Oleh : Abu Jihad
Al-Indunisiy
Sejatinya takfir
adalah salah satu metodologi ahlu sunnah wa jamaah yang menjelaskan status
seseorang yang melakukan perbuatan riddah, masalah ini masuk permasalahan fiqh
karena berkaitan dengan status apakah dia muslim atau kafir, akan tetapi Para
ulama melarang umat Islam untuk sembarang memvonis bid’ah, sesat apalagi kafir
kepada individu tertentu. Karena vonis yang demikian bukanlah perkara remeh.
Diperlukan timbangan Al Al-Qur’an dan As Sunnah serta memperhatikan
kaidah-kaidah yang telah ditetapkan oleh para ulama dalam hal ini. Syaikh
Muhammad Nashiruddin Al Albani berkata, “Dalil-dalil terkadang menunjukkan
bahwa perbuatan tertentu adalah perbuatan kufur, atau perkataan tertentu adalah
perkataan kufur. Namun di sana terdapat faktor yang membuat kita tidak
memberikan vonis kafir kepada individu tertentu (yang melakukannya). Faktornya
banyak, misalnya karena ia tidak tahu, atau karena ia dikalahkan oleh orang
kafir dalam perang.” (Fitnah At Takfir, Muhammad Nashiruddin Al Albani)
Dari sini jelaslah
bahwa menjelaskan perbuatan tertentu adalah perbuatan kufur bukan berarti
memvonis semua pelakunya itu per-individu pasti kafir. Begitu juga menjelaskan
kepada masyarakat bahwa perbuatan tertentu adalah perbuatan bid’ah bukan
berarti memvonis pelakunya pasti ahlul bid’ah. Syaikh Abdul Latif Alu Syaikh
menjelaskan: “Ancaman (dalam dalil-dalil) yang diberikan terhadap perbuatan
dosa besar terkadang tidak bisa menyebabkan pelakunya per individu terkena
ancaman tersebut” (Ushul Wa Dhawabith Fi At Takfir, Syaikh Abdul Latif bin Abdulrrahman Alu
Syaikh)
Bahkan Syaikh Muhammad
bin Abdul Wahab Rahimahullah Imam Dakwah Najd berlepas diri dari vonis-vonis
Kafir tanpa Dhawabith Syar’i yang benar, hal ini berkali-kali dibantah oleh
beliau, bahkan vonis-vonis Kafir yang beliau Fatwakan bukan berarti
menganjurkan seenaknya mengkafirkan tanpa dhawabith yang disepakati kaum
muslimin, Aqidah Ahlu Sunnah tidak sama sekali menghilangkan pengtakfiran, akan
tetapi yang dimaksud Syaikh bin Abdul Wahab dalam mendudukan Takfir kepada
pemahaman Aqidah Ahlu Sunnah wal Jamaah adalah hal yang paling penting. Hal ini
tidak sebagaimana banyaknya tuduhan-tuduhan kepada beliau berikut bantahan
yang disebutkan oleh Syaikh Abdul Latif bin Abdurrahman Alu Syaikh
Syeikh Abdul-Latif Alu
Syaikh Rahimahullah menambah: Syeikh al-Imam tidak mengkafirkan perbuatan
seseorang melainkan apa yang disepakati kaum muslimin kekufurannya seperti perbuatan syirik besar
(Syirik Akbar), atau mengkufuri ayat-ayat Allah serta Rasul-Nya. Ini dilakukan
setelah menyatakan hujah serta penerangan jelas terhadap kekufuran perbuatan
tersebut seperti menyembah para wali serta berdoa kepada mereka di samping
Allah dan melakukan sesuatu yang menyalahi keuluhiyahan Allah sama ada dari
sudut peribadatan mahupun selainnya (Majmu‘ah al-Rasa’il wa al-Masa’il, Jilid. 3, hlm. 5.). Menurut Syeikh
Abdul Latif Alu Syaikh lagi siapa saja yang mengetahui kehidupan Syeikh
al-Imam Muhammad bin Abdul Wahab Rahimahullah, dia akan mengerti bahwa beliau
berlepas diri dari segala tuduhan kafir-mengkafirkan.
Perbedaan pokok orang kafir asli dan muslim yang melakukan
syirik
Dalam tulisan saya
yaitu "membongkar
kesesatan buku Al-Urwatul Wustqo" sebagai bantahan buku Al-Urwatul Wustqo milik Aman Abdurahman
pada halaman 174 yang saya kutip dari diskusi dalil bab Takfir Mu’ayan
“dikatakan…Salah satu perkara penting yang harus dicamkan sebelum kita membahas
permasalahan takfir (mengkafirkan) adalah kesadaran bahwa kaedah-kaedah takfir
yang digali oleh para ulama Islam dari dalil-dalil syar’i, sesungguhnya dibuat
untuk diterapkan kepada orang yang secara sah telah masuk Islam, kemudian
terjatuh dalam ucapan atau perbuatan yang membatalkan keislamannya.
Adapun orang-orang
yang belum pernah secara sah masuk agama Islam yang dibawa oleh Rasulullah SAW,
maka kepada mereka tidak diperlukan kaedah-kaedah takfir. Apapun agama dan
keyakinannya, selama secara sah belum pernah masuk agama Islam, maka ia
dihukumi non muslim dan kafir. Baik ia seorang penganut atheisme, komunisme,
animisme, dinamisme, politheisme, Hindu, Budha, Sinto, Majusi, Konghucu, aliran
kebatinan, Ahlul Kitab (Yahudi dan Nasrani) dan lain sebagainya.
Hal ini perlu
dicamkan, mengingat sekelompok ulama menyamaratakan antara orang-orang kafir
asli dengan orang-orang yang secara sah telah masuk Islam namun terjatuh dalam
sebagian ucapan atau perbuatan pembatal keislaman. Menurut sekelompok ulama
tersebut, asalkan seorang yang secara sah telah masuk Islam tersebut melakukan
syirik akbar, maka ia divonis musyrik. Tanpa mau melihat rincian kondisi orang
yang secara sah telah masuk Islam tersebut, jenis pembatal keislaman yang ia
lakukan, kondisi waktu dan tempat ia hidup, dan faktor-faktor lain yang
melingkupinya.
Sekelompok ulama tersebut
berdalil dengan sejumlah ayat Al-Qur’an, hadits, dan ijma’ para ulama yang
berbicara tentang orang-orang kafir asli yang belum pernah secara sah memeluk
agama Islam. Dalil-dalil tersebut menegaskan orang-orang kafir asli tersebut
divonis musyrik, meskipun dakwah rasul atau ilmu kebenaran belum sampai kepada
mereka. Mereka lantas membuat analogi; jika orang yang belum sampai kepadanya
dakwah saja langsung divonis musyrik saat melakukan syirik akbar, apalagi orang
Islam yang melakukan syirik akbar setelah zaman diutusnya Rasulullah SAW dan
diturunkannya Al-Qur’an?
Di antara dalil yang
mereka sebutkan adalah:
(1) Firman Allah SWT:
وَكَذَلِكَ زَيَّنَ لِكَثِيرٍ مِنَ
الْمُشْرِكِينَ قَتْلَ أَوْلَادِهِمْ شُرَكَاؤُهُمْ لِيُرْدُوهُمْ وَلِيَلْبِسُوا
عَلَيْهِمْ دِينَهُمْ وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ مَا فَعَلُوهُ فَذَرْهُمْ وَمَا
يَفْتَرُونَ (137)
"Dan demikianlah pemimpin-pemimpin mereka telah menjadikan
kebanyakan dari orang-orang yang musyrik itu memandang baik membunuh anak-anak
mereka untuk membinasakan mereka dan untuk mengaburkan bagi mereka agamanya.
Dan kalau Allah menghendaki, niscaya mereka tidak mengerjakannya, maka
tinggalkanlah mereka dan apa yang mereka ada-adakan." (QS. Al-An’am [6]: 137)
(2) Firman Allah SWT:
وَإِنْ أَحَدٌ مِنَ الْمُشْرِكِينَ اسْتَجَارَكَ
فَأَجِرْهُ حَتَّى يَسْمَعَ كَلَامَ اللَّهِ ثُمَّ أَبْلِغْهُ مَأْمَنَهُ ذَلِكَ
بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ لَا يَعْلَمُونَ (6)
"Dan jika seorang di antara orang-orang musyrikin itu
meminta perlindungan kepadamu, maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar
firman Allah, kemudian antarkanlah ia ke tempat yang aman baginya. Demikian itu
disebabkan mereka kaum yang tidak mengetahui." (QS. At-Taubah [9]: 6)
(3) Firman Allah SWT:
مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَنْ
يَسْتَغْفِرُوا لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُوا أُولِي قُرْبَى مِنْ بَعْدِ مَا
تَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُمْ أَصْحَابُ الْجَحِيمِ (113)
"Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman
memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang
musyrik itu adalah kaum kerabat(nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya
orang-orang musyrik itu, adalah penghuni neraka Jahanam." (QS. At-Taubah [9]: 113)
(4) Firman Allah SWT:
لَمْ يَكُنِ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ
الْكِتَابِ وَالْمُشْرِكِينَ مُنْفَكِّينَ حَتَّى تَأْتِيَهُمُ الْبَيِّنَةُ (1)
"Orang-orang kafir yakni ahli kitab dan orang-orang musyrik
(mengatakan bahwa mereka) tidak akan meninggalkan (agamanya) sebelum datang
kepada mereka bukti yang nyata." (QS. Al-Bayyinah [98]: 1)
(5) Firman Allah SWT:
وَجَدْتُهَا وَقَوْمَهَا يَسْجُدُونَ لِلشَّمْسِ
مِنْ دُونِ اللَّهِ وَزَيَّنَ لَهُمُ الشَّيْطَانُ أَعْمَالَهُمْ فَصَدَّهُمْ عَنِ
السَّبِيلِ فَهُمْ لَا يَهْتَدُونَ (24)
"Aku mendapati dia dan kaumnya menyembah matahari, selain
Allah; dan setan telah menjadikan mereka memandang indah perbuatan-perbuatan
mereka lalu setan menghalangi mereka dari jalan (Allah), sehingga mereka tidak
mendapat petunjuk." (QS. An-Naml [27]: 24)
وَصَدَّهَا مَا كَانَتْ تَعْبُدُ مِنْ دُونِ
اللَّهِ إِنَّهَا كَانَتْ مِنْ قَوْمٍ كَافِرِينَ (43)
"Dan apa yang disembahnya selama ini selain Allah,
mencegahnya (untuk melahirkan keislamannya), karena sesungguhnya dia dahulunya
termasuk orang-orang yang kafir." (QS. An-Naml [27]: 43)
(6) Firman Allah SWT:
يَا صَاحِبَيِ السِّجْنِ أَأَرْبَابٌ
مُتَفَرِّقُونَ خَيْرٌ أَمِ اللَّهُ الْوَاحِدُ الْقَهَّارُ (39) مَا تَعْبُدُونَ
مِنْ دُونِهِ إِلَّا أَسْمَاءً سَمَّيْتُمُوهَا أَنْتُمْ وَآبَاؤُكُمْ مَا
أَنْزَلَ اللَّهُ بِهَا مِنْ سُلْطَانٍ
"Hai kedua penghuni penjara, manakah yang baik, tuhan-tuhan
yang bermacam-macam itu ataukah Allah Yang Maha Esa lagi Maha Perkasa? Kamu
tidak menyembah yang selain Allah kecuali hanya (menyembah) nama-nama yang kamu
dan nenek moyangmu membuat-buatnya. Allah tidak menurunkan suatu keterangan pun
tentang nama-nama itu." (QS. Yusuf [12]: 39-40)
(7). Ayat dan hadits yang menyebutkan Ahlul
Kitab melakukan syirik sekalipun hujah belum sampai kepada mereka. Allah
berfirman,
اتَّخَذُواْ أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ
أَرْبَابًا مِّن دُونِ اللّهِ وَالْمَسِيحَ ابْنَ مَرْيَمَ وَمَا أُمِرُواْ إِلاَّ
لِيَعْبُدُواْ إِلَـهًا وَاحِدًا لاَّ إِلَـهَ إِلاَّ هُوَ سُبْحَانَهُ عَمَّا
يُشْرِكُونَ
”Mereka menjadikan para pendeta dan ahli ibadah mereka sebagai
rabb-rabb (tuhan-tuhan pembuat aturan hukum) selain Allah dan mereka juga
mengambil Al-Masih Ibnu Maryam (sebagai rabb selain Allah). Padahal mereka
tidak diperintahkan kecuali untuk beribadah kepada Ilah Yang Maha Esa. Tak ada
Ilah yang berhak diibadahi selain-Nya. Maha Suci Allah dari kesyirikan mereka.” (QS.
At-Taubah [9]: 31)
Dalam hadits shahabat
Adi bin Hatim radhiyallahu ‘anhu disebutkan bahwa Adi bin Hatim yang saat itu
beragama Nasrani datang kepada Nabi SAW. Ia mendengar Nabi SAW membaca ayat
ini, maka ia membantah, “Kami tidak beribadah kepada para pendeta dan ahli ibadah kami.”
Nabi SAW balik
bertanya, “Bukankah para pendeta dan ahli ibadah kalian mengharamkan hal yang
Allah halalkan maka kalian ikut-ikutan mengharamkannya; dan mereka menghalalkan
hal yang Allah haramkan maka kalian ikut-ikutan menghalalkannya?”
Adi bin Hatim
menjawab, “Ya, begitu.” Beliau SAW bersabda, “Itulah bentuk ibadah kepada para
pendeta dan ahli ibadah.”(HR. Ath-Thabari, Tirmidzi, Al-Baghawi dan lainnya)
(8) Ijma’ ulama.
Syaikh Ishaq bin Abdurrahman bin Hasan bin Muhammad bin Abdul Wahhab berkata:
“Bahkan ahlul fatrahyang belum sampai kepada mereka risalah (dakwah rasul) dan Al-Qur’an serta meninggal
di atas kejahiliyahan tidaklah disebut kaum muslimin menurut ijma’ dan tidak
dimintakan ampunan Allah untuk mereka. Para ulama hanya berbeda pendapat
tentang apakah mereka diazab di akhirat?”(Aqidatul Muwahhidin war Raddu ‘ala adh-Dhullal
wal Mubtadi’in, hlm. 171 karya Abdullah bin Sa’di al-Ghamidi al-Abdali)
Jika kita cermati
ayat-ayat, hadits, dan ijma’ yang disebutkan di atas, kita mendapati semuanya
berkenaan dengan orang-orang kafir asli yang belum pernah secara sah memeluk
Islam. Dalam menghukumi mereka secara lahiriah sebagai orang-orang kafir, kita
tidak perlu membahas penghalang-penghalang pengkafiran seperti kebodohan (al-jahl), ketiadaan maksud (al-khahta’), kekeliruan memahami dalil (at-ta’wil), atau ijtihad. Kekafiran mereka telah disepakati dan tidak
ada perbedaan pendapat di kalangan umat Islam.
Adapun ayat-ayat
Al-Qur’an dan hadits-hadits shahih telah menegaskan keimanan dan keislaman
setiap hamba yang mengimani secara global rukun iman yang enam dan rukun Islam
yang lima. Yaitu seorang hamba yang mengucapkan dua kalimat syahadat, meyakini
Allah sebagai satu-satunya Tuhan Yang berhak disembah, meyakini tidak ada tuhan
selain-Nya yang berhak disembah, meyakini Muhammad SAW adalah penutup para nabi
dan rasul, mengimani Al-Qur’an dan kitab-kitab suci terdahulu, mengimani pada
nabi dan rasul, mengimani hari akhir, mengimani takdir, melaksanakan ibadah
hati secara global (takut kepada Allah, cinta kepada Allah, berharap kepada
Allah, sabar, syukur, ridha kepada takdirnya, dan lain-lain), melakukan ibadah
lisan secara global (membaca Al-Qur’an, berdzikir, berdoa, mengucapkan
perkataan yang baik dan lain-lain), dan mengamalkan ibadah anggota badan secara
global (melaksanakan shalat, shaum Ramadhan, zakat, haji, berbakti kepada orang
tua, berbuat baik kepada tetangga, dan lain-lain).
Dalil-dalil dari Al-Qur’an tentang hal itu antara lain adalah:
(1) Firman Allah SWT:
الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِالْغَيْبِ وَيُقِيمُونَ
الصَّلَاةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ (3) وَالَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِمَا
أُنْزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ وَبِالْآخِرَةِ هُمْ يُوقِنُونَ
(4) أُولَئِكَ عَلَى هُدًى مِنْ رَبِّهِمْ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ (5)
"(Yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang
mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian rezki yang Kami anugerahkan kepada
mereka, dan mereka yang beriman kepada Kitab (Al-Qur'an) yang telah diturunkan
kepadamu dan Kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin
akan adanya (kehidupan) akhirat. Mereka itulah yang tetap mendapat petunjuk
dari Rabb mereka, dan merekalah orang-orang yang beruntung." (QS. Al-Baqarah [2]: 3-5)
(2) Firman Allah SWT:
لَيْسَ الْبِرَّ أَنْ تُوَلُّوا وُجُوهَكُمْ
قِبَلَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ وَلَكِنَّ الْبِرَّ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ
وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَالْمَلَائِكَةِ وَالْكِتَابِ وَالنَّبِيِّينَ
“Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu
kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah,
hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi…” (QS. Al-Baqarah [2]: 177)
(3) Firman Allah SWT:
آمَنَ الرَّسُولُ بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْهِ مِنْ
رَبِّهِ وَالْمُؤْمِنُونَ كُلٌّ آمَنَ بِاللَّهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ
وَرُسُلِهِ لَا نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِنْ رُسُلِهِ وَقَالُوا سَمِعْنَا
وَأَطَعْنَا غُفْرَانَكَ رَبَّنَا وَإِلَيْكَ الْمَصِيرُ (285)
"Rasul telah beriman kepada Al-Qur'an yang diturunkan
kepadanya dari Rabbnya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya
beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan
rasul-rasul-Nya. (Mereka mengatakan): "Kami tidak membeda-bedakan antara
seseorang pun (dengan yang lain) dari rasul-rasul-Nya", dan mereka mengatakan:
"Kami dengar dan kami taat." (Mereka berdoa): "Ampunilah kami ya
Rabb kami dan kepada Engkaulah tempat kembali." (QS.
Al-Baqarah [2]: 285)
(4) Firman Allah SWT:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا آمِنُوا
بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَالْكِتَابِ الَّذِي نَزَّلَ عَلَى رَسُولِهِ وَالْكِتَابِ
الَّذِي أَنْزَلَ مِنْ قَبْلُ وَمَنْ يَكْفُرْ بِاللَّهِ وَمَلَائِكَتِهِ
وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا بَعِيدًا (136)
"Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada
Allah dan Rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya,
serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya. Barang siapa yang kafir kepada
Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan hari
kemudian, maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya." (QS. An-Nisa’ [4]: 136)
(5) Firman Allah SWT:
وَالَّذِينَ آمَنُوا بِاللَّهِ وَرُسُلِهِ
وَلَمْ يُفَرِّقُوا بَيْنَ أَحَدٍ مِنْهُمْ أُولَئِكَ سَوْفَ يُؤْتِيهِمْ
أُجُورَهُمْ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا (152)
"Orang-orang yang beriman kepada Allah dan para rasul-Nya
dan tidak membeda-bedakan seorang pun di antara mereka, kelak Allah akan
memberikan kepada mereka pahalanya. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang." (QS. An-Nisa’ [4]:
152)
(6) Firman Allah SWT:
هُدًى وَبُشْرَى لِلْمُؤْمِنِينَ (2) الَّذِينَ
يُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَهُمْ بِالْآخِرَةِ هُمْ
يُوقِنُونَ (3)
"Untuk menjadi petunjuk dan berita gembira untuk orang-orang
yang beriman, (yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat, menunaikan zakat dan
mereka yakin akan adanya negeri akhirat." (QS. An-Naml [27]: 152)
Dalil-dalil dari hadits shahih antara lain adalah:
عَنِ ابْنِ عُمَرَ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا
قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ " «بُنِيَ
الْإِسْلَامُ عَلَى خَمْسٍ، شَهَادَةِ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ، وَأَنَّ
مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ، وَإِقَامِ الصَّلَاةِ، وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ،
وَحَجِّ الْبَيْتِ، وَصَوْمِ رَمَضَانَ» "
(7) Dari Ibnu
Umar RA berkata, Rasulullah SAW bersabda, “Islam dibangun di atas lima dasar;
bersaksi bahwa tiada Tuhan yang berhak diibadahi selain Allah dan bersaksi
bahwa Muhammad adalah hamba Allah dan utusan-Nya, mendirikan shalat, menunaikan
zakat, haji ke Baitullah, dan shaum Ramadhan.” (HR. Bukhari no. 8,
Muslim no. 21, Tirmidzi no. 2609, dan An-Nasai no. 5001)
حَدَّثَنِي أَبِي عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ
قَالَ: بَيْنَمَا نَحْنُ عِنْدَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
ذَاتَ يَوْمٍ، إِذْ طَلَعَ عَلَيْنَا رَجُلٌ شَدِيدُ بَيَاضِ الثِّيَابِ، شَدِيدُ
سَوَادِ الشَّعَرِ، لَا يُرَى عَلَيْهِ أَثَرُ السَّفَرِ، وَلَا يَعْرِفُهُ مِنَّا
أَحَدٌ، حَتَّى جَلَسَ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ،
فَأَسْنَدَ رُكْبَتَيْهِ إِلَى رُكْبَتَيْهِ، وَوَضَعَ كَفَّيْهِ عَلَى
فَخِذَيْهِ، وَقَالَ: يَا مُحَمَّدُ أَخْبِرْنِي عَنِ الْإِسْلَامِ، فَقَالَ
رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «الْإِسْلَامُ أَنْ تَشْهَدَ أَنْ
لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ، وَتُقِيمَ الصَّلَاةَ، وَتُؤْتِيَ الزَّكَاةَ، وَتَصُومَ رَمَضَانَ،
وَتَحُجَّ الْبَيْتَ إِنِ اسْتَطَعْتَ إِلَيْهِ سَبِيلًا»، قَالَ: صَدَقْتَ،
قَالَ: فَعَجِبْنَا لَهُ يَسْأَلُهُ، وَيُصَدِّقُهُ، قَالَ: فَأَخْبِرْنِي عَنِ
الْإِيمَانِ، قَالَ: «أَنْ تُؤْمِنَ بِاللهِ، وَمَلَائِكَتِهِ، وَكُتُبِهِ،
وَرُسُلِهِ، وَالْيَوْمِ الْآخِرِ، وَتُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ»،
قَالَ: صَدَقْتَ،،
(8) Dari Umar RA
berkata, “Pada suatu hari kami tengah duduk-duduk bersama Rasulullah SAW,
tiba-tiba muncul seorang laki-laki yang pakaiannya sangat putih, rambutnya
sangat hitam, sama sekali tidak nampak tanda bekas perjalanan jauh pada
dirinya, dan tidak seorang pun di antara kami yang mengenalnya. Laki-laki itu
duduk di hadapan Nabi SAW, merapatkan kedua lututnya kepada kedua lutut beliau,
dan meletakkan kedua telapak tangannya pada kedua paha beliau.
Laki-laki itu berkata, “Wahai Muhammad, beritahukanlah kepadaku
tentang Islam!” Maka Rasulullah SAW bersabda, “Islam adalah engkau bersaksi
bahwa tiada Tuhan yang berhak diibadahi selain Allah dan Muhammad adalah utusan
Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, shaum Ramadhan dan melaksanakan
haji ke Baitullah jika engkau memiliki kemampuan.” Laki-laki itu berkata,
“Engkau benar.” Umar berkata, “Maka kami heran kepadanya. Sebab dia yang
bertanya, dia pula yang membenarkan jawabannya.”
Laki-laki itu berkata lagi, “Wahai Muhammad, beritahukanlah
kepadaku tentang Iman!” Maka Rasulullah SAW bersabda, “Iman adalah engkau
beriman kepada Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab suci-Nya, para rasul-Nya,
hari akhir, dan takdir yang baik maupun buruk.” Laki-laki itu berkata, “Engkau
benar.” (HR. Muslim no. 8, Abu Daud no. 4695, dan An-Nasai no.
4990)
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ، قَالَ: نُهِينَا أَنْ
نَسْأَلَ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ شَيْءٍ، فَكَانَ
يُعْجِبُنَا أَنْ يَجِيءَ الرَّجُلُ مِنْ أَهْلِ الْبَادِيَةِ الْعَاقِلُ، فَيَسْأَلَهُ،
وَنَحْنُ نَسْمَعُ، فَجَاءَ رَجُلٌ مِنْ أَهْلِ الْبَادِيَةِ، فَقَالَ: يَا
مُحَمَّدُ، أَتَانَا رَسُولُكَ فَزَعَمَ لَنَا أَنَّكَ تَزْعُمُ أَنَّ اللهَ
أَرْسَلَكَ، قَالَ: «صَدَقَ»، قَالَ: فَمَنْ خَلَقَ السَّمَاءَ؟ قَالَ: «اللهُ»،
قَالَ: فَمَنْ خَلَقَ الْأَرْضَ؟ قَالَ: «اللهُ»، قَالَ: فَمَنْ نَصَبَ هَذِهِ
الْجِبَالَ، وَجَعَلَ فِيهَا مَا جَعَلَ؟ قَالَ: «اللهُ»، قَالَ: فَبِالَّذِي
خَلَقَ السَّمَاءَ، وَخَلَقَ الْأَرْضَ، وَنَصَبَ هَذِهِ الْجِبَالَ، آللَّهُ
أَرْسَلَكَ؟ قَالَ: «نَعَمْ»، قَالَ: وَزَعَمَ رَسُولُكَ أَنَّ عَلَيْنَا خَمْسَ
صَلَوَاتٍ فِي يَوْمِنَا، وَلَيْلَتِنَا، قَالَ: «صَدَقَ»، قَالَ: فَبِالَّذِي
أَرْسَلَكَ، آللَّهُ أَمَرَكَ بِهَذَا؟ قَالَ: «نَعَمْ»، قَالَ: وَزَعَمَ
رَسُولُكَ أَنَّ عَلَيْنَا زَكَاةً فِي أَمْوَالِنَا، قَالَ: «صَدَقَ»، قَالَ:
فَبِالَّذِي أَرْسَلَكَ، آللَّهُ أَمَرَكَ بِهَذَا؟ قَالَ: «نَعَمْ»، قَالَ:
وَزَعَمَ رَسُولُكَ أَنَّ عَلَيْنَا صَوْمَ شَهْرِ رَمَضَانَ فِي سَنَتِنَا،
قَالَ: «صَدَقَ»، قَالَ: فَبِالَّذِي أَرْسَلَكَ، آللَّهُ أَمَرَكَ بِهَذَا؟
قَالَ: «نَعَمْ»، قَالَ: وَزَعَمَ رَسُولُكَ أَنَّ عَلَيْنَا حَجَّ الْبَيْتِ مَنِ
اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا، قَالَ: «صَدَقَ»، قَالَ: ثُمَّ وَلَّى، قَالَ:
وَالَّذِي بَعَثَكَ بِالْحَقِّ، لَا أَزِيدُ عَلَيْهِنَّ، وَلَا أَنْقُصُ
مِنْهُنَّ، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «لَئِنْ صَدَقَ
لَيَدْخُلَنَّ الْجَنَّةَ»
(9) Dari Anas bin
Malik RA berkata, “Kami dilarang menanyakan sesuatu perkara pun kepada
Rasulullah SAW, sehingga kami senang apabila ada seorang Arab badui yang cerdas
datang dan bertanya kepada Rasulullah SAW dan kami bisa mendengarkannya. Pada
suatu hari seorang Arab badui datang kepada Rasulullah SAW dan berkata, “Wahai
Muhammad, utusanmu telah datang kepada kami dan memberitahukan kepada kami
bahwa Allah telah mengutusmu.” Rasulullah SAW menjawab, “Benar begitu.”
Laki-laki badui itu bertanya, “Siapakah yang menciptakan
langit?” Beliau menjawab, “Allah.” Laki-laki badui itu bertanya, “Siapakah yang
menciptakan bumi?” Beliau menjawab, “Allah.” Laki-laki badui itu bertanya,
“Siapakah yang menancapkan gunung-gunung dengan segala isinya?” Beliau
menjawab, “Allah.”
Laki-laki badui itu bertanya, “Demi Allah Yang telah menciptakan
langit, bumi, dan menegakkan gunung-gunung. Benarkah Allah telah mengutusmu?”
Beliau menjawab, “Ya, benar.” Laki-laki badui itu bertanya, “Utusanmu memberitahukan
kepada kami bahwa kami wajib melaksanakan shalat lima waktu dalam
sehari-semalam?” Beliau menjawab, “Benar.” Laki-laki badui itu bertanya, “Demi
Allah Yang telah mengutusmu, benarkah Allah memerintahkanmu untuk melakukan hal
itu?” Beliau menjawab, “Benar.”
Laki-laki badui itu bertanya, “Utusanmu memberitahukan kepada
kami bahwa ada kewajiban zakat dalam harta kami?” Beliau menjawab, “Benar.”
Laki-laki badui itu bertanya, “Demi Allah Yang telah mengutusmu, benarkah Allah
memerintahkanmu untuk melakukan hal itu?” Beliau menjawab, “Benar.”
Laki-laki badui itu bertanya, “Utusanmu memberitahukan kepada
kami bahwa dalam setahun, kami wajib melaksanakan shaum Ramadhan?” Beliau
menjawab, “Benar.” Laki-laki badui itu bertanya, “Demi Allah Yang telah mengutusmu,
benarkah Allah memerintahkanmu untuk melakukan hal itu?” Beliau menjawab,
“Benar.”
Laki-laki badui itu bertanya, “Utusanmu memberitahukan kepada
kami wajib melaksanakan haji ke baitullah jika memiliki kemampuan?” Beliau
menjawab, “Benar.” Laki-laki badui itu bertanya, “Demi Allah Yang telah
mengutusmu, benarkah Allah memerintahkanmu untuk melakukan hal itu?” Beliau
menjawab, “Benar.”
Laki-laki badui itu kemudian berpaling dan berkata, “Demi Allah
Yang mengutusmu dengan kebenaran, aku tidak akan menambahi dari hal-hal itu dan
aku juga tidak akan menguranginya.” Maka beliau bersabda, ”Jika ia berkata
jujur, sungguh ia benar-benar akan masuk surga.” (HR. Muslim no. 10 dan
Tirmidzi no. 619)
Dalil dari ijma’:
(13) Imam Abu Bakar
bin Mundzir berkata:
أجمع كل من أحفظ عنه من أهل العلم على أن الكافر
إذ قال: أشهد أن لا إله إلا الله، وأشهد أن محمداً عبده ورسوله، وأن كل ما جاء به
محمد حق، وأبرأ إلى الله من كل دين يخالف دين الإسلام – وهو بالغ صحيح يعقل – أنه
مسلم، فإن رجع بعد ذلك فأظهر الكفر كان مرتداً، يجب عليه ما يجب على المرتد.
“Seluruh ulama yang saya ketahui telah bersepakat bahwa seorang
kafir jika mengucapkan asyhadu an laa ilaaha illa Allah wa asyhadu anna
Muhammadan ‘abduhu wa rasuluhu, ia bersaksi bahwa setiap ajaran yang dibawa
oleh Muhammad SAW adalah kebenaran, dan ia berlepas diri kepada Allah dari
setiap agama yang menyelisihi agama Islam, sedangkan ia adalah seorang yang
telah berusia baligh dan berakal sehat, maka ia berstatus MUSLIM. Jika ia
kembali setelah itu dengan melakukan kekafiran secara terang-terangan, maka ia
berstatus murtad, wajib diperlakukan atasnya hukuman atas orang murtad.” (Dar’u Ta’arudh al-Aql
wan Naql, 8/7 karya syaikhul Islam Ibnu Taimiyah)
(14) Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata:
وهذا مما اتفق عليه أئمة الدين، وعلماء
المسلمين، فإنهم مجمعون على ما علم بالاضطرار من دين الرسول، أن كل كافر فإنه يدعى
إلى الشهادتين، سواء كان معطلاً، أو مشركاً، أو كتابياً، وبذلك يصير الكافر
مسلماً، ولا يصير مسلماً بدون ذلك.
"Hal ini merupakan perkara yang telah disepakati oleh para
imam dien dan ulama kaum muslimin, karena mereka semua telah bersepakat bahwa
termasuk perkara yang ma’lum min dien ar-rasul bidh-dharurah (perkara yang
telah pasti menjadi bagian agama Islam, perkara yang telah diketahui oleh semua
muslim, baik kalangan ulama maupun orang awam, sebagai ajaran Islam
– pent) bahwa setiap orang kafir mesti diajak kepada dua kalimat syahadat,
baik ia seorang atheis, musyrik, maupun ahli kitab. Dengan dua kalimat syahadat
itulah seorang kafir menjadi seorang muslim, dan tanpanya ia tidak akan menjadi
seorang muslim.”(Dar’u Ta’arudh al-Aql wan Naql, 8/7)
Beliau juga berkata:
واتفق المسلمون على أن الصبي إذا بلغ مسلماً، لم
يجب عليه عقب بلوغه تجديد الشهادتين
"Kaum muslimin telah bersepakat bahwa seorang anak kecil
jika mencapai usia baligh (dewasa) sebagai seorang muslim, maka ia tidak wajib
memperbaharui (mengulangi) pengucapan dua kalimat syahadat setelah usia
baligh.” (Dar’u Ta’arudh al-Aql wan Naql, 8/8)
(15) Imam Ibnu Rajab Al-Hambali berkata:
ومن المعلوم بالضرورة أنَّ النَّبيَّ – صلى الله
عليه وسلم – كان يقبل مِنْ كل منْ جاءه يريدُ الدخولَ في الإسلامِ الشهادتين فقط،
ويَعْصِمُ دَمَه بذلك، ويجعله مسلماً، فقد أنكر على أسامة بن زيد قتلَه لمن قال:
لا إله إلا الله، لما رفع عليه السيفَ، واشتدَّ نكيرُه عليه
"Sudah termasuk perkara yang ma’lum min ad-dien
bidh-dharurah bahwa Nabi SAW menerima dua kalimat syahadat semata dari setiap
orang yang datang kepada beliau untuk masuk Islam, melindungi darahnya
(nyawanya) dengan dua kalimat syahadat tersebut dan menjadikannya sebagai
seorang muslim. Beliau SAW mengingkari Usamah bin Zaid yang membunuh orang yang
mengucapkan Laa Ilaaha Illa Allah saat Usamah mengangkat pedang ke arahnya, dan
pengingkaran beliau SAW kepadanya sangat keras." (Jami’ul ‘Ulum wal Hikam, 1/239)
* * * * *
Dari dalil-dalil
Al-Qur’an, as-sunnah, dan ijma’ di atas nampak jelas bahwa menyamakan begitu
saja status seorang muslim yang terjatuh dalam sebagian rincian tauhid-syirik
karena faktor kebodohan (al-jahl)
atau ketiadaan maksud (al-khatha’ = intifa’ al-qasd), atau salah memahami dalil syar’i (at-ta’wil) dengan status kaum musyrik Arab pada zaman
jahiliyah atau orang-orang kafir asli lainnya tidaklah tepat.
Sebagian ulama yang
menyamakan status keduanya berargumen, kaum musyrik Arab pada zaman jahiliyah
bukanlah orang kafir asli. Mereka juga berstatus muslim, karena mereka adalah
anak-keturunan nabi Ibrahim dan Ismail AS dan mengklaim mengamalkan ajaran nabi
Ibrahim. Meski demikian, mereka tetap divonis musyrik walau belum sampai hujah
kepada mereka, dan meskipun mereka masih mengamalkan sebagian syariat nabi
Ibrahim seperti haji, umrah, thawaf, menyembelih korban, dan lain-lain.
Argumen sebagian ulama
tersebut tidak lain adalah sebuah qiyas (analogi) yang keliru dan tidak tepat,
karena menyelisihi dalil-dalil syar’i. Antara seorang muslim yang memiliki
komitmen global dengan Islam dan iman namun terjatuh dalam sebagian rincian
tauhid-syirik, dengan orang-orang musyrik Arab zaman jahiliyah terdapat
perbedaan-perbedaan yang pokok dan mendasar. Perbedaan tersebut sudah termasuk
pokok tauhid, bukan lagi rincian tauhid. Di antaranya perbedaan pokok dan
mendasar tersebut adalah:
(1) Orang-orang
musyrik zaman jahiliyah secara sadar meyakini bahwa Allah bukanlah satu-satunya
Tuhan yang berhak disembah. Mereka meyakini ada Tuhan-Tuhan lain selain Allah
yang juga memiliki hak untuk disembah. Dalilnya antara lain adalah firman Allah:
{إِنَّهُمْ
كَانُوا إِذَا قِيلَ لَهُمْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ يَسْتَكْبِرُونَ (35)}
"Sesungguhnya mereka dahulu apabila dikatakan kepada
mereka: "Laa ilaaha illallah" (Tiada Tuhan yang berhak disembah
melainkan Allah) mereka menyombongkan diri." (QS. Ash-Shafat [37]: 35)
{أَجَعَلَ الْآلِهَةَ إِلَهًا وَاحِدًا إِنَّ
هَذَا لَشَيْءٌ عُجَابٌ (5) }
"Mengapa ia menjadikan tuhan-tuhan itu Tuhan yang satu
saja? Sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang sangat mengherankan." (QS. Shad [38]: 5)
(2) Orang-orang musyrik zaman jahiliyah
secara sadar meyakini bahwa Allah bukanlah Tuhan Yang Maha Esa. Mereka meyakini
bahwa Allah seperti makhluk, memiliki anak dan istri. Mereka bahkan meyakini
bahwa Allah memiliki banyak anak perempuan. Dalilnya antara lain adalah firman Allah:
وَيَجْعَلُونَ لِلَّهِ الْبَنَاتِ سُبْحَانَهُ
وَلَهُمْ مَا يَشْتَهُونَ (57) وَإِذَا بُشِّرَ أَحَدُهُمْ بِالْأُنْثَى ظَلَّ
وَجْهُهُ مُسْوَدًّا وَهُوَ كَظِيمٌ (58) يَتَوَارَى مِنَ الْقَوْمِ مِنْ سُوءِ
مَا بُشِّرَ بِهِ أَيُمْسِكُهُ عَلَى هُونٍ أَمْ يَدُسُّهُ فِي التُّرَابِ أَلَا
سَاءَ مَا يَحْكُمُونَ (59)
"Dan mereka menetapkan bagi Allah anak-anak perempuan. Maha
Suci Allah, sedang untuk mereka sendiri (mereka tetapkan) apa yang mereka sukai
(yaitu anak-anak laki-laki). Dan apabila seseorang dari mereka diberi kabar
dengan (kelahiran) anak perempuan, hitamlah (merah padamlah) mukanya, dan dia
sangat marah. Ia menyembunyikan dirinya dari orang banyak, disebabkan buruknya
berita yang disampaikan kepadanya. Apakah dia akan memeliharanya dengan
menanggung kehinaan ataukah akan menguburkannya ke dalam tanah (hidup-hidup)?
Ketahuilah, alangkah buruknya apa yang mereka tetapkan itu." (QS. An-Nahl [16]: 57-59)
أَفَأَصْفَاكُمْ رَبُّكُمْ بِالْبَنِينَ
وَاتَّخَذَ مِنَ الْمَلَائِكَةِ إِنَاثًا إِنَّكُمْ لَتَقُولُونَ قَوْلًا عَظِيمًا
"Maka apakah patut Rabb kalian memilihkan bagi kalian
anak-anak laki-laki sedang Dia sendiri mengambil anak-anak perempuan di antara
para malaikat? Sesungguhnya kalian benar-benar mengucapkan kata-kata yang
besar (dosa syiriknya)." (QS. Al-Isra’ [17]: 40)
وَقَالُوا اتَّخَذَ الرَّحْمَنُ وَلَدًا لَقَدْ
جِئْتُمْ شَيْئًا إِدًّا تَكَادُ السَّمَاوَاتُ يَتَفَطَّرْنَ مِنْهُ وَتَنْشَقُّ
الْأَرْضُ وَتَخِرُّ الْجِبَالُ هَدًّا أَنْ دَعَوْا لِلرَّحْمَنِ وَلَدًا وَمَا
يَنْبَغِي لِلرَّحْمَنِ أَنْ يَتَّخِذَ وَلَدًا إِنْ كُلُّ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ
وَالْأَرْضِ إِلَّا آتِي الرَّحْمَنِ عَبْدًا
"Dan mereka berkata: "Tuhan Yang Maha Pemurah
mengambil (mempunyai) anak."Sesungguhnya kalian telah mendatangkan sesuatu
perkara yang sangat mungkar. Hampir-hampir langit pecah karena ucapan itu, dan
bumi belah, dan gunung-gunung runtuh, karena mereka mendakwa Allah Yang Maha
Pemurah mempunyai anak. Dan tidak layak bagi Tuhan Yang Maha Pemurah mengambil
(mempunyai) anak. Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi, kecuali akan
datang kepada Tuhan Yang Maha Pemurah selaku seorang hamba." (QS. Maryam [19]: 88-93)
فَاسْتَفْتِهِمْ أَلِرَبِّكَ الْبَنَاتُ
وَلَهُمُ الْبَنُونَ (149) أَمْ خَلَقْنَا الْمَلَائِكَةَ إِنَاثًا وَهُمْ
شَاهِدُونَ (150) أَلَا إِنَّهُمْ مِنْ إِفْكِهِمْ لَيَقُولُونَ (151) وَلَدَ
اللَّهُ وَإِنَّهُمْ لَكَاذِبُونَ (152) أَصْطَفَى الْبَنَاتِ عَلَى الْبَنِينَ
(153) مَا لَكُمْ كَيْفَ تَحْكُمُونَ (154)
"Tanyakanlah (ya Muhammad) kepada mereka: "Apakah
untuk Rabbmu anak-anak perempuan dan untuk mereka anak laki-laki, atau apakah
Kami menciptakan malaikat-malaikat berupa perempuan dan mereka menyaksikan(nya)?
Ketahuilah bahwa sesungguhnya mereka dengan kebohongannya benar-benar
mengatakan: "Allah beranak." Dan sesungguhnya mereka benar-benar
orang yang berdusta. Apakah Rabba memilih (mengutamakan) anak-anak perempuan
daripada anak laki-laki? Apakah yang terjadi pada kalian? Bagaimana (caranya)
kalian menetapkan?" (QS. Ash-Shafat [37]:
149-154)
{وَجَعَلُوا لَهُ مِنْ عِبَادِهِ جُزْءًا إِنَّ
الْإِنْسَانَ لَكَفُورٌ مُبِينٌ (15) أَمِ اتَّخَذَ مِمَّا يَخْلُقُ بَنَاتٍ
وَأَصْفَاكُمْ بِالْبَنِينَ (16) وَإِذَا بُشِّرَ أَحَدُهُمْ بِمَا ضَرَبَ
لِلرَّحْمَنِ مَثَلًا ظَلَّ وَجْهُهُ مُسْوَدًّا وَهُوَ كَظِيمٌ (17) أَوَمَنْ
يُنَشَّأُ فِي الْحِلْيَةِ وَهُوَ فِي الْخِصَامِ غَيْرُ مُبِينٍ (18) وَجَعَلُوا
الْمَلَائِكَةَ الَّذِينَ هُمْ عِبَادُ الرَّحْمَنِ إِنَاثًا أَشَهِدُوا
خَلْقَهُمْ سَتُكْتَبُ شَهَادَتُهُمْ وَيُسْأَلُونَ (19) وَقَالُوا لَوْ شَاءَ
الرَّحْمَنُ مَا عَبَدْنَاهُمْ مَا لَهُمْ بِذَلِكَ مِنْ عِلْمٍ إِنْ هُمْ إِلَّا
يَخْرُصُونَ (20)}
"Dan mereka menjadikan sebahagian dari hamba-hamba-Nya
sebagai bahagian daripada-Nya. Sesungguhnya manusia itu benar-benar
pengingkar yang nyata (terhadap rahmat Allah). Patutkah Dia mengambil anak
perempuan dari yang diciptakan-Nya dan Dia mengkhususkan buat kalian anak-anak
laki-laki? Padahal apabila salah seorang di antara mereka diberi kabar gembira
(lahirnya bayi perempuan, pent) dengan apa yang dijadikan sebagai misal bagi Allah
Yang Maha Pemurah; jadilah mukanya hitam pekat sedang dia amat menahan sedih.
Dan apakah patut (menjadi anak Allah) orang yang dibesarkan dalam keadaan
memakai perhiasan (anak perempuan, pent) sedang dia tidak dapat memberi alasan
yang terang dalam pertengkaran. Dan mereka menjadikan malaikat-malaikat
yang mereka itu adalah hamba-hamba Allah Yang Maha Pemurah sebagai orang-orang
perempuan. Apakah mereka menyaksikan penciptaan malaikat-malaikat itu? Kelak
akan dituliskan persaksian mereka dan mereka akan dimintai pertanggungjawaban.
Dan mereka berkata: "Jikalau Allah Yang Maha Pemurah menghendaki tentulah
kami tidak menyembah mereka (malaikat)." Mereka tidak mempunyai
pengetahuan sedikit pun tentang itu, mereka tidak lain hanyalah menduga-duga
belaka." (QS. Az-Zukhruf [43]:
15-20)
أَمْ لَهُ الْبَنَاتُ وَلَكُمُ الْبَنُونَ
"Ataukah untuk Allah anak-anak perempuan dan untuk kalian
anak-anak laki-laki?" (QS. Ath-Thur [52]:
39)
أَفَرَأَيْتُمُ اللَّاتَ وَالْعُزَّى (19)
وَمَنَاةَ الثَّالِثَةَ الْأُخْرَى (20) أَلَكُمُ الذَّكَرُ وَلَهُ الْأُنْثَى
(21) تِلْكَ إِذًا قِسْمَةٌ ضِيزَى (22) إِنْ هِيَ إِلَّا أَسْمَاءٌ
سَمَّيْتُمُوهَا أَنْتُمْ وَآبَاؤُكُمْ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ بِهَا مِنْ سُلْطَانٍ
إِنْ يَتَّبِعُونَ إِلَّا الظَّنَّ وَمَا تَهْوَى الْأَنْفُسُ وَلَقَدْ جَاءَهُمْ
مِنْ رَبِّهِمُ الْهُدَى (23)
"Maka apakah patut kalian (hai orang-orang musyrik)
menganggap Al- Lata dan Al-Uzza, dan Manah yang ketiga, yang paling terkemudian
(sebagai anak perempuan Allah)? Apakah (patut) untuk kalian (anak) laki-laki
dan untuk Allah (anak) perempuan? Yang demikian itu tentulah suatu pembagian
yang tidak adil. Itu tidak lain hanyalah nama-nama yang kalian dan bapak-bapak
kalian mengada-adakannya; Allah tidak menurunkan suatu keterangan pun untuk
(menyembah)nya. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti sangkaan-sangkaan, dan apa
yang diingini oleh hawa nafsu mereka, dan sesungguhnya telah datang petunjuk
kepada mereka dari Rabb mereka." (QS. An-Najm [53]: 19-23)
{إِنَّ الَّذِينَ لا يُؤْمِنُونَ بِالْآخِرَةِ
لَيُسَمُّونَ الْمَلائِكَةَ تَسْمِيَةَ الْأُنْثَى}
"Sesungguhnya orang-orang yang tiada beriman kepada
kehidupan akhirat, mereka benar-benar menamakan malaikat itu dengan nama
perempuan." (QS. An-Najm [53]: 27)
Allah memperingatkan
konskuensi dari keyakinan syirik mereka tersebut dengan firman-Nya,
لَوْ كَانَ فِيهِمَا آلِهَةٌ إِلَّا اللَّهُ
لَفَسَدَتَا فَسُبْحَانَ اللَّهِ رَبِّ الْعَرْشِ عَمَّا يَصِفُونَ
"Sekiranya ada di langit dan di bumi tuhan-tuhan selain
Allah, tentulah keduanya itu telah rusak binasa. Maka Maha Suci Allah yang
mempunyai 'Arsy daripada apa yang mereka sifatkan." (QS. Al-Anbiya’ [21]: 22)
مَا اتَّخَذَ اللَّهُ مِنْ وَلَدٍ وَمَا كَانَ
مَعَهُ مِنْ إِلَهٍ إِذًا لَذَهَبَ كُلُّ إِلَهٍ بِمَا خَلَقَ وَلَعَلَا
بَعْضُهُمْ عَلَى بَعْضٍ سُبْحَانَ اللَّهِ عَمَّا يَصِفُونَ عَالِمِ الْغَيْبِ
وَالشَّهَادَةِ فَتَعَالَى عَمَّا يُشْرِكُونَ
"Allah sekali-kali tidak mempunyai anak, dan sekali-kali
tidak ada tuhan (yang lain) beserta-Nya. Sekiranya ada tuhan beserta-Nya,
niscaya masing-masing tuhan itu akan membawa makhluk yang diciptakannya, dan
sebagian tuhan itu akan mengalahkan sebagian tuhanyang lain. Maha Suci Allah
dari apa yang mereka sifatkan itu. Yang mengetahui semua yang ghaib dan semua
yang nampak, maka Maha Tinggilah Dia dari apa yang mereka persekutukan." (QS. Al-Mu’minun [23]: 91-92)
(3) Orang-orang musyrik Arab pada zaman
jahiliyah meyakini bahwa Allah memiliki istri dari golongan jin. Dari perkawinan Allah dan jin wanita
lahirlah anak-anak perempuan yaitu para malaikat. Demikianlah keyakinan kaum
musyrik Arab pada zaman jahiliyah. Naudzu billah min dzalik. Dalilnya adalah firman Allah,
وَجَعَلُوا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْجِنَّةِ
نَسَباً وَلَقَدْ عَلِمَتِ الْجِنَّةُ إِنَّهُمْ لَمُحْضَرُونَ
"Dan mereka adakan (hubungan) nasab antara Allah dan antara
jin. Dan sesungguhnya jin-jin yang jahat mengetahui bahwa mereka benar-benar
akan diseret (ke neraka)." (QS. Ash-Shafat [37]: 158)
Di antara pendapat
para ulama sahabat, tabi’in, dan tabi’it tabi’in tentang makna ayat ini adalah:
§ Sahabat Ibnu Abbas mengatakan, “Musuh-musuh Allah
(kaum musyrikin, pent) meyakini bahwa Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan Iblis
adalah dua orang bersaudara.”
§ Adh-Dhahak bin Muzahim berkata, “Orang-orang Quraisy
mengatakan ‘Sesungguhnya Iblis adalah saudara Ar-Rahman’.”
§ Mujahid bin Jabr, Qatadah bin Da’amah
as-Sadusi, dan Abdurrahman bin Zaid berkata, “Orang-orang musyrik Quraisy
mengatakan ‘Para malaikat adalah anak-anak perempuan Allah’. Maka Abu Bakar ash-Shidiq bertanya kepada
mereka, ‘Kalau begitu siapa ibu-ibu mereka?’ Orang-orang musyrik Quraisy menjawab, “Mereka adalah
anak-anak perempuan dari jin-jin wanita.”
§ Al-Kalbi berkata, “Orang-orang kafir
Quraisy mengatakan ‘Allah menikah dengan jin, maka lahirlah para malaikat’.”
§ Athiyah Al-Aufi berkata, “Mereka (orang-orang
musyrik, pent) mengatakan ‘Allah menikah dengan wanita mulia dari bangsa jin.” (Lihat: Jami’ul Bayan fi Ta’wil Ayyil
Qur’an (Tafsir ath-Thabari) 21/120-121; Tafsir Ibnu Abi Hatim, 10/3231; Bahrul
‘Ulum (Tafsir as-Samarqandi), 3/154; Tafsir an-Nukat wal ‘Uyun (Tafsir
al-Mawardi), 5/71; Ma’alim at-Tanzil (Tafsir al-Baghawi), 7/63; dan Tafsir
Al-Qur’an al-Azhim (Tafsir Ibnu Katsir), 7/42)
Maka Orang yang
memiliki komitmen global kepada rukun iman dan rukun Islam seperti ini telah menyandang
nama muslim dan mukmin. Terlebih jika ia lahir dari keluarga muslim dan
memasuki usia baligh sebagai seorang yang memiliki komitmen global kepada rukun
iman dan rukun Islam. Maka secara nama, ia menyandang status muslim dan mukmin.
Persoalan timbul
ketika ia melakukan syirik akbar atau kufur akbar pada perkara yang sifatnya
perincian tauhid dan iman, bukan pokok tauhid dan iman. Pokok tauhid misalnya
rukun iman yang enam dan dua rukun Islam pertama (dua kalimat syahadat dan
shalat wajib lima waktu). Contoh dari cabang perincian tauhid misalnya,
tatacara berdoa kepada Allah; bolehkah dengan perantaraan kemuliaan Nabi SAW
dan orang shalih? Contoh lainnya adalah salah satu sifat Allah; al-hukmu
(memutuskan hukum dan perundang-undangan).
Apakah ia langsung
divonis musyrik tanpa meneliti faktor syarat-syarat pengkafiran dan mawani’
takfir (penghalang-penghalang pengkafiran)? Ataukah ia tidak divonis musyrik
karena telah memiliki nama muslim dan mukmin, sehingga yang dilakukan
terhadapnya adalah penelitian ada atau tidaknya syarat-syarat pengkafiran dan
penghalang-penghalang pengkafiran; jika syarat-syarat pengkafiran terpenuhi dan
penghalang-penghalang pengkafiran tidak ada, maka ia divonis kafir/murtad? (
diskusi dalil ) Insha Allah kita akan membahas ini dilain tempat dalam bab yang
lain.
Pelanggaran Dhawabith Takfir
Dalam realitanya
kelompok takfiri ini merelalisasikan ajaranya dengan memotong kompas tanpa
melalui prosedur ajaran Islam yang dipegang oleh Salafus Shalih dan ulama ahlu
sunnah, Sesungguhnya hukum kafir adalah hukum Allah yang harus di realisasikan
dalam kehidupan hambanya. Bukan sekedar teori yang menjadi konsumsi otak semata
dan bukan hanya tertulis dalam buku-buku Fiqh, kemudian mengambil kesimpulan,
lalu beraksi. Tidak!
Memang teori ini harus
dipraktikan dalam kehidupan nyata agar terpisah antara kafir dan muslim antara
masyarakat Islami dan masyarakat Jahiliyyah. Sehinggah dalam meniti kehidupan
seseorang bisa menempatkan sikapnya sesuai orang dan lingkungannya, dan dengan
ini kita bisa merealisasikan keyakinann kita sebagai seorang muslim yang baik.
Namun, perkara ini
adalah perkara yang sangat berbahaya dan butuh ketelitian. Kehati-hatian dan
ilmu yang mapan mutlak dalam dibutuhkan dalam mengvonis kafir muslim, karena
konsekwensinya banyak sekali seperti: masalah cerai, warisan dan
hadd,loyalitas,saksi,sumpah,pembelaan,perwalian dan lain-lain.
Kita tidak bisa
seenaknnya dengan alasan realisasi tauhid kemudian lantas memusuhi kaum
muslimin yang masih melakukan maksiat dan dosa,membuat keonaran,membuat teror
kepada orang yang masih memiliki Udzhur yang tidak kita ketahui, tidak
memperhatikan maslahat yang di dapat, tidak mempertimbangkan kerusakan yang
akan diraih akan tindakannya.semua ini membutuhkan pertimbangan untung dan rugi
sebagai sering ulama menasehati kita, memakai fiqih yang kuat dan meninggalkan
fiqh yang lemah yang justru mendatangkan mafsadat, inilah faqih yang
sebenarnya. Sehingga dari itu semua kita bisa melihat akibat penyimpangan dari
pengadilan jalanan ini di wilayah konflik di al jazair di era 90an dan kancah
Syam hari ini.
Secara umum bahwa akar
dari pemahaman Takfir modern ini berkutat kepada Qaul-qaul ulama Najd
yang diselewengkan ,dimanipulasi dan tidak tersistematiskan oleh para
takfiriyun ini, mereka membangun keyakinannnya dengan dasar –dasar Qath’i
(pasti), Ijma’( konsensus) sehingga lahirlah vonis-vonis sesat,hal semacam ini
menjadi legitimasi,hal ini jika tidak kita luruskan maka akan menimbulkan
kesalahpahaman,pembunuhan dan pembantaian seperti yang terjadi pada Masyarakat
Syaithat Deiur Ezzour wilayah timur Suriah,terbunuhnya para komandan Jihad,
pengeboman pemukiman camp pengungsi, pasar dan tempat umum lainnya telah
membuat ketakutan.
Kita berkewajiban
menjelaskan dan mendudukan ini pada tempatnya. Bagaimana para salaf mempunyai
kebiasaan membantah atas penyimpangan ahlu bid’ah, mengisolasinya, sikap ini
memberikan pelajaran bagi para pelaku penyimpangan untuk tidak mengada-ada
dalam urusan agama kita.
Dalam tulisan saya
yang lain yang pernah dimuat situs arrahmah media dan muqawamah media dengan
judul “
rumus musuh Islam dalam memanfaatkan ghulat takfir dalam menghancurkan islam “ dan di antara prinsip dan ciri-cirinya
adalah sbb :
1. Prinsip At-Takfir
Modern Saat ini
Hal itu menurut mereka meliputi:
1.
Mengkafirkan orang
yang melakukan dosa besar dan mengatakan dia telah keluar dari agama, dan ia
kekal dalam neraka, seperti dikatakan Khawarij dulu.
2.
Mengkafirkan orang
yang menyalahi mereka dari orang-orang Muslim (ulama dan selainnya) serta
mengkafirkan orang tertentu.
3.
Mengkafirkan orang
yang keluar dari jama’ah mereka atau orang-orang yang menyalahi sebagian
usul-usul mereka.
4.
Mengkafirkan
masyarakat Muslim (selain mereka) dan mengklaim bahwa mereka merupakan
masyarakat jahiliyah.
5.
Mengkafirkan dengan
mutlak setiap orang yang menghukumi dengan selain apa yang diturunkan Allah.
6.
Mengkafirkan orang
yang tidak hijrah kepada mereka dan orang-orang yang tidak hijrah dari
masyarakat dan lembaga-lembaga.
7.
Mengkafirkan
orang-orang yang tidak mengkafirkan orang yang kafir menurut mereka secara
mutlak.
2. Prinsip Wajib
Hijrah dan Uzlah
Menurut mereka prinsip wajibnya hijrah dan
uzlah ini meliputi:
1.
Hijrah dari masjid
orang-orang Muslim dan tidak melaksanakan shalat di dalamnya, serta tidak
melaksanakan shalat Jum’at.
2.
Hijrah dari masyarakat
Muslim yang ada di sekitar mereka.
3.
Hijrah dari belajar
dan mengajar dan mengharamkan masuk ke universitas-universitas dan
sekolah-sekolah.
4.
Hijrah dari
jabatan-jabatan pemerintah dan bekerja di yayasan-yayasan masyarakat dan
mengharamkan berinteraksi dengan masyarakat yang mereka sebut dengan masyarakat
jahiliyah yaitu setiap orang selain jama’ah mereka, yakni Jama’ah Takfir Wal
Hijrah (Lihat Kitab al-Khawarij, Dr. Nashir al- Aqli, hlm. 132.)
Sebagai akibat dari
penahanan, penindasan dan sikap represif rezim Thagut Mesir kepada gerakan
Islam ini maka lahirlah gerakan-gerakan aneh lagi menyimpang semacam Jamaah
Takfir wal Hijrah ini.
Hal ini menjadi kajian
dan dianalisa oleh Rezim Saudi, Yordan dan Mesir yang dibiayai pangeran Nayef.
Sebagaimana telah dijelaskan oleh Abu Mus’ab As-Suri bahwa Badan Intelijen
Saudi Arabiya yang berada di bawah Menteri Dalam Negeri Pangeran Nayif bin
Abdul Aziz sejak 1991 (beberapa tahun paska insiden Jamaah Takfir wal Hijrah)
telah mendirikan badan intelijen yang represif, keputusan ini diambil berkat
masukan dari tim kerja intelijen Mesir berserta mantan menteri dalam negeri
Mesir yang bercitra buruk bernama Zaki Badr dan tim intelijen Yordan tentang
metode untuk memunculkan dan memanfaatkan gerakan semacam ini untuk dibenturkan
kepada musuh-musuh negara dari gerakan Islam itu sendiri.
Maka dimulailah proyek
untuk melahirkan gerakan takfiri sekaligus memberangus gerakan jihad…
Asy-Syaikh Abu Mush’ab
As-Suri, sebagai salah seorang ulama jihadis modern mengatakan :
“Sejumlah aktifis jihad, baik di Saudi ataupun lainya, yang
selamat dari penjara Ruwais di kota Jeddah yang terkenal kekejamannya bercerita
bahwa paska peristiwa dua peledakan di Riyadh dan Al-Khaibar tahun 1994, Ribuan
pemuda yang mempunyai latar belakang Jihad, atau dicurigai berpaham Jihadi
diinterogasi oleh aparat. Para pemuda tadi mengalami berbagai macam penyiksaan
dari badan keamanan Saudi Arabia juga dari petugas bayaran dari Mesir,Tunisia,
Suriah dan negara-negara yang piawai dalam ilmu penyiksaan.
Badan Intelijen Saudi Arabia benar-benar mengambil pelajaran
dari eksperimen keamanan Aljazair dan kesimpulan yang mereka ambil adalah Kegunaan
Aliran Takfiri untuk Membinasakan Jihad! Inilah eksperimen terpenting
sehingga para intelijen gigih mengcopy paste dan membangkitkan aliran Takfir
dengan mewujudkan sayap kanan sebagai penyeimbang”. (lihat kembali buku Dakwah Muqawamah karya Abu
Mush’ab As-Suri dan diterjemahkan dengan judul Perjalanan Gerakan Jihad
1930-2003 penerbit Jazeera-Solo hlm. 34 -35)
Secuil Kooptasi Intelijen dalam Tubuh Gerakan Jihad Indonesia’
Gerakan Jihad yang di
bangun S.M. Kartosuwiryo adalah gerakan Jihad yang murni untuk Tathbiq Syariah
di bumi Indonesia yaitu penegakan syariat Islam secara Kaffah. Sebagai akibat
dari pengkhianatan Soekarno dengan menghilangkan 7 (tujuh) kata di dalam
konstitusi negara adalah kecelakaan sejarah.
Hal ini mendorong
ketidakpuasan umat Islam yang akhirnya sebagian dari mereka memutuskan untuk
menunaikan kewajiban jihad melawan pemerintah Soekarno. Sebagai sebuah jawaban
atas penyumbatan aspirasi kaum muslimin dan upaya kaum sekuler untuk
menggagalkan penegakan syariat Islam di Indonesia.
Perlawanan ini bermula
di Malangbong Tasikmalaya Jawa Barat, terus menyebar dari Banten hingga Jawa
Tengah lalu diikuti oleh Kahar Muzakar di Sulawesi, Tengku Daud Bereueh dan
Andi Aziz di Kalimantan, puncak perlawanan ini adalah pada tahun 1960 an,
kemudian pada 1962 S.M. Kartosuwiryo tertangkap dan tidak lama kemudian
dieksekusi di Jakarta.
Pada tahun 1970
beberapa tokoh DI berkumpul dan ingin melanjutkan perjuangan penegakan Syariat
Islam ini dengan perjuangan bersenjata, akibat banyaknya ketimpangan sosial dan
tersebarnya kemaksiatan, dan gerakan ini dikenal sebagai KOMJI atau Komando Jihad. Dalam perjalanannya,
gerakan ini mengalami kegagalan mewujudkan cita-citanya. Para tokohnya pun
banyak yang tertangkap seperti Adah Djaelani, Tengku Daud Bereueh, Danu
Muhammad Hasan, Aceng Kurnia, Djaja Sudjardi. Namun demikian, pemerintahan di
Indonesia tetap saja menjadikan gerakan ini sebagai bahaya laten yang mengancam
keamanan negara.
Pemerintah sekuler di
Indonesia menganggap bahwa gerakan perlawanan Islam sebagai bahaya laten yang
mengancam keselamatan Negara, bukan sekadar hipotesa teori di atas kertas akan
tetapi sudah pada taraf sangat berbahaya, gerakan ini akan muncul tiba-tiba
pada momentum yang tepat, bahaya ini sangat dirasakan oleh pemerintah Indonesia
ketika kondisi negara sedang terpuruk.
Oleh karena itu, sejak
tahun 1980-an gerakan ini mulai disusupi intelijen untuk di-"Cipta
Kondisi", selain untuk mengetahui Struktur Jaringan Komando gerakan ini,
isu perlawanan yang akan diangkat, dan kesiapan mereka mengambil momentum
adalah bagian penting yang ingin diketahui oleh rezim dari Gerakan Islam di
Indonesia.
Setelah informasi
mengenai gerakan ini dianggap cukup, maka rezim mempersiapkan langkah
selanjutnya; yakni menciptakan tokoh dan mengkooptasi gerakan ini, maka
ditampilkanlah KW 9 yang sengaja dibuat oleh BIN untuk membangun black
campaign, pencitraan buruk sekaligus pembunuhan karakter bagi gerakan Islam ini
khususnya NII atau DII yang murni. Siapapun melihat bahwa aksi-aksi KW9 dalam
mengumpulkan dana umat baik melalui Fa'i dan Ghanimah yaitu pencurian dan
penipuan menjadi warna gerakan ini.
Pola-pola di atas
masih diperparah dengan pemahaman sesat lainnya, seperti menyebarkan keyakinan
bahwa mereka masih dalam fase Mekkah, sehingga mereka tidak perlu melaksanakan
Syariat seperti Shalat, Puasa, Zakat dan lain sebagainya. Pemahaman semacam ini
memiliki benang merah kesamaan dengan gerakan Khawarij Syukri Musthofa di Mesir
dengan pola yang sama, sebagaimana juga dijelaskan oleh Syaikh Athiyyatullah
Al-Libi Rahimahullah di atas. Ini semua merupakan bentuk pencitraan buruk
terhadap Islam dan Gerakan Islam, membuat umat menjauhi dan trauma dengan Islam
yang berbau Islam , semua yang berbau Jihad, Islam, Hukum Islam adalah buruk,
keji, biadab. Demikianlah, musuh-musuh Islam membuat makar kepada Islam, Jihad
dan Mujahidin dan Allah Ta'ala adalah sebaik-baik Pembalas makar mereka.
Sejumlah media Islam
yang cukup eksis di internet mengungkap sebuah artikel yang cukup panjang
mengenai persoalan tersebut, cuplikan dari tulisan media tersebut menyatakan:
Mengenal Ciri-Ciri Gerakan NII yang Menyimpang
‘’Sekarang media massa hingar bingar dengan peristiwa yang
dialami anak-anak muda yang "hilang", dan kemudian diketemukan dalam
keadaan seperti "linglung", serta menurut pengakuan mereka, mereka
mengalami pencucian otak. Benarkah mereka yang "hilang" itu menjadi
korban dari proses cuci otak yang dilakukan oleh NII?
Berbagai kajian yang pernah diterbitkan media massa Islam,
menilai ada NII yang menyimpang jauh dari ajaran Al-Qur'an dan Sunnah, dan
disebut-sebut memiliki kaitan erat dengan Pondok Pesantren Al-Zaytun,
Indramayu, Jawa Barat.
Pondok pesantren modern ini berdiri pada akhir tahun 1990-an,
dan diresmikan oleh Presiden RI B.J. Habibie. Pondok Pesantren yang dipimpin
oleh Abu Toto alias Syeikh Panji Gumilang itu, bukan hanya diresmikan oleh
Presiden BJ Habibie semata, tetapi sejumlah tokoh penting pernah berkunjung dan
memberikan bantuan kepada Pesantren Az-Zaytun, konon termasuk diantaranya
sejumlah tokoh penting militer dan intelijen, dan bahkan diisukan mendapat
suntikan dana dari Pemerintah Kerajaan Inggris.
Sampai sekarang media massa meributkan tentang NII dan dikaitkan
dengan Az-Zaytun, tetapi tidak pernah ada tindakan apapun terhadap pesantren
dan pengasuhnya. Seakan Pesantren itu kebal dari aparat dan hukum. Sementara
itu, orang-orang yang mempunyai kaitan dengan NII, banyak yang kemudian menjadi
tersangka atau dipenjara dalam waktu tertentu. Entah dituduh sebagai teroris
atau melakukan gerakan yang dianggap menjadi ancaman keamanan negara.
Berbagai media massa Islam menampilkan hasil-hasil penelitian,
analisis para pakar, hingga kesaksian para mantan santri pesantren tersebut
sebagai bukti "kesesatan" Al-Zaytun dengan NII
"jadi-jadiannya".
Banyak yang mengatakan bahwa yang muncul ke permukaan yang
menjadi fenomena sekarang ini, dan berlanjut menjadi sebuah permasalahan pelik,
merupakan suatu usaha yang dilakukan oleh pihak tertentu untuk menghancurkan
umat Islam di Indonesia. Seandainya, argumentasi ini benar, wajar bagi umat
Islam untuk menjadikan pihak-pihak yang terkait dengan gerakan tersebut sebagai
ancaman serius yang selalu harus diwaspadai. (Untuk lebih detail mengenai kesesatan NII yang ditunggangi
musuh-musuh Islam, silahkan kunjungi: http://ift.tt/1H1O0pH atauhttp://ift.tt/1H1O2xT)
Lemkari ,Islam Jamaah atau LDII
Gerakan ini juga tidak
lepas dari permainan tangan intelegent di awal pendirianya, menariknya gerakan
adalah campuran antara ediologi Murjiah, Takfiri dan tujuan politis dari
pendirinya terhadap carut marutnya perpolitikan indonesia saat itu, Islam
Mainstream adalah ancaman laten bagi rezim saat itu, mereka membutuhkan adanya
black compaigh untuk menjatuhkan citra politik Islam, terbukti secara umum ada
hubungan operasi latsus Letjen Ali Murtopo dengan Madigol Nurhasan Lubis,
adapun Pendiri dan pemimpin tertinggi pertamanya adalah Madigol
Nurhasan Ubaidah Lubis bin Abdul bin Thahir bin Irsyad. Lahir di Desa Bangi,
Kec. Purwoasri, Kediri Jawa Timur, Indonesia, tahun 1915 M (Tahun 1908 menurut
versi Mundzir Thahir, keponakannya).
Faham yang dianut oleh
LDII tidak berbeda dengan aliran Islam Jama'ah/Darul Hadits yang telah dilarang
oleh Jaksa Agung Republik Indonesia pada tahun 1971 (SK Jaksa Agung RI No.
Kep-089/D.A/10/1971 tanggal 29 Oktober 1971). Keberadaan LDII mempunyai akar
kesejarahan dengan Darul Hadits/Islam Jama'ah yang didirikan pada tahun 1951
oleh Nurhasan Al Ubaidah Lubis (Madigol). Setelah aliran tersebut dilarang
tahun 1971, kemudian berganti nama dengan Lembaga Karyawan Islam (LEMKARI) pada
tahun 1972 (tanggal 13 Januari 1972, tanggal ini dalam Anggaran Dasar LDII
sebagai tanggal berdirinya LDII. Maka perlu dipertanyakan bila mereka bilang
bahwa mereka tidak ada kaitannya dengan LEMKARI atau nama sebelumnya Islam
Jama'ah dan sebelumnya lagi Darul Hadits.). Pengikut tersebut pada pemilu 1971
mendukung GOLKAR.
Idiologi Takfir Jamaah ini
Mereka juga mengatakan
dalam beberapa penjelasannya bahwa mereka mengklaim golongannya yang benar dan
diluar mereka salah. Hal dapat kita dapatkan di antaranya :
"Dan dalam
nasehat supaya ditekankan bahwa bagaimanapun juga cantiknya dan gantengnya
orang-orang di luar jama'ah, mereka itu adalah orang kafir, musuh Allah, musuh
orang iman, calon ahli neraka, yang tidak boleh dikasihi," (Makalah LDII
berjudul Pentingnya Pembinaan Generasi Muda Jama'ah dengan kode H/ 97, halaman
8).
Menganggap shalat orang
Muslim selain LDII tidak sah, hingga dalam kenyataan, biasanya orang LDII tak
mau makmum kepada selain golongannya, hingga mereka membuat masjid-masjid untuk
golongan LDII. Bagaimanapun LDII tidak bisa mengelak dengan dalih apapun,
misalnya mengaku bahwa mereka sudah memakai paradigma baru, bukan model Nur
Hasan Ubaidah.
Dengan hal ini Ulama
indonesia yang berkumpul dalam wadah MUI bersepakat bahwa aliran ini sesat dan
menyesatkan. Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat: Bahwa ajaran Islam
Jama'ah, Darul Hadits (atau apapun nama yang dipakainya) adalah ajaran yang
sangat bertentangan dengan ajaran Islam yang sebenarnya dan penyiarannya itu
adalah memancing-mancing timbulnya keresahan yang akan mengganggu kestabilan
negara. (Jakarta, 06 Rabiul Awwal 1415H/ 13 Agustus 1994M, Dewan Pimpinan
Majelis Ulama Indonesia, Ketua Umum: K.H. Hasan Basri, Sekretaris Umum: H.S.
Prodjokusumo).
Intinya, berbagai
kesesatan LDII telah nyata di antaranya:
1.
Menganggap kafir orang
Muslim di luar jama'ah LDII.
2.
Menganggap najis
Muslimin di luar jama'ah LDII dengan cap sangat jorok, turuk bosok (vagina
busuk).
3.
Menganggap sholat
orang Muslim selain LDII tidak sah, hingga orang LDII tak mau makmum kepada
selain golongannya.
Detail tentang aliran
ini dapat kita dapatkan dari testimoni dari mantan anggota mereka yang telah
keluar dari aliran sesat ini. (Lihat surat 21 orang dari Bandung yang mencabut
bai'atnya terhadap LDII alias keluar ramai-ramai dari LDII, surat ditujukan
kepada DPP LDII, Imam Amirul Mu'minin Pusat , dan pimpinan cabang LDII Cimahi
Bandung, Oktober 1999, Bahaya Islam Jama'ah Lemkari LDII, LPPI Jakarta, cetakan 10, 2001, halaman 276-
280).
Lihat buku Bahaya Islam
Jama'ah Lemkari LDII, LPPI Jakarta,
cetakan 10, 2001. Dan kita juga bisa mengunjungi web site di bawah ini : http://ift.tt/1DcchU8
Makar Jahat Rezim dan Kebodohan Kaum Ekstrim dalam Merusak Jihad
Al-Jazair
Setelah merdeka dari
negara Perancis pada tahun 1962, Aljazair dipimpin oleh Presiden Bella. Kemudian
munculah Boumedienne sebagai Presiden setelah menggulingkan Bella dan berkuasa
selama 16 tahun. Posisi Presiden Aljazair kemudian digantikan oleh Chadli
Benjedid, Dia adalah Sekjen Partai Pembebasan Nasional (FLN). Asal tahu aja,
FLN adalah satu-satunya partai yang ada di Aljazair. Setelah terjadi
pemberontakan dan penentangan terhadap pemerintahan dan FLN, Bendjedid
melakukan reformasi dengan mengizinkan berdirinya partai-partai baru. Nah baru
pada tahun 1989 berdirilah sebuah partai yang bernafaskan Islam bernama le
Front Islamic du Salut (FIS). FIS ini didirikan atas desakan masyarakat
Aljazair yang mayoritas muslim. Umat Islam Aljazair kecewa karena satu-satunya
partai yang dibentuk pada masa pemerintahan Boumedienne yaitu FLN yang
berasaskan sekular gagal dalam mewujudkan kemajuan.
Pendekatan intensif
yang dilakukan terhadap rakyat oleh FIS rupa-rupanya berhasil. Hasilnya dalam
waktu yang singkat, simpati rakyat pun tertuju pada FIS, hingga mengantarkannya
kepada kemenangan pemilu. Umat Islam menyambut gembira kemenangan FIS ini.
Rakyat Aljazair menginginkan perubahan menuju kehidupan yang lebih baik dengan
Islam. Kemenangan FIS pada pemilu putaran pertama dan kedua menunjukan bahwa
sebagian besar rakyat Aljazair menginginkan perubahan menuju kehidupan yang
lebih baik, kehidupan yang lebih Islami. Sudah cukup bagi FIS dan pemerintahan
yang akan terbentuk setelahnya untuk menerapkan Islam.
Akan tetapi sayang
sekali, keinginan mulia kaum muslimin Aljazair untuk hidup dalam naungan Islam
harus sirna ditelan sang diktaktor yang menjadi bodyguard-nya sistem sekuler.
Harapan tegaknya pemerintahan Islam pun tinggalah harapan, kemenangan FIS pada
pemilu saat itu membawa dilema tersendiri bagi presiden Aljazair kala itu,
Benjedid. Pada satu sisi ia harus menegakkan demokrasi yang berarti dia harus
mengakui kemenangan FIS, membiarkan FIS berkuasa. Tapi di lain pihak ia
mendapat tekanan dari militer dan Barat untuk membatalkan hasil pemilu untuk
menjegal FIS.
FIS harus menelan pil
pahit saat militer mengambil alih dan memburu para aktivisnya untuk dijebloskan
ke penjara, dalam tragedi pembantaian junta militer Aljazair terhadap para
tokoh, anggota dan pendukung Partai Front Penyelamat Islam (le Front Islamique
du Salut/FIS). Tindakan junta militer Aljazair yang membantai ribuan rakyat
Aljazair, belum ditambah dengan penahanan, penyiksaan dan pemerkosaan kaum
muslimin dan muslimat yang mencita-citakan tegaknya syariat Islam, telah
merubah gerakan Islam di daerah tersebut untuk mengambil jalan Jihad fi
Sabilillah dalam wadah Al-Jamaah Al-Islamiyah Musalahah.
Benang merah Aliran Takfiri
Sebagaimana
terbunuhnya usman dan Ali bin Thalib oleh orang-orang jahat Takfiri, rusaknya
program perluasan wilayah dijaman Umayyah akibat pemberontakan Khawarij
Azariqoh (Nafi’ Bin Azraq), jatuhnya Khilafa Turki Usmaniyah akibat
pemberontakan Najd generasi kedua yang di bantu Inggris, dan rusaknya program
Jihad di kancah Syam adalah akibat rusaknya metodologi takfiri yang digunakan
musuh Islam untuk menghancurkan dan memecah ummat Islam.
Tidak berlebihan jika
Goorge Bush Junior pernah perkata kepada tokoh dan petinggi SNC dan mengatakan
‘’tugas kalian adalah memisahkan ide dan gagasan Islam kepada basis umat Islam,
karena jika ide gagasan islam bisa bersatu dengan umat islam maka tidak ada
pasukan terbaik sekalipun yang bisa mengalahkan mereka" maka tidak
berlebihan jika kampanye gambaran dan pencitraan buruk terhadap Islam marak
dilakukan oleh musuh-musuh agama saat ini. Dimanapun baik dalam tataran
regional dan internasional.
Hal ini terbukti
efektif membungkam gerakan Islam dan menjauhkan kekuatan pendukungnya. Syaikh
Abu Mus'ab As-Suri Fakallahu Asrah menjelaskan bahwa kebijakan Barat Salibis
melalui penguasa rezim murtad adalah dengan membantu aliran takfir untuk tampil
kepermukaan, juga menyebarkan benih-benih takfir dengan operasi badan
intelijen. Mereka juga menggunakan sarana media untuk mencampur adukan
pemikiran takfiri dengan pemikiran Jihadi. Tujuannya adalah membenturkan antara
kedua kelompok tersebut, inilah yang diterapkan tahun 1993-1997 dan mereka
berhasil (Perjalanan Gerakan Jihad 1930-2002 penerbit Aljazeera)
Hal ini pulalah yang
disebutkan berungkali oleh Syaikh Athiyyatullah Al-Libi Rahimahullah bahwa
jihad Aljazair telah dirusak oleh orang-orang yang ghuluw (ekstrem) di dalam
beragama sehingga orang sebaik beliau pun tidak luput dari upaya makar dan
pembunuhan dari orang-orang ghuluw tersebut dan kisah beliau telah di tulis
oleh Syaikh Abu Bara' Al-Kuwaiti murid beliau sekaligus kawan seperjuangan
beliau, di antara kisah beliau yang ia sebutkan :
"Pada tahun 1995 M dan atas arahan Syaikh Usamah bin Ladin,
Syaikh Athiyatullah Al-Libi berangkat ke Aljazair untuk turut serta memimpin
jihad di Aljazair. Namun karena orang-orang yang gampang mengkafirkan
(Takfiriyyun) seperti Antar Az-Zawabiri, Jamal Az-Zaituni dan lain-lain
menguasai medan jihad di sana, maka Syaikh Athiyatullah Al-Libi keluar dari
Aljazair dengan terpaksa —sebagaimana beliau ceritakan kepada saya— setelah
beliau mengalami upaya pembunuhan oleh kelompok takfiriyah tersebut.
Beliau dan dua orang ulama mujahidin yang bersama beliau akan
dibunuh karena mereka mengingkari sebagian tindakan kelompok takfiriyah
(Jama'ah Islamiyyah Musallahah) tersebut. Maka mereka membuat makar dengan
menempatkan Syaikh Athiyatullah Al-Libi di sebuah tempat, lalu mereka
mengatakan: "Jamal Az-Zaituni akan datang untuk menemuimu di sini."
Namun syaikh dengan kecerdasan dan ketajaman firasatnya mencium
bau persekongkolan busuk mereka. Maka beliau pun melarikan diri dan menempuh
perjalanan yang sangat panjang untuk keluar dari Aljazair. Beliau dikaruniai
berkah sehingga akhirnya bisa tiba di Afghanistan untuk kedua kalinya." (Majalah resmi Al-Qaidah Khurasan,Thalai'
Khurasan Edisi 21 / Ramadhan 1433 H)
Baik KW9 dan LDII
adalah underbow bagi partai pemerintah rezim orde baru yaitu Golkar yang merasa
diuntungkan dengan penyimpangan ormas dan jamaah ini, sehingga ummat islam
merasa alergi dengan islam itu sendiri dan kemudian mendukung partai
pemerintah, mereka juga menjadi penyeimbang bagi gerakan yang mengancam
kekuasaan orde baru saat itu.
Aliran Takfiri Korelasinya dengan Operasi Intelegen
Para tokoh intelijen
di berbagai negara pun saling berlomba untuk memprediksi pertumbuhan dan
perkembangan gerakan Al-Qaidah, sekaligus menentukan faktor alami yang tepat
untuk dibenturkan dengan gerakan ini. Oleh sebab itu, rezim thaghut menciptakan
tokoh dan simpatisan guna dibenturkan untuk memperlemah gerakan ini menjadi
agenda penting musuh-musuh gerakan ini, dimulai dari pangeran Nayef yang berkerja
sama dengan agen intelijen Mesir dan intelijen Yordan untuk memilih salah satu
aliran menyimpang dalam tubuh umat Islam untuk dibenturkan demi menghancurkan
Al-Qaidah pada khususnya dan Jihad pada umumnya.
Dan pilihan mereka pun
jatuh kepada aliran gerakan takfiri ini…
Berkenaan dengan hal
tersebut, Syaikh Abu Mush’ab as-Suri mengatakan di dalam kitab Dakwah Muqawamah
:
“Untuk memahami
fenomena lahirnya Aliran Takfiri, harus kita pahami rumus pembentuk aliran
tersebut, kami telah memformulakan hal itu, yaitu:
Penguasa Kafir dan Zhalim + Algojo bengis dan jahat +
Kebangkitan Islam yang lemah + Masyarakat awam yang rusak + Kelompok pemuda
yang bersemangat tetapi bodoh dan terzalimi = Kelahiran Aliran Takfiri
Kesimpulan apa yang di
alami oleh fenomena ini sejak kelahirannya pada awal tahun 1970 an hingga hari
ini adalah bahwa aliran ini masih bersifat terbatas dan terisolir, aliran ini
tidak populer dan tidak menyebar luas, baik di tengah-tengah aktivis
Ash-Shahwah Al-Islamiyah (Kebangkitan Islam) maupun di kalangan masyarakat
awam”. (Perjalanan Gerakan Jihad (1930-2002) Sejarah, Eksperimen, dan Evaluasi
penerbit Jazeera hal. 31)
Analisa ini juga
pernah saya muat dalam tulisan analisa saya pada serial Komunikasi Politik
Al-Qaidah bagian ke dua dalam bab Jihad Suriah :
“Ketika badan intelijen mempelajari fenomena ini, mereka
menemukan formula dan rumus lahirnya gerakan ini, badan-badan intelijen ini
memprediksikan akan lahirnya gerakan jihad beraliran takfiri karena faktor
penjajahan pasukan asing dan tindakan represif rezim thaghut, serta jauhnya
para aktivis jihad dari ulama yang tulus. Sehingga merekapun terjebak dalam
takfir yang berlebihan karena dangkalnya ilmu serta kekecewaan terhadap mereka
yang tidak sepaham.
Kehadiran bibit-bibit gerakan takfiri ini terus dikontrol dan
dibina oleh intelijen, mereka menjadi alat kepentingan intelijen. Kehadiran
mereka dibutuhkan seiring tumbuhnya bibit-bibit ekstrim dengan pola yang sudah
dikenali oleh pihak intelijen. Intelijen pun kemudian dengan mudah melakukan
operasi infiltrasi kedalamnya, mengambil data-datanya, jaringannya dan dengan
keberadaan mereka, intelijen merancang skenario untuk membuat stigma buruk bagi
gerakan Islam lainnya untuk menggulung habis mereka. Demikianlah yang pernah
terjadi di Aljazair.
Copy-paste benih-benih takfiri ini kemudian diadopsi sisa-sisa
rezim Baghdad era Saddam Husein dan Rezim murtad Nushairiyah Suriah hari ini,
yang dalam dekade sebelumnya telah menanam agennya di Daulah Islam Iraq, yang
keberadaannya semakin menguat paska habisnya elemen Al-Qaeda di tubuh Daulah
Islam Iraq, baik karena terbunuh maupun tertawan’’ (
http://m.muqawamah.com/sangat-penting-mengenal-komunikasi-politik-al-qaeda-dalam-memimpin-umat-bag-2.html
)
Cara ini terbukti
cukup efektif dalam memberikan pencitraan buruk Islam, sehingga dakwah kita
tersendat dikarenakan Ummat Islam akan bersifat Apriori / curiga, hal ini
secara tidak sadar telah menjauhkan gagasan Islam dengan ummat islam itu
sendiri, maka terkadang para du'at dan Astatidz perlu pandai bermanuver atau
taktik terhadap kebiasaan-kebiasaan penyakit masyarakat, tidak tekstual, atau
hitam putih dalam mempresentasikan pesan-pesan Al-Qur’an, jika tidak
mereka akan dimusuhi, ditolak dakwah nya dan bahkan terusir dari wilayah
garapan dakwahnya, bukanlah Syaikh Al-Maqdisi pernah mengatakan bahwa faqih itu
bukan saja orang yang bisa menentukan ini halal dan ini haram akan tetapi
seorang faqih itu harus bisa mendatangkan maslahat dan menjauhkan mafsadat,
baik dalam dakwah dan jihad kita di masyarakat.
Modus dan penyimpangan
ini cukup sukses dan di adopsi banyak rezim di negeri-negeri Islam didalam
menghadapi radikalisme Islam, mereka dibenturkan, menjadi penyeimbang, manjadi
isu hangat, pembentukan opini dan menjadi alasan untuk memberangus gerakan
Islam dimana saja, sekalipun gerakan Islam itu menempuh jalur non kekerasan
sekalipun seperti Ikhwanul Muslimin di mesir, mari kita lihat apakah pemerintah
kita bisa memetakan mana gerakan Radikal dan bukan, semoga negara ini
tidak salah menilai gerakan Islam, salah dalam bertindak justru membuat semakin
tumbuh gerakan radikal akibat refresif memerangi radikalisme, La Haula
walaa quwwata.
Depok,
21 Februari 2016- jam 09: 34 WIB
Ditulis
untuk Tablig Akbar di Masjid Al- Fataa – Menteng Jakarta Pusat, dan untuk di
Masjid Salman ITB – Bandung
Al-faqir Ilaihi Rabir-Rahiem
Tidak ada komentar:
Posting Komentar