manusia.
Perbuatan ini jelas adalah bentuk peperangan nyata terhadap Allah ‘azza wa jalla. Dimana mereka melakukan hal tersebut didukung dengan perangkat lunak dan perangkat keras berupa senjata dan angkatan perang. Seluruh perangkat tersebut digunakan untuk mempertahankan eksistensi hukum buatan manusia dan mencegah tegaknya hukum Allah. Inilah yang dilakukan oleh para penguasa kafir dan murtad di berbagai negara di dunia ini. Untuk penguasa model ini Allah mengatakan,
“Mereka ingin memadamkan cahaya Allah dengan mulut (tipu daya) mereka, tetapi Allah (justru) menyempurnakan cahaya-Nya, walau orang-orang kafir membencinya”. (QS Ash-Shaf: 8).
2. Melarang penampakan syiar-syiar agama Allah dalam kehidupan dan memberi kebebasan penampakan syiar-syiar agama kekafiran.
Contoh nyata dalam hal ini adalah larangan mengenakan niqab bagi muslimah di Prancis dan larangan melaksanakan puasa bagi kaum muslimin pada bulan Ramadhan oleh pemerintah Komunis China. Sementara itu Prancis melegalkan penghinaan terhadap Rasulullah, melegalkan khamar dan seks bebas.
Contoh lain adalah seperti yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia yang menutup situs-situs berita online yang menyeru kepada tauhid dan membiarkan situs-situs yang dikelola kelompok kafir dan murtad seperti Syiah dan Ahmadiyah. Dan bersamaan dengan itu situs-situs dengan konten pornografi dibiarkan eksis dan dengan mudah bisa diakses. Adapun diantara bentuk peperangan terhadap Rasulullah adalah:
1. Melestarikan perbuatan bid’ah dan memperolok-olok sunnah Rasulullah.
Contoh nyata dalam hal ini adalah seperti yang dilakukan oleh seorang kyai yang menyebutkan bahwa jenggot itu bisa mengurangi kecerdasan seseorang. Sehingga semakin panjang jenggot seseorang maka akan semakin bodoh orang tersebut. Sementara sang kyai tersebut adalah penyeru dan penghidup bid’ah serta menjadi pembela Syiah Rafidhoh.
Atau juga seperti orang-orang yang menjadikan demokrasi sebagai sistem pemerintahan dan bernegara dengan meninggalkan ajaran yang dibawa oleh Rasulullah sholallahu ‘alaihi wassalam. Termasuk juga orang-orang yang aktif mengkampanyekan gaya hidup orang kafir dan menyebut sunnah Rasulullah sebagai sesuatu yang usang dan ketinggalan zaman.
2. Melegalkan penghinaan terhadap Rasulullah.
Contoh dalam hal ini adalah seperti yang dilakukan oleh pemerintah Prancis, Amerika dan Denmark yang membolehkan para kartunis membuat karikatur yang menghina Rasulullah.
3. Melindungi kelompok yang meyakini ada nabi setelah Muhammad shalallahu alaihi wassalam.
Ini seperti yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia yang melindungi keberadaan kelompok murtad Ahmadiyah. Di antara pokok keyakinan dari Ahmadiyah adalah membenarkan kenabian Mirza Ghulam Ahmad sebagai nabi setelah Rasulullah sholallahu ‘alaihi wassalam. Dengan mengatasnamakan kebebasan beragama dan berkeyakinan, pemerintah Indonesia melindungi keberadaan Ahmadiyah dan membiarkannya berkembang. Dengan sikap pemerintah yang seperti ini jelas merupakan bentuk permusuhan dan perang terhadap Rasulullah.
Adapun di antara perbuatan membuat kerusakan di muka bumi adalah:
1. Memaksakan kaum muslimin untuk hidup dibawah aturan dan sistem diluar islam.
Hal ini seperti yang dilakukan oleh pemerintah murtad Republik Indonesia yang memaksa kaum muslimin untuk diatur dengan sistem demokrasi dan dengan hukum KUHP buatan penjajah Belanda. Serta memaksakan Pancasila sebagai agama persatuan yang wajib diajarkan kepada anak-anak kaum muslimin di sekolah-sekolah. Dengan perbuatan tersebut jelas membuat kerusakan di muka bumi. Sebab ini adalah perbuatan yang merusak fitrah manusia yang diciptakan oleh Allah diatas dasar Islam. Dan perbuatan ini juga merusak tujuan hidup manusia diciptakan yaitu untuk mentauhidkan Allah.
2. Membungkam para penyeru dakwah tauhid.
Menutup situs-situs Islam yang menyeru kepada kemurnian tauhid yang dilakukan oleh pemerintah thoghut Indonesia adalah termasuk kejahatan dan kerusakan di muka bumi. Demikian juga tindakan mengawasi dan memata-matai para da’i penyeru tauhid sehingga dakwah tauhid tidak tersampaikan kepada umat adalah tindakan permufakatan jahat yang dilakukan oleh aparatur thoghut di negeri ini. Sebab dengan upaya thoghut tersebut kaum muslimin terus dalam keadaan tersesat dan tertipu dengan ideologi kafir yang meliputi kehidupan mereka. Dan tidak ada kerusakan yang lebih besar di muka bumi ini melebihi dipimpinnya kaum muslimin oleh para thoghut yang memutuskan perkara diantara mereka dengan hukum buatan manusia.
3. Memerangi para muwahidin dan mujahidin yang berjuang untuk tegaknya dienullah.
Inilah puncak kejahatan dan kerusakan dimuka bumi yang dilakukan oleh para teroris. Yaitu memerangi para pejuang islam yang hendak menghancurkan ideologi kekafiran dan menegakkan dienullah di muka bumi.Mereka (para penguasa kafir dan murtad) menyebut para mujahidin telah melakukan permufakatan jahat karena ingin menegakkan dienullah. Padahal para thoghut itulah yang melakukan permufakatan jahat dengan memberlakukan hukum kafir dan melarang berlakunya hukum islam.
Jadi sesungguhnya para penguasa kafir dan murtad beserta bala tentara dan pendukungnya itulah teroris yang sebenarnya.Dan antara para teroris dan kaum muslimin Allah menetapkan adanya permusuhan dan peperangan sebagaimana firmanNya,
“Orang-orang yang beriman berperang di jalan Allah, dan orang-orang yang kafir berperang di jalan thaghut, sebab itu perangilah kawan-kawan syaitan itu, karena sesungguhnya tipu daya syaitan itu adalah lemah”. (QS An Nisa :76).
Maka kewajiban bagi setiap kaum muslimin untuk memerangi para teroris tersebut agar dienullah tegak di muka bumi dan kekafiran beserta pendukungnya lenyap dan dihinakan. Dan kini telah tiba masa untuk memerangi para teroris tersebut.
Allahu musta’an

Rabu, 13 April 2016

Berjuang di Era Kepemimpinan Kaum Kuffar

Berjuang di Era Kepemimpinan Kaum Kuffar
 Keadaan yang dihadapi ummat Islam dewasa ini sangat mirip dengan keadaan yang dihadapi Nabi shollallahu ’alaih wa sallam dan para sahabat ketika berjuang menegakkan Islam di Mekkah sebelum hijrah ke Madinah. Saat itu orang-orang beriman menjadi kaum minoritas yang tertindas dan dibatasi ruang geraknya. Kaum muslimin tidak memiliki bargaining position karena mereka masih lemah. Sedangkan yang memegang otoritas kepemimpinan ialah kaum musyrik kuffar Quraisy Mekkah. Meskipun Nabi shollallahu ’alaih wa sallam hadir di tengah kaum muslimin, namun Nabi shollallahu ’alaih wa sallam tidak memiliki otoritas formal sebagai pemimpin masyarakat umum.
Keadaan ummat Islam dewasa ini mirip dengan keadaan generasi awal (para sahabat Nabi shollallahu ’alaih wa sallam) sebelum hijrah dari Mekkah ke Madinah. Ummat Islam dewasa ini minoritasmenghadapi mayoritas masyarakat dunia yang beragama di luar agama Allah Al-Islam. Jumlah seluruh penduduk dunia enam milyar lebih. Sedangkan jumlah ummat Islam hanya sekitar 1,6 milyar. Jelas ummat Islam minoritas dibandingkan mayoritas masyarakat dunia yang beragama di luar Islam alias kafir.
Sebagai akibatnya dunia menyaksikan ummat Islam menjadi ummat yang tertindas di berbagai bidang kehidupan dan di berbagai belahan bumi Allah ta’aala. Baik itu di negeri-negeri yang jelas-jelas berada dalam konflik fisik seperti Palestina, Afghanistan, Irak, Kashmir, Chechnya dan Filipina. Maupun di negeri-negeri yang tidak dalam keadaan berperang. Ummat Islam berada pada posisi yang tidak berdaulat. Banyak hambatan yang dirasakan datang dari kalangan jelas-jelas kafir non-muslim maupun dari kalangan sekularis-liberalis-nasionalis sesama muslim.
Konsekeuensi lainnya yang dihadapi ummat Islam ialah ruang gerak mereka dibatasi. Mereka tidak diizinkan untuk menampilkan Islam sebagai suatu sistem kehidupan yang utuh dan lengkap. Semua dimensi kehidupan diharuskan untuk berfungsi mengikuti logika sekular dan liberal bebas dari nilai agama manapun, apalagi Islam. Kalaupun Islam dibenarkan hadir maka kehadirannya sangat parsial dan periferal. Islam tidak dibenarkan hadir menjadi kekuatan utama dan tunggal. Dan yang lebih memprihatinkan ialah bahwa Islam kalaupun boleh tampil, maka ia harus tampil dengan semangat ”berkoalisi” dengan nilai-nilai lain di luar Islam.
Disinilah pentingnya kita belajar dari Siroh Nabawiyyah (Sejarah Perjuangan Nabi shollallahu ’alaih wa sallam). Bagaimanakah Nabi shollallahu ’alaih wa sallam dan para sahabat berjuang ketika masih dalam keadaan lemah? Dalam keadaan mereka menjadi kelompok minoritas, tertindas dan terbatas ruang geraknya? Bagaimana mereka berjuang ketika masih di Mekkah sebelum hijrah ke Madinah? Bagaimana mereka berjuang di era kepemimpinan kaum kuffar?
Sekurang-kurangnya ada tiga ciri menonjol perjuangan mereka ketika masih di Mekkah sebelum hijrah ke Madinah. Pertama, Nabi shollallahu ’alaih wa sallam dan para sahabat menunjukkan ke-istiqomahan yang luar biasa. Di tengah kejahiliyahan dan kemusyrikan yang menggejala mereka tampil dengan semangat:
يَخْتَلِطُونَ وَ لَكِنْ يَتَمَيِّزُونَ
“Berinteraksi (dengan masarakat) namun (menunjukkan) keistimewaan.”
Di satu sisi mereka aktif hidup di tengah masyarakatnya yang jahiliyyah dan menyembah berhala, namun mereka sanggup mempertahankan keistimewaan, terutama keistimewaan aqidah, keistimewaan fikrah (ideologi) dan keistimewaan akhlak. Mereka tidak mengucilkan diri dari masyarakat walaupun masyarakatnya tenggelam dalam kejahiliyahan dan kemusyrikan. Mereka tidak mengisolasi diri dari realitas masyarakat betapapun keadaannya. Namun interaksi para sahabat di tengah masyarakat seperti itu tidak juga menyebabkan mereka terkontaminasi dan menjadi ikut-ikutan jahiliyyah apalagi menjadi musyrik…!
Kedua, interaksi yang dijalin para sahabat di tengah masyarakat jahiliyyah mengandung kejelasan misi. Yaitu misi da’wah Islam. Para sahabat di bawah komando Nabi shollallahu ’alaih wa sallam sangat aktif, intensif dan persuasif mengajak setiap anggota masyarakat musyrik Mekkah untuk menuju jalan Allah ta’aala. Mereka sangat faham bahwa menjadikan setiap manusia non-muslim mau mengucapkan dua kalimat syahadat merupakan kegiatan paling mulia dan utama bila ingin menyaksikan terjadinya perubahan hakiki masyarakat ke arah perbaikan.
وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلًا مِمَّنْ دَعَا إِلَى اللَّهِ وَعَمِلَ صَالِحًا وَقَالَ إِنَّنِي مِنَ الْمُسْلِمِينَ
”Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: “Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang menyerah diri” (QS Fushilat ayat 33)
Mereka tidak menghabiskan waktu untuk sebatas berdagang apalagi tenggelam dalam hiburan-hiburan bersama masyarakat musyrik dimana mereka hidup. Para sahabat sangat menginginkan keimanan menyebar dan masuk ke dalam hati setiap orang yang ia jumpai. Karena hanya dengan iman dan Islam sajalah seseorang akan meraih keselamatan sejati di sisi Allah ta’aala. Dan para sahabat telah merasakan sendiri betapa manisnya iman dibandingkan dengan kepahitan hidup sebelumnya dalam kekufuran dan kemusyrikan…!
Ketiga, Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam dan para sahabat ketika masih berjuang di Mekkah sebelum hijrah ke Madinah tidak sedikitpun menunjukkan sikap kompromi terhadap sistem dan ideologi jahiliyyah. Oleh karenanya, sebelum hijrah Nabi dan para sahabat tidak pernah menjalin negosiasi apapun dengan kaum musyrikin. Negosiasi baru pertama kali disepakati antara kaum muslimin dengan kaum musyrikin yaitu saat Perjanjian Hudaibiyah. Ketika itu muslimin telah hijrah dan memiliki kekuatan sehingga bargaining position mereka diperhitungkan musyrikin.
Pernah satu kali gembong musyrikin mengajak Nabi shollallahu ’alaih wa sallam berkompromi sewaktu masih di Mekkah sebelum hijrah, yaitu saat mereka menawarkan untuk bersama kaum muslimin menyembah tuhan kaum muslimin yaitu Allah ta’aala selama satu tahun asalkan selama satu tahun berikutnya kaum muslimin siap menyembah berhala-berhala kaum musyrikin bersama kaum musyrikin. Apa jawaban Nabi shollallahu ’alaih wa sallam? Nabi shollallahu ’alaih wa sallam tidak menjawab, melainkan Allah ta’aala menurunkan wahyu sebagai berikut:
قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ لَا أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُونَ وَلَا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ وَلَا أَنَا عَابِدٌ مَا عَبَدْتُمْ وَلَا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ
”Katakanlah: “Hai orang-orang yang kafir, aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmulah agamamu, dan untukkulah, agamaku”. (QS Al-Kafirun ayat 1-6)

Ust. Ihsan Tanjung


AKU BANGGA JADI HAROKI !

AKU BANGGA JADI HAROKI !
* Harokah Islamiyah, artinya gerakan Islam. Yaitu gerakan skelompok Muslim, dengan metode tertentu, untuk mencapai kemaslahatan Ummat.
* Para aktivisnya sering disebut HAROKI (orang pergerakan) atau muharrik.
* Harakah biasanya memiliki aturan internal & disiplin tertentu. Ini dimaksudkan agar gerakan mereka tertata rapi, solid, efektif.
* Harakah berbeda dengan konsep MAJELIS TAKLIM, PENDIDIKAN FORMAL, atau BIROKRASI NEGARA. Meskipun, bisa saja orang-orang Haroki masuk ke tempat-tempat itu.
* Harokah umumnya dibangun di sebuah negara SEKULER. Tujuannya, ingin membawa negeri itu ke arah ISLAMI.
* Jika sebuah negara sudah Islami, konsep Harokah tidak dibutuhkan lagi. Malah harakah itu bisa ikut menjaga kehidupan Islam semampunya. Jadi harakah adalah: al wasilah li ishlahil Ummah (suatu sarana untuk memperbaiki Ummat).
* Sehingga, harokah hakikatnya adalah JIHAD, tetapi bukan dengan berperang, melainkan dengan Dakwah dan Kaderisasi SDM.
* Kadang Harakah menempuh strategi "bawah tanah", rahasia, ketat dalam soal anggota. Hal itu karena banyak pihak-pihak yang memusuhi, dari kalangan sekuler maupun Barat. Ia dibuktikan melalui fakta-fakta yang banyak dari masa ke masa. Di mana ada dakwah tauhid, seringkali dimusuhi anasir-anasir tiran. Makanya buat gerakan "bawah tanah". Tujuannya, bukan membuat makar. Tapi justru untuk melawan makar.
* Apakah merahasiakan gerakan itu suatu dosa? sebab Khalifah Umar Bin Abdil Aziz pernah menyatakan bahwa gerakan bahwa tanah itu membangun kesesatan dan dosa. !? Jawabnya, para pemuda Al-Kahfi pun dulunya merahasiakan gerakan mereka. Sampai ada kata "fal yatalatthaf" (hendaknya dia membeli makan dengan tenang, lunak, jangan tergesa sehingga mencurigakan orang).
* Tapi strategi itu sering disalah-pahami sebagai hizbiyah, bid'ah, memecah belah. Padahal Nabi dan Shahabat biasa melakukan upaya-upaya rahasia, untuk menyembunyikan gerakan mereka, terutama di Makkah.
* Beberapa fakta SIRAH NABAWIYAH perlu disebut: majelis Darul Arqam itu rahasia, dakwah ke peziarah Haji juga rahasia, Baiat Aqabah I dan II rahasia, gerakan hijrah ke Madinah rahasia, dan lain-lain.
* Intinya, tidak mengapa merahasiakan gerakan, selama ada pihak-pihak yang memusuhi missi perjuangan Islam.
* Bahkan upaya mendirikan DAULAH ABBASSIYAH, kemudian menggusur Umayyah, sepenuhnya rahasia, sangat disiplin dan sangat militan sekali. Toh tidak ada ulama Ahlus Sunnah yang mengingkari/menafikan Dinasti Abbassiyah. Imam-imam Ahlus Sunnah & Imam Ahlul Hadits muncul di zaman Abbassiyah ini.
* Untuk menilai Harokah ada 3 poin penting: AQIDAH, TUJUAN, dan SARANA. Aqidah harus SUNNI atau AHLUS SUNNAH. Tujuan: Menegakkan Syariat Allah di muka bumi. Sarana atau strategi dipilih sesuai ijtihad ulama, dengan pertimbangan mencapai hasil terbaik.
* Islami tidaknya suatu gerakan, lihat TUJUAN-nya (yakni al-ghayah). Lurus tidaknya gerakan itu, lihat al aqidah (yakni keyakinan). Dan terkait sarana (al wasilah) itu masuk area ijtihad ulama. Ijtihad diperbolehkan. Bahkan ada kaidah "al ijtihadu laa yudhaddu bil ijtihad" (satu ijtihad tidak bisa dilawan dengan ijtihad lain).
* Banyak orang dengan SEENAKNYA menyerang Harakah Islamiyah kalangan Sunni sebagai "bid'ah", "hizbiyah", "sesat". Lalu yang benar menurut mereka yang mana? Katanya, yang MENDAPAT RESTU PENGUASA sekuler. Apa mungkin mereka merestui missi Islam? Apa mungkin yang namanya penguasa sekuler (yang anti Islam, anti Manhaj Salaf) mendukung Syariah Islam ? Akhirnya kita jadi paham, orang-orang itu berdiri di sisi kaum Islami atau sekuler. Akidah mereka membela sekularisme dan memusuhi Islam.
* Padahal ulama sepakat, sekularisme itu kekafiran, jahiliyah, atau kemusyrikan. Tokoh-tokoh Masyumi menyebutnya LAA DINIYYAH (tidak ada agamanya).
* Ummat Islam harus tahu dan sadar, putra-putra Haroki selama ini SANGAT BANYAK BERPERAN menjaga agama Allah di negeri-negeri Muslim. Baik Ummat mengetahui itu atau tidak. Jasa-jasa besar ini adalah bukti yang tidak boleh diingkari.
* Paling parah, ada yang menyebut kalangan Harakah sebagai Khawarij.
BANTAHAN: Khawarij akidahnya jelas memusuhi kaum Muslimin. Sedangkan tujuan Harakah adalah membela kepentingan Ummat dan Islam. Bagaimana bisa pihak PRO ISLAM kok disebut Khawarij?

* Paling parah lagi, para pencela itu sering tidak mau diajak tabayun, klarifikasi, atau debat terbuka. Seolah yang mereka inginkan adalah "yasuddunan nasa'an dinillah" (menghalangi manusia dari agama Allah). Na'udzubillah min dzalik.
* TAPI ada satu kritik untuk kalangan Harakah Islam. Hendaknya mereka jangan fanatik buta, dengan menafikan gerakan-gerakan lain. Hendaklah mereka mau BEKERJASAMA dengan gerakan-gerakan Islam lain, untuk mencapai MASLAHAT BERSAMA. Jangan membatasi makna Islam pada kelompok sendiri saja. itu Hizbiyyah namanya !!
* Benar kata ulama, Harakah Islam adalah "jama'ah minal muslimin" (satu kelompok dari kalangan Muslim); bukan "jamaatul muslimin" (representasi Ummat paling sah).
* TERAKHIR, adanya kesalahan individu tidak boleh menjadi alasan MENCELA suatu harakah. Namanya manusia, tidak lepas dari salah & dosa. Ada kaidah: "Kemuliaan Islam tidak diwakili perbuatan seorang Muslim."
Maka, hendaknya para aktivis Islam saling nasehati dalam kebenaran & kesabaran. Na'am...
Allahu A'lam.

Maaher At-Thuwailibi


Cukuplah Bagi Kami Dienullah Al-Islam Dan Identitas Sebagai Muslim

Suatu ketika selagi berda’wah di Australia, penulis ditanya oleh seorang mahasiswa Indonesia yang sedang mengambil program paska-sarjana, “Ustadz, mana yang lebih baik antara seorang ‘muslim tapi’ atau orang ‘kafir yang baik’?” Pertanyaan ini sungguh mencerminkan kebingungan penanya yang barangkali juga mewakili kebingungan banyak kaum muslimin dewasa ini. Yang dimaksud dengan seorang ‘muslim tapi’ ialah seorang muslim tapi banyak berbuat dosa. Muslim, tapi korupsi. Muslim, tapi minum khamr. Muslim, tapi berzina. Muslimah, tapi tidak berjilbab. Sedangkan yang dimaksud dengan seorang ‘kafir yang baik’ ialah seorang non-muslim tapi disiplin, rajin bekerja, tertib, teratur, jujur dan lain sebagainya.
Maka penulis menjawab dengan mengatakan bahwa keduanya sama-sama buruk. Si ‘muslim tapi’ buruk karena dia setiap hari berdusta kepada Allah سبحانه و تعالى . Dia mengaku beriman tetapi tidak sanggup menghadapi berbagai ujian di dunia. Ia tidak bersungguh-sungguh dalam menjaga identitasnya sebagai bahagian dari kaum beriman. Padahal Allah سبحانه و تعالى telah memperingatkan setiap orang yang mengaku beriman bahwa dirinya akan diuji agar tersingkap siapa yang jujur dan benar dalam pengakuan berimannya dan siapa yang berdusta alias berbasa-basi dalam pengakuannya.
أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لا يُفْتَنُونَوَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ
“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan, ‘Kami telah beriman’, sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.” (QS. Al-Ankabut [29] : 2-3)

Sedangkan si ‘kafir yang baik’ juga buruk karena segala kebaikan yang dia perlihatkan hanya bermanfaat sebatas hidupnya di dunia. Sedangkan segala kebaikan yang dia perlihatkan tersebut tidak akan menghasilkan akibat baik apapun bagi kehidupannya di akhirat kelak. Sehingga Allah سبحانه و تعالى gambarkan bagaimana amal perbuatan orang-orang yang kafir terhadap hari Akhir menjadi seperti debu berterbangan alias tidak ada nilainya sama sekali.
وَقَدِمْنَا إِلَى مَا عَمِلُوا مِنْ عَمَلٍ فَجَعَلْنَاهُ هَبَاءً مَنْثُورًا
“Dan Kami hadapkan segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan.” (QS. Al-Furqan [25] : 23)
Lalu apa yang mestinya dilakukan? Berda’wah. Ajaklah manusia agar menuju ke Allah سبحانه و تعالى . Angkatlah derajat si ‘muslim tapi’ agar meninggalkan posisi buruk status quo-nya. Doronglah dia agar menjadi seorang muslim-mukmin sejati. Tidak lagi gemar melakukan dosa. Sedangkan da’wah kepada si ‘kafir yang baik’ ialah dengan memperkenalkan kepadanya jalan hidup yang benar, yaitu dienullah Al-Islam. Dan pada puncaknya, ajaklah dia agar memeluk Islam sebagaimana yang dicontohkan oleh teladan utama kita Nabi Muhammad صلى الله عليه و سلم . Hal ini dilakukan agar segala kebaikan yang telah ia lakukan mempunyai efek dan nilai yang jauh sehingga terbawa ke alam berikutnya yaitu kehidupan akhirat. Sebagaimana Allah سبحانه و تعالى nyatakan di dalam ayat berikut:
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُحَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan (di dunia) yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka (di akhirat) dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. An-Nahl [16] : 97)
Di era penuh fitnah seperti sekarang banyak muslim yang bingung. Mereka melihat di satu sisi kemajuan atau kebaikan material umumnya melekat pada kaum kafir. Sedangkan di sisi lain segala hal yang berkaitan dengan keterbelakangan atau keburukan selalu melekat pada mereka yang disebut kaum muslimin. Akhirnya kebingungan itu melahirkan kian banyak muslim yang tidak lagi peduli dengan nikmat yang semestinya paling berharga dalam hidupnya, yaitu iman dan Islam.
Di samping itu mulailah kepercayaannya akan Islam sebagai identitas orisinalnya memudar. Mulailah mereka mencari-cari identitas lain yang mereka yakini lebih dapat mengangkat leverage (status) kemuliaan dirinya di hadapan manusia banyak. Mereka tidak lagi bangga mengaku sebagai muslim. Ada yang lebih bangga menjadi seorang rasionalis, spiritualis, moderat, radikalis, fundamentalis, demokrat, nasionalis, humanis, pluralis, sekularis, modernis, progressif, westernis, orientalis, liberalis atau universalis. Padahal secara gamblang Allah سبحانه و تعالى menyebutkan bahwa identitas orang beriman adalah menjadi kaum muslimin. Inilah sebutan resmi langsung dari Allah سبحانه و تعالى terhadap orang-orang yang beriman sepanjang zaman.
هُوَ اجْتَبَاكُمْ وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ مِلَّةَأَبِيكُمْ إِبْرَاهِيمَ هُوَ سَمَّاكُمُ الْمُسْلِمِينَ مِنْ قَبْلُ وَفِي هَذَا
“Dia (Allah سبحانه و تعالى ) telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan. (Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian muslimin dari dahulu, dan (begitu pula) dalam (Al-Qur’an) ini.” (QS. Al-Hajj [22] : 78)
Di dalam buku Al-Islam, Sa’id Hawwa menulis:
Seandainya Islam undur dari panggung kehidupan, niscaya segala sesuatu yang ada di bumi ini tidak ada yang berada pada tempatnya dan semuanya dalam keadaan yang tidak tetap. Norma-norma akan menjadi tidak karuan dan nilai-nilai menjadi jungkir balik. Yang kemarin diharamkan, hari ini akan menjadi barang halal. Begitu pula sebaliknya. Apa yang ditetapkan hari ini, esoknya dibatalkan. Dan apa yang ditetapkan esok harinya, lusanya tidak akan berlaku lagi. Hawa nafsu manusia mencoba mengungkap hakikat dirinya dengan teori-teori yang paling bertentangan dan berlawanan. Dan bersama dengan teori-teori tersebut manusia semakin tidak tahu tentang hakikat dirinya. Tidak tahu mana jalan masuk dan mana jalan keluar. Ia berputar-putar dalam lingkaran syetan. Menggelinding tak tentu arah. Meski dirinya membayangkan bahwa ia tahu apa yang ia harus lakukan, namun hakikatnya ia tidak tahu apa yang ia harus lakukan, ia tidak tahu mengapa ia melakukan dan mengapa ia menghendaki? Setiap generasi ingin mengungkap hakikat dirinya dalam bentuk yang berbeda dengan orang lain. Di sana tidak ada dasar yang dijadikan rujukan manusia atau diakuinya. Maka kepada seseorang tidak dapat ditegakkan hujjah. Manusia tidak tunduk kepada satu pendapat. Meskipun seseorang atau penguasa menginginkan seluruh manusia kembali kepada satu sistem. Tetapi mereka pasti akan membangkangnya. Merdekakah manusia?
Ketika itulah manusia telah menjadi binatang-binatang di hutan belantara. Malah, barangkali keadaannya lebih buruk daripada binatang-binatang itu. Sebab manusia telah mengeksploitasi kemampuan dan fasilitas ilmiahnya di jalan yang sama sekali menyimpang. Maka binatang paling buruk manapun tidak akan mampu melakukan lebih sedikit saja darinya beribu-ribu kali.
Gambaran tersebut adalah kenyataan manusia sekarang. Dan kenyataan ini akan semakin memburuk. Bukankah jika semakin banyak aparat keamanan, semakin meningkat angka kriminalitas? Bukankah sekarang ini muncul generasi banci dan liar? Bukankah dimana-mana telah merajalela kebebasan hubungan seks? Bukankah angka orang yang terkena penyakit kelainan seks semakin meningkat sampai di beberapa negara tertentu telah mencapai 70% laki-laki yang kena penyakit tersebut? Bukankah kita melihat teori-teori yang diajukan setiap hari malah menjadikan suatu masalah semakin kacau dan bertentangan? Apa artinya semua itu?
Sekali lagi, undurnya Islam dari panggung dunia ini akan menjadikan segala sesuatu berada bukan pada tempatnya. Karena Islam adalah satu-satunya prinsip Rabbani yang benar dan lurus, jauh dari penyimpangan dan kesalahan. Islam-lah satu-satunya yang dapat menyempurnakan kemanusiaan di bawah naungannya. Tanpa Islam, segala sesuatu yang ada dalam manusia dan untuk manusia akan musnah.” (hal. 1, 2 dan 3 jilid 03)
***
Allah سبحانه و تعالى menyatakan bahwa hanya dan hanya dengan menempuh jalan hidup Islam ini sajalah umat manusia bakal hidup dalam keadilan, selamat, damai dan bersatu, Jika mereka mencari jalan yang lainnya –baik dicampurkan bersama Islam atau tidak- maka niscaya berantakanlah mereka:
وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُوَلا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْسَبِيلِهِ ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“… dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al-An’aam [6] : 153)
Kemudian Allah سبحانه و تعالى telah menegaskan secara pasti di dalam Al-Qur’an, bahwa Islam merupakan Din bagi seluruh Nabi-nabi dan Rasul-rasul sejak dari Adam as sampai dengan Nabi Muhammad صلى الله عليه و سلم –sebagai pembawa risalah samawi (langit) yang terakhir. Dalam hubungan ini dapat diperhatikan beberapa kutipan dari al-Qur’an seperti di bawah ini.
Berkenaan dengan Nuh, Ibrahim dan Ismail alaihimus salam di dalam Al-Qur’an disebutkan:
وَأُمِرْتُ أَنْ أَكُونَ مِنَ الْمُسْلِمِينَ
“…aku disuruh supaya aku termasuk golongan orang-orang muslim (yang berserah diri kepada-Nya).”(QS. Yunus [10] : 72)
رَبَّنَا وَاجْعَلْنَا مُسْلِمَيْنِ لَكَ
“Ya Rabb kami, jadikanlah kami berdua orang muslim (yang tunduk patuh) kepada Engkau.” (QS. Al-Baqarah [2] : 128)
Nabiyullah Ya’qub alaihimas salam mewasiatkan kepada anak-anaknya sebagaimana tersebut di dalam al-Qur’an:
إِنَّ اللَّهَ اصْطَفَى لَكُمُ الدِّينَ فَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
“Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan sebagai muslim (memeluk agama Islam).” (QS. Al-Baqarah [2] : 132)
Sedangkan mengenai Taurat di dalam al-Qur’an diterangkan,
يَحْكُمُ بِهَا النَّبِيُّونَ الَّذِينَ أَسْلَمُوا
“…yang dengan Kitab itu diputuskan perkara orang-orang Yahudi oleh nabi-nabi yang Islam (menyerahkan diri kepada Allah)…” (QS. Al-Maidah [5] : 44)
Dan mengenai Nabi Musa alaihis salam Al-Qur’an menerangkan,
فَعَلَيْهِ تَوَكَّلُوا إِنْ كُنْتُمْ مُسْلِمِينَ
“Berkata Musa, ‘Hai kaumku, jika kamu beriman kepada Allah, maka bertawakkallah kepada-Nya saja, jika kamu benar-benar muslimin (orang yang berserah diri)’.” (QS. Yunus [10] : 84)
Tentang Yusuf alaihimus salam al-Qur’an menerangkan,
تَوَفَّنِي مُسْلِمًا وَأَلْحِقْنِي بِالصَّالِحِينَ
“Wafatkanlah aku dalam keadaan Islam dan gabungkanlah aku dengan orang-orang yang saleh.” (QS. Yusuf [12] : 101)
Dan berkenaan dengan imannya tukang-tukang sihir Fir’aun kepada Musa alaihis salam al-Qur’an menceritakan,
رَبَّنَا أَفْرِغْ عَلَيْنَا صَبْرًا وَتَوَفَّنَا مُسْلِمِينَ
“Ya Rabb kami, limpahkanlah kesabaran kepada kami dan wafatkanlah kami dalam keadaan sebagai muslimin (berserah diri kepada-Mu).” (QS. Al-A’raaf [7] : 126)
Sedangkan tentang kaum Hawariyyin —pembela Nabi Isa alaihis salam— disebutkan di dalam al-Qur’an,
ءَامَنَّا بِاللَّهِ وَاشْهَدْ بِأَنَّا مُسْلِمُونَ
“Kami beriman kepada Allah; dan saksikanlah bahwa sesungguhnya kami adalah muslimin (orang-orang yang berserah diri).” (QS. Ali-Imran [3] : 52)
Ratu Saba’ pernah menyatakan keislamannya sebagaimana diceritakan di dalam Al-Qur’an,
وَأَسْلَمْتُ مَعَ سُلَيْمَانَ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
“Aku Islam (berserah diri bersama Sulaiman alaihis salam) kepada Allah, Rabb semesta alam.” (QS. An-Naml [27] : 44)
Sedangkan berkenaan dengan do’a seorang laki-laki yang sholeh, al-Qur’an menyebutkan,
وَأَصْلِحْ لِي فِي ذُرِّيَّتِي إِنِّي تُبْتُ إِلَيْكَ وَإِنِّي مِنَ الْمُسْلِمِينَ
“Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk muslim (orang-orang yang berserah diri).” (QS. Al-Ahqaf [46] : 15)
Dalam sebuah hadits shahih disebutkan:
الْأَنْبِيَاءُ إِخْوَةٌ مِنْ عَلَّاتٍ وَأُمَّهَاتُهُمْ شَتَّى وَدِينُهُمْ وَاحِدٌ
Rasulullah صلى الله عليه و سلم bersabda, “Para Nabi adalah satu ayah (Adam ‘alaihis salam), ibu mereka berbeda-beda namun agama mereka satu.” (HR. Muslim 4362)
Dan Allah سبحانه و تعالى berfirman:
شَرَعَ لَكُمْ مِنَ الدِّينِ مَا وَصَّى بِهِ نُوحًاوَالَّذِي أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ وَمَا وَصَّيْنَا بِهِإِبْرَاهِيمَ وَمُوسَى وَعِيسَىأَنْ أَقِيمُوا الدِّينَ وَلَا تَتَفَرَّقُوا فِيهِ
“Dia (Allah سبحانه و تعالى ) telah mensyari`atkan kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa alaihimus salam yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya.” (QS. Asy-Syura [26] : 13)
Islam yang diserukan oleh Nabi Muhammad صلى الله عليه و سلم dapat diketahui dari al-Qur’an dan as-Sunnah yang telah diakui ke-shahihannya oleh para ulama hadits. Dan Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad صلى الله عليه و سلم ini adalah merupakan hidayah yang sempurna untuk seluruh ummat manusia. Allah سبحانه و تعالى menurunkan Islam ini secara menyeluruh dan sempurna, sehingga tidak ada satu persoalanpun yang menyangkut kehidupan manusia yang tidak diatur oleh Islam, baik yang berkait dengan hukum —seperti hukum mubah, haram, makruh, sunnah, wajib dan fardhu— ataupun yang menyangkut masalah aqidah, ibadah, politik, ekonomi, peperangan, perdamaian, perundang-undangan dan semua konsep hidup manusia. Sebagai mensifati al-Qur’an, Allah سبحانه و تعالى berfirman:
وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ تِبْيَانًا لِكُلِّ شَيْءٍ
“Dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Qur’an) untuk menjelaskan segala sesuatu.” (QS. An-Nahl [16] : 89)
وَتَفْصِيلًا لِكُلِّ شَيْءٍ
“…sebagai pelajaran dan penjelasan bagi segala sesuatu,” (QS. Al-A’raaf [7] : 145)
Akan halnya sesuatu yang belum dijelaskan secara gamblang dan rinci dalam al-Qur’an dan as-Sunnah dapt diketahui dengan jalan pengambilan hukum (istinbath) oleh para mujtahid ummat Islam.
Al-Qur’anul Karim dan As-Sunnah An-Nabawiyyah telah menjelaskan semua persoalan yang berkait dengan aqidah, ibadah, keuangan, sosial-kemasyarakatan, perang dan damai, perundang-undangan dan kehakiman, ilmu, pendidikan dan kebudayaan, hukum dan pemerintahan. Para ahli fiqih memformulasikan semua persoalan yang dibahas oleh Islam menjadi persoalan aqidah, ibadah, akhlaq,muamalah dan uqubah (sanksi hukum).
Termasuk ke dalam masalah aqidah adalah masalah hukum dan pemerintahan, dalam masalah akhlaq adalah masalah tatakrama, dan masalah ibadat adalah shalat, zakat, haji dan jihad, dalam masalah muamalah adalah transaksi keuangan, nikah dan segala persoalannya, soa-soal konflik, amanah dan harta peninggalan, sedangkan yang termasuk ke dalam masalah uqubah ialah qishash, hukuman bagi si pencuri, pezina, penuduh zina dan murtad.
Allah سبحانه و تعالى membebani manusia agar Islam ditegakkan di muka bumi sebagai langkah untuk menuju kehidupan ukhrawi. Hanya saja tabiat manusia sendiri cenderung tidak menyukai beban yang diamanahkan kepadanya yang dapat membatasi hawa nafsu syahwat dan kesenanagan serta kebebasannya, meskipun hal itu untuk kebaikannya. Oleh itu Allah سبحانه و تعالى mewajibkan para pembela kebenaran yang beriman kepada Allah سبحانه و تعالى dan komitmen terhadap kebenaran untuk membimbing kemanusiaan, supaya tunduk kepada kekuasaan Allah سبحانه و تعالى . Tugas ini dilaksanakan dengan cara menegakkan ad-da’wah al-Islamiyyah, amar ma’ruf nahyi munkar serta al-jihad fii sabilillah.
Menegakkan ad-da’wah al-Islamiyyah, amar ma’ruf nahyi munkar bertujuan agar Islam betul-betul tegak di tengah-tengah masyarakat Islam. Sedangkan jihad dilakukan bertujuan untuk melindungi keberlangsungan ad-da’wah al-Islamiyyah serta amar ma’ruf nahyi munkar dan untuk menegakkan kekuasaan syari’at Allah سبحانه و تعالى di seluruh dunia.
Dengan demikian Islam dapat disimpulkan menjadi:
1.     Aqidah sebagai fondasi; yang tercermin dengan syahadatain dan rukun iman
2.     Ibadah sebagai syiar-syiar ritual-seremonial peribadatan; yang tercermin dengan shalat, zakat, puasa dan haji, juga disebut rukun Islam
3.     Bangunan (sistem) yang tegak di atas rukun-rukun tersebut yang tercermin dengan seluruh sistem hidup Islam. Mencakup sistem politik, ekonomi, sosial, hukum, budaya, pendidikan, kemiliteran, akhlaq dan lain-lain.
4.     Tiang-tiang penegak sebagai cara menegakkan sekaligus melindungi Islam yang tercermin dengan ad-da’wah al-Islamiyyah, amar ma’ruf nahyi munkar serta al-jihad fii sabilillah. Tiang-tiang penegak ini bersifat basyari (upaya manusiawi), bukan tiang penegak yang bersifat rabbani, seperti sanksi fitriah, sanksi paksaan ilahiah di dunia, dan balasan surga-neraka di akhirat.
Sesudah itu semua, masih perlukah kita melirik dien (way of life, falsafah hidup, pedoman hidup, sistem hidup) selain Al-Islam? Masih perlukah kita mencari-cari identitas tambahan —baik dicampurkan bersama identitas sebagai muslim maupun berdiri sendiri— selain identitas yang Allah سبحانه و تعالى langsung sematkan pada diri kita, yaitu sebagai muslimin?
فَإِنْ تَوَلَّوْا فَقُولُوا اشْهَدُوا بِأَنَّا مُسْلِمُونَ
“Jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka, ‘Saksikanlah, bahwa kami adalah kaum muslimin (orang-orang yang berserah diri kepada Allah سبحانه و تعالى )’.” (QS. Ali-Imran [3] : 64)
-Ihsan Tanjung-