Ibnul
Qayyim Al-Jauziyyah rahimahullah berkata dalam kitabnyaThariqul
Hijratain, halaman 542 dalam Thabaqah yang ke-17: “Islam adalah
mentauhidkan Allah, beribadah kepada-Nya saja tidak ada sekutu bagi-Nya, iman
kepada Allah dan kepada Rasul-Nya, serta mengikuti apa yang dibawanya, maka
bila seorang hamba tidak membawa ini berarti dia bukan orang muslim, bila dia
bukan orang kafir mu’aanid maka dia adalah orang kafir yang
jahil, dan status orang-orang ini adalah sebagai orang-orang kafir yang jahil
tidak mu’aanid (membangkang), dan
ketidakmembangkangan mereka itu tidak mengeluarkan mereka dari status sebagai
orang-orang kafir”.
Sedangkan
Syaikh Abdullathif Ibnu Abdirrahman Ibnu Hasan rahimahullah mengatakan dalam kitabnya Mishbahudh Dhalaam, halaman 37: “Siapa yang
beribadah kepada selain Allah, dan menjadikan tandingan bagi Tuhan-nya, serta
menyamakan antara Dia dengan yang lainnya, maka dia itu adalah musyrik yang
sesat bukan muslim meskipun dia memakmurkan lembaga-lembaga pendidikan,
mengangkat para qadli, membangun mesjid, dan adzan, karena dia tidak
berkomitmen dengan (tauhid)nya, sedangkan mengeluarkan harta yang banyak serta
berlomba-lomba dalam menampakkan syi’ar-syi’ar amalan, maka itu tidak
menyebabkan dia memiliki predikat sebagai muslim, bila dia meninggalkan hakikat
Islam itu (tauhid)”.
Dan beliau berkata lagi di
halaman 328: “Islam adalah berkomitmen dengan tauhid berlepas diri dari syirik,
bersaksi terhadap kerasulan Muhammad shallallaahu
‘alaihi wa sallam dan mendatangkan
empat rukun Islam yang lainnya”.
Inilah sebagian perkataan
ulama tentang Islam dan syirik. Sebelumnya, Rasulullahshallallaahu ‘alaihi
wa sallam telah
mengisyaratkan dua macam syirik yang akan melanda umat ini secara besar-besaran
yaitu syirik
ibadatil autsaan (syirkul
qubuur/syirik kuburan) dan syirkulluhuuq
bil musyrikiin (syirkul
qushuur wad dustuur/syirik aturan). Kedua macam syirik ini telah merambah
di tengah-tengah umat.
Syirik
yang pertama adalah syirik mutadayyiniin (syirik orang-orang yang masih rajin
beribadah), ini bisa dilihat saat berjubelnya mereka di tempat-tempat dan
kuburan-kuburan keramat. Sedangkan syirik yang ke dua adalah syirik ‘ilmaaniyyiin (orang-orang sekuler) danIslamiyyin (orang-orang yang mengaku dari
jama’ah-jama’ah dakwah Islamiyyah yang dengan dalih Mashlahat Dakwah, mereka
masuk atau menggunakan sistem syirik yang ada).
Di antara kemusyrikan yang
nyata lagi terang, yang sudah merambah dan mengakar adalah DEMOKRASI, di mana
intinya adalah yang berhak menentukan hukum dan perundang-undangan itu adalah
rakyat atau mayoritas mereka yang menjadi wakilnya. Sedangkan di dalam Islam,
diantara hak khusus Allah adalah hukum dan tasyri’ yang bila dipalingkan kepada
selain-Nya maka itu adalah syirik.
Menjelang
Pilkada serentak yang akan digelar pada tanggal 9 Desember 2015 mendatang, ada
sebagian kalangan yang dengan dalih memilih madharat yang sedikit daripada
mendatangkan madharat yang banyak, sebagian kalangan tersebut meracuni pikiran
masyarakat agar masuk dan ikut serta dalam sistem syirik Demokrasi untuk
memilih pemimpin yang tidak jelas kebaikan dan kesholihannya didalam urusan
agama.
Dengan dibumbui
dalil-dalil syar’i yang disesuaikan dengan HAWA NAFSUnya, mereka secara
sporadis melakukan “Kampanye” terselubung yang dibungkus dengan slogan
“SYARIAH” untuk mengajak masyarakat khususnya kaum Muslimin agar tidak memilih
pemimpin kafir karena hukumnya haram.
Namun, “ucapan-ucapan”
manis mereka dalam hal ini menjadi suatu hal yang aneh dan kontradiktif. Disatu
sisi mereka melarang umat untuk memilih pemimpin kafir karena dilarang oleh
Allah. Akan tetapi disisi lain, mereka menyuruh umat untuk melakukan perbuatan
syirik, dengan ikut serta dalam sistem Demokrasi. Na’udzubillah..
Padahal
sudah sangat jelas bahwa Demokrasi merupakan sistem yang telah merampas hak
khusus Allah. Hal ini sebagaimana yang pernah ditegaskan oleh KH Ali
Bayanullah. Demokrasi adalah sistem yang melegalisasi manusia merampas hak
prerogratif Allah dalam membuat hukum. Padahal dalam Al Qur’an surat Al-An’aam ayat
50, Allah menegaskan in
al-hukmu illaa lil’laah, menetapkan hukum hanyalah milik Allah.
Hal ini disampaikan KH Ali
menjelang pemilu 2014 silam didahapan sekitar 300 ulama Jawa Timur (Jatim) dan
79 ulama daerah lainnya di Indonesia saat menggelar mudzakarah ulama pada Sabtu
(8/3/2015) di Asrama Haji Sukolilo, Surabaya yang hasilnya menyerukan seluruh
komponen bangsal menolak Demokrasi.
Saat
itu, KH Ali menyampaikan makalah yang berjudul ”Demokrasi Merampas Hak
Prerogatif Allah”, lembaga legislasi pasti ada dalam Demokrasi. ”Makanya
institusi legislasi itu murni lembaga mungkaran!,” tegas pimpinan Lonpes
Tahfidzil Qur’an Darul Bayan Sumedang Jawa Barat (Jabar) itu.
“Yang
berhak mengatakan ini benar, ini salah, ini baik, uni buruk, ini jelek, adalah
Allah. Maka siapapun tidak berhak mengatakan itu benar walau pun itu anggota
DPR. Jelas perbedaan demokrasi dengan islam. Dengan kenyataan seperti ini,
demokrasi merampas hak Allah. Apakah masih ingin mempertahankan demokrasi?,”
tandasnya.
Pernyataan tersebut diamini
juga oleh KH Manshur Muhyiddin. Hal ini karena yang lebih tahu tentang manusia
adalah yang menciptakannya yakni Allah. ”Tapi manusia berani meninggalkan
aturan Allah. Manusia membuat UU sendiri, diubah sendiri, dilanggar sendiri,
diganti lalu diganti dengan UU yang baru,” ungkap pimpinan Ponpes Darul
Muttaqien Cilegon Banten.
“Mereka
merasa bangga dengan UU atau aturan yang dibuat manusia, bahkan merasa lebih
hebat dari aturan-aturan yang diturunkan Allah. maka ini jelas-jelas syirik
akbar!,” tegas pendiri Yayasan KH wasyid (1888) Center tersebut.
Sementara itu, ulama
Banten lainnya, KH Fathul Adzim mengatakan, ”Bagi saya Demokrasi adalah sistem
sampah dan pelecehan bagi ulama karena Demokrasi menganut asas yang
terbanyaklah yang menang. Dalam Demokrasi, suara profesor, kyai, haji yang ikut
Demokrasi akan sama saja dengan suara pencopet dan pezina”.
Sedangkan
ulama Sulawesi Selatan (Sulsel), KH Syarir Nuhun dalam acara muzakarah tersebut
berkata, ”Demokrasi jelas-jelas kemungkaran, sistem kufur membawa mudharat.
Anehnya, justru banyak yang berlomba-lomba untuk memproklamirkan itu dan
mengajak umat berhukum dalam sistem tersebut”.
Maka dari itu, bahaya yang
paling mendasar dari Demokrasi adalah bahwa sistem ini telah menjadi agama baru
bagi kaum Muslimin sekarang ini. Dari segi akidah, ide Demokrasi telah merampas
hak Allah untuk membuat hukum dan menyerahkannya kepada hawa nafsu
manusia. Semoga Allah menjauhkan dan melindungi kita dari sistem syirik
Demokrasi dan para penyerunya. Aamiin..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar